Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Membangkit kapal terendam

Penyerahan berkas perkara penyelewengan jual beli tampomas II pada pengadilan negeri jakarta pusat, 4 orang tertuduh akan diajukan ke sidang pengadilan oleh kejaksaan. (nas)

7 Agustus 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR dua tahun sudah kapal Tampomas II tenggelam di dasar laut bersama lebih 600 penumpangnya. Tapi perkaranya nampaknya masih di permukaan. Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat 17 Juli lalu melimpahkan berkas perkara "penyelewengan jual-beli "Tampomas II" pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Menurut Jaksa Agung Ismail Saleh dua pekan lalu, ada empat berkas perkara menyangkut empat tertuduh yang diserahkan Direktur Utama PT PANN Nuzwari Chatab, Direktur Pembelian PT PANN J. Mandagi, Direktur Utama Komodo Marine Santoso Sumarli alias Lie Kian Liong, dan Kepala Perwakilan Komodo Marine di Jakarta Gregorius Hendra. Dalam jual-beli Tampomas II itu, PT PANN (Pengembangan Armada Niaga Nasional) adalah yang membeli, sedang Komodo Marine yang menjual. Menurut Ismail Saleh, sejauh ini baru empat orang tersebut yang dianggap cukup kuat untuk diajukan ke pengadilan. "Tapi bukan mustahil nanti ada orang lain yang disidangkan lagi," ujarnya. Menurut rencana, 26 orang termasuk Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut J.E. Habibie akan diajukan sebagai saksi dalam perkara tersebut. Ada tiga segi yang diteliti menyangkut tenggelamnya Tampomas II. Penyebab tenggelamnya kapal ini ditangani oleh Mahkamah Pelayaran yang Juni 1981 telah menjatuhkan keputusannya. Yang bertalian dengan keuangan diperiksa oleh Badan Pemeriksaan Keuangan dan hasilnya sudah diserahkan kepada kejaksaan, sedang aspek yuridis diusut oleh Kejaksaan Agung. Lika-liku pembelian Tampomas II selama ini memang belum jelas benar. Kapal berbobot 2.500 ton ini Mei 1971 selesai dibangun oleh perusahaan Mitsubishi Heavy Industries di Shimonoseki, Jepang. Kapal ini kemudian dibeli oleh Arimura Sangyo, Okinawa, yang menggunakannya sebagai car-ferry (feri pengangkut mobil) dengan nama Central VI. Dengan nama Emerald, kapal berukuran panjang 128,595 dan lebar 22 meter ini kemudian dijual pada Hayashi Marine, suatu perusahaan broker Jepang, yang kemudian mengoperkannya pada Komodo Marine. Tanggal 2 3 Februari 1980, ditanda tangani Memorandum of Agreement pembelian kapal tersebut seharga US$ 8,3 juta antara PT PANN dan Komodo Marine. Pengusutan Tim Peneliti Kasus Tampomas II Kejaksaan Agung mengungkapkan, tatkala diserahkan ternyata kapal ini tidak sesuai dengan perjanjian. Misalnya: kapal seharusnya dikelaskan NK dengan notasi Passenger & Car Ferry. Selain itu banyak kekurangan lain. Misalnya tak dipasang pesawat TV dan SSB. Juga life jacket l:ak diganti dan alat pemadam kebakaran portable tak disertakan. PT PANN juga dianggap tidak mengindahkan beberapa persyaratan yang telah ditentukan Dirjen Perla: sebelum diserahkan kapal harus diperiksa lebih dahulu oleh Inspektur Pemerintah RI. Namun ternyata kapal telah diserahkan sebelum Inspektur Pemerintah selesai melakukan pemeriksaan. Kondisi teknis kapal juga tidak sesuai dengan data. Terdapat sekitar 25 kekurangan, misalnya: tangga monyet untuk sekoci penolong, alat apung dengan kapasitas 200 orang, pemadam api tipe Froth belum pernah dicoba dan kamar penumpang belum dilengkapi fire detector. Walau terdapat bermacam kekurangan tersebut, PT PANN ternyata tidak membatalkan pembelian kapal. Perusahaan itu malah menandatangani Protocol of Delivery (berita acara penyerahan) pada 21 Mei 1980. Di sana antara lain disebutkan bahwa kapal diserahkan "dalam keadaan baik, sesuai dengan persyaratan memorandum pembelian tertanggal 23 Februari". Pembelian Great Emerald itu dibiayai pemerintah. Dana diperoleh dari pinjaman Bank Dunia US$ 5,8 juta, serta hibah pemerintah Norwegia US$ 2,5 juta. Berdasar ini Nuzwari Chatab dan J. Mandagi -- yang menandatangani berita acara penyerahan -- dituduh telah merugikan keuangan negara. Mereka dituduh menerima penyerahan kapal yang tidak sesuai dengan perjanjian jual beli. UNTUK notasi lclas NK Passenger & Vehicle Ferry Komodo Marine telah menerima US$350.000. Namun ternyata perusahaan ini hanya meminta notasi kelas NK Vehicle Ferry yang hanya memakan biaya US$ 150.000. Selain itu PT Pelni harus mengeluarkan hampir Rp 8 juta untuk melengkapi perlengkapan yang seharusnya menjadi tanggung jawab Komodo Marine. Berdasar hal-hal tersebut keempat terdakwa dituduh secara primer: memperkaya diri atau korupsi dan pemalsuan. Mereka dituntut berdasar UU No. 3/1971 tentang Tindak Pidana Korupsi yang diancam dengan hukuman maksimal seumur hidup. Persidangan Nuzwari Chatab akan dimulai 9 Agustus. Majelis hakim akan diketuai Soedijono, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.Pembela Nuzwari adalah Azwari Karim. Sedang George Hendra akan diadili mulai Rabu 11 Agustus dengan Hakim Ketua Kustrini. Ia akan dibela oleh pembela kawakan yang juga Ketua Peradin Harjono Tjitrosubono, yang sekaligus akan membela Santoso Sumarli pula. Banyak yang menunggu hasil persidangan ini. Musibah Tampomas II adalah kecelakaan laut terbesar di Indonesia selama ini. Bahwa Kejaksaan Agung merasa yakin melakukan penuntutan, merupakan peristiwa menarik. Sebab Menteri Rusmin Nuryadin sendiri dalam penjelasannya di DPR tahun lalu menegaskan: tidak ada manipulasi dalam pembelian Tampomas II. Mungkin karena itu para tertuduh tampaknya siap menghadapi sidang pengadilan. Nuzwari Chatab dan Mandagi sehari-hari terus bertugas di kantol PT PANN yang terletak di Gedung Granada. Dan di rumahnya di Menteng Dalam, Jakarta, George Hendra tampak tenang. Walau kelihatan tambah kurus, pria kelahiran Ternate, berusia 39 tahun ini tampak segar. "Saya yakin saya tidak bersalah. Yang dapat saya lakukan kini hanya berdoa," katanya. Sekretaris Ditjen Perla J.E. Habibie, yang pernah didesas-desuskan akan dituntut, tapi kali ini ternyata jadi saksi, mengomentari sidang ini dengan bahasa ibarat: "Batu dadu sudah kita lemparkan. Marilah kita tunggu dalam kabar." Kabar yang baru barulah tentang nasib Direktur Utama PT Pelni, Husseyn Umar. Ia kabarnya akan diganti dari jabatannya pekan ini. Penggantinya adalah Moh. Hasjim Harunsjah yang kini menjabat Direktur Keagenan dan Terminal PT Djakarta Lloyd. Penggantian menjelang sidang ini disesalkan anggota DPR dari F-KP Sugiharso. Sebab, katanya, itu berarti Husseyn Umar akan jadi saksi tidak lagi dalam posisi Dir-Ut. "Padahal negosiasi pembelian Tampomas II dan tenggelamnya kapal itu terjadi tatkala ia menjadi Dir-Ut Pelni, sehingga dia bertanggungjawab secara operasional," kata Sugiharso. Itu tak berarti, hanya dia yang bertanggungjawab atas seluruh tragedi bulan Januari 1981 itu. Siapa tahu peradilannya nanti akan mengungkapkan banyak hal yang memperjelas perkara. Siapa tahu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus