WIRESANTANE, 47 tahun, anggota DPR dari Fraksi Karya
Pembangunan, heran dan agak bingung. Sekembalinya dari reses
masa sidang DPR pertengahan Mei lalu, sebagian rekannya sefraksi
dirasanya bersikap lain terhadapnya.
Belakangan ia tahu sebab perubahan itu. Dalam rapat pleno F-KP
13 Mei yang dipimpin oleh Sukardi, diumumkan bahwa Wiresantane
ternyata "ikut kampanye PPP, bahkan menjadi juru kampapye PPP".
17 Mei, anggota DPR nomor 307 yang duduk dalam Komisi II itu
menerima surat dari pimpinan fraksinya, ditandatangani Wakil
Ketua Sukardi dan Sekretaris Sarwono Kusumaatmadja. Isinya:
melarang Wiresantane menghadiri sidang-sidang F-KP dan DPR.
Vonis buat Wiresantane sebenarnya sudah jatuh pada 5 Mei. Sehari
setelah pemilu itu, DPP Golkar mengirim surat -- ditandatangani
Ketua Sukardi dan Wakil Sekjen Murdopo -- mengusulkan recalling
terhadap Wiresantane kepada Pimpinan DPR RI. Alasan: Wiresantane
telah melanggar disiplin organisasi. Sesuai dengan prosedur,
Ketua DPR kemudian melanjutkan usul itu kepada Presiden dengan
suratnya tertanggal 18 Juni 1982.
Ternyata Wiresantane tak tinggal diam. Sehari setelah menerima
surat pimpinan fraksinya, ia mengirimkan balasan. Ia minta
dikonfrontasikan dengan si pelapor. Keputusan fraksinya
dinilainya sepihak. Ia merasa tidak diberi kesempatan membela
diri.
KARYAWAN Kantor Gubernur NTB tersebut menganggap tuduhan dia
ikut kampanye PPP itu fitnah. "Jangankan hadir atau menjadi
jurkam. Melihat saja tidak pernah," ujarnya, tatkala ditemui
TEMPO di tempat kediaman mertuanya K.H. Moh. Zainuddin Abdul
Madjid di Pancor, Lombok Timur.
Namun menurut sumber TEMPO di DPP Golkar, Wiresantane di-recall
karena dia dianggap benar-benar melanggar disiplin organisasi.
Pada masa kampanye Pemilu 1982 lalu, Wira diketahui memasang
tanda gambar PPP di pondok pesantren Nahdlatul Wathan yang
dipimpin mertuanya. Dalam berbagai khotbahnya, ia dikabarkan
juga telah mendiskreditkan program pembangunan pemerintah".
Latar belakang recallinng Wiresantane agaknya memang bersumber
pada hubungan Golkar dan Nahdlatul Wathan yang makin retak.
Pesantren Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah didirikan Kiai
Zainuddin tahun 1936. Jumlah santri pesantren yang menempati
tanah sekitar 10 hektar ini lebih 4.000 orang. Alumninya puluhan
ribu, bertebaran di Bali, NTB dan NTT. Cabangnya di Lombok dan
Sumbawa jumlahnya sekitar 300 buah.
Sejak 1953, Kiai Zainuddin yang biasa dipanggil Tuan Guru, juga
mendirikan organisasi Nahdlatul Wathan guna mengorganisasikan
sekolah dan madrasah cabang-cabangnya. Menantu Kiai Zainuddin,
Lalu Gde Wiresantane, adalah Ketua Umum pengurus wilayah NW NTB.
Pada Pemilu 1953, Kiai Zainuddin terpilih sebagai anggota
Konstituante mewakili Masyumi. Dalam Pemilu 1971 dan 1977,
Zainuddin mendukung dan menjadi juru kampanye Golkar. Alasannya:
pada Golkar ia melihat adanya alaqoh (tanda-tanda baik) dan
qorinah (hubungan baik). Golkar memang menang mutlak di NTB
dalam kedua pemilu tersebut. Zainuddin kemudian diangkat sebagai
anggota MPR sejak 1971.
Tapi dalam Pemilu 1982 rupanya Zainuddin bersikap lain ia
memilih bersikap "diam". Kabarnya malahan ia mengistirahatkan
beberapa pengurus NW yang aktif dalam Golkar. Sebaliknya warga
NW tak dilarangnya aktif dalam PPP. Menjelang pemilu lalu
terlihat banyak tanda gambar Ka'bah muncul di kompleks
pesantrennya. "Tanda itu merupakan isyarat, bahkan instruksi,
agar warga NW memilih Ka'bah," kata seorang pembantu Kiai
Zainuddin pada TEMPO April lalu.
Perubahan sikap Tuan Guru kabarnya karena "kekecewaannya" pada
Golkar. Pihak NW tampaknya merasa Golkar kurang percaya kepada
mereka. Bukti: wakil NW sedikit dalam kepengurusan Golkar di
tingkat komisaris sampai DPD I. Dipersoalkan juga bantuan
pemerintah pusat buat NW sebesar Rp 50 juta yang, menurut
mereka, tidak pernah datang. Soal batalnya pencalonan
Wiresantane sebagai Bupati Lombok Timur disebut-sebut pula.
Hubungan Golkar dengan NW praktis patah akhir April lalu. Dalam
minggu tenang menjelang pemilu lalu beberapa anggota NW yang
duduk sebagai anggota DPRD I dan II di NTB di-recall. Sekitar
160 guru agama di Lombok Timur yang berasal dari NW kabarnya
kini juga akan dipindah. Sedang bantuan alat laboratorium
seharga Rp 12,5 juta yang telah diberikan April lalu pada SMA NW
Pancor ditarik kembali.
Tanpa dukungan NW ternyata GolIcar tetap menang mutlak dalam
Pemilu 1982 di NTB. Walau Wiresantane kabarnya mengirim surat
kepada Presiden mengadukan persoalannya, tampaknya nasib yang
akan dialaminya jelas sudah. Keputusan Presiden sendiri hingga
awal pekan ini belum turun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini