SRI Yulianti masih mengantuk. Dan capek. Mengenakan rok putih
berenda, Yanti yang berwajah oval itu berusaha banyak senyum. Ia
Minggu malam lalu baru saja tiba dari Lima, ibukota Peru setelah
tiga minggu lebih mengikuti lomba dara ayu sejagad Miss Universe
ke-31. Tahun ini pemenangnya Karen Dianne Baldwin, 18 tahun,
dari Kanada -- menyisihkan 77 peserta lainnya.
Meskipun Yanti tidak mendapat nomor, ia beruntung potretnya
disiarkan secara luas. Bertepatan dengan final kontes tersebut,
26 Juli lalu, ia merayakan ulang tahunnya yang ke-19. Sebuah
foto yang disiarkan AP melukiskan Yanti merayakan ulang tahun
tersebut diapit Odette Scrooby (Afrika Selatan) dan Nadya
Satacruz (Columbia).
Foto yang juga dimuat surat-surat kabar ibukota itu tentu cukup
mengagetkan kalangan yang selama ini tidak setuju dengan
penyelenggaraan lomba kecantikan, termasuk ikut-sertanya wakil
Indonesia ke kontes-kontes semacam itu di luar negeri. Itulah
sebabnya, tahun lalu penilaian terhadap sekitar 15 calon di
Indonesia dilakukan secara tertutup. Tidak jelas bagaimana 15
calon itu dipilih dan bagaimana prosesnya.
Setelah Yanti terpilih, ia dikatakan masih "diamat-amati"
perilakunya sehari-hari selama enam bulan oleh lima juri. Tiga
bulan sebelum berangkat, ia sudah dipersiapkan. Setelah semuanya
siap berangkatlah Yanti, tanpa pengawal, ke Lima membawa delapan
kopor pakaian.
Yanti yang berdarah Manado kelahiran Surabaya memang menarik.
Tingginya 164 cm, beratnya 52 kg. Ia baru saja tamat SLTA
jurusan IPS. Sekalipun hobinya menari (disco) dan main bowling
cita-citanya cukup muluk: jadi ahli ilmu politik. Sayang ia
gagal dalam testing perintis belum lama ini.
Kini ia gagal di tempat lain, di lomba kecantikan. Dengan
sedikit kerepotan: Ketika pulang ada sebagian kopornya yang
ketinggalan di Peru. Konon hal itu lantaran biayanya kurang.
Padahal untuk memberangkatkan Yanti sudah terkumpul dana tak
kurang dari Rp 20 juta.
Uang itu dikumpulkan bersama oleh Nyonya Wisje (ibu Yanti),
Direktris CV Aries 1828 Andi Nurhayati dan Helena Rashid. Andi
Nurhayati, 36 tahun, yang sejak lama dikenal banyak bergerak di
bidang bisnis kontes-kontes kecantikan, dua tahun lalu ditunjuk
sebagai Perwakilan Penyelenggara Miss Universe yang pusatnya di
New York.
Adapun Helena Rashid, 49 tahun, yang jadi ketua tim juri
pemilihan calon-calon Miss Universe dari Indonesia, juga dikenal
sebagai ketua Ikatan Ahli Penata Rambut Indonesia "Tiara
Kusuma".
Baik Andi Nurhayati maupun Helena Rashid agaknya tidak begitu
risau dengan adanya pelarangan terhadap kegiatan miss-miss-an.
Bisa dimaklum, sebab selama ini memang tidak ada larangan secara
resmi. "Saya sendiri minta agar pemerintah bersikap tegas. Kalau
memang dilarang hendaknya ada larangan resmi. Kalau tidak,
tentunya direstui," kata Helena Rashid.
Pro dan kontra terhadap penyelenggaraan kontes kecantikan sudah
muncul bersamaan dengan adanya kegiatan lomba-lomba tersebut.
Pada akhir 1975, sebutan Miss Indonesia atau Ratu Indonesia
diganti dengan Putri Indonesia -- barangkali untuk tidak terlalu
mempertajam sikap pro dan kontra tersebut.
Tapi sejak itu suara-suara yang tidak setuju ternyata bukannya
makin reda. Karena suara keras dari pihak pemerintah, terutama
Menteri P & K Doed Joesoef, kegiatan pemilihan tidak leluasa
lagi. Urusan wanita cantik memang suka merepotkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini