Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kata Mahfud Md, Jusuf Kalla, dan Alissa Wahid Soal Lebih 30 Kilometer Pagar Laut Tangerang

Pagar laut Tangerang sepanjang 30,16 kilometer masih menjadi sorotan publik. Apa kata Mahfud Md, Jusuf Kalla, hingga Alissa Wahid?

30 Januari 2025 | 19.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkoplhukam) Mahfud MD saat menghadiri forum Polgovdays 2024 di Fisipol UGM Yogyakarta Minggu 10 November 2024. Tempo/Pribadi Wicakson

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pagar laut Tangerang sepanjang 30,16 kilometer masih menjadi sorotan publik karena legalitasnya. Pagar laut tersebut diketahui dimiliki oleh perusahaan PT Intan Agung Makmur yang memiliki sertifikat hak guna bangunan atau HGB sebanyak 234 bidang, dan PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya dimiliki dua perusahaan, sertifikat itu juga dimiliki perorangan, yakni sebanyak sembilan bidang dan Surat Hak Milik (SHM) sebanyak 17 bidang. Secara total, jumlah pagar laut di Tangerang memiliki sertifikat HGB hingga 263 bidang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pakar hukum tata negara yang juga mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, mengusulkan agar pemerintah membuat satuan tugas atau satgas pencari fakta untuk menuntaskan kasus pagar laut tersebut. 

“Saya usul bentuk satgas lah ya, ada semacam satgas untuk mempercepat soal ini, tapi nanti pada proses hukumnya tetap melalui aparat penegak hukum yang legal, tapi untuk menggali ini bisa satgas yang nanti memberi kesimpulan awal kepada penegak hukum,” kata dia dalam siniar Terus Terang Mahfud MD di kanal YouTube miliknya Mahfud MD Official, dikutip Kamis, 23 Januari 2025.

Dia menjelaskan, satgas bisa dibentuk oleh Kementerian Koordinator (Kemenko) atau lewat Keputusan Presiden (Keppres) jika perlu. Sebab menurut dia, kasus ini merupakan persoalan serius dan jika menteri-menteri terus saling lempar tanggung jawab, maka Presiden bisa turun tangan membentuk satgas untuk mencari fakta. Satgas tersebut, kata Mahfud harus diberikan target, sebagaimana tim pencari fakta yang biasa dibentuk oleh pemerintah.

Menurut dia, pengungkapan kasus ini sebenarnya makin mudah. Asalkan, memang ada komitmen sungguh-sungguh untuk mengungkap dan menyelesaikan kasus ini secara hukum. Pasalnya, sudah ada fakta-fakta yang terungkap belakangan, sehingga hanya butuh pembuktian yang tak sulit dilakukan.

“Gampang sebenarnya. Pendirian sebuah PT, akuisisinya dan sebagainya itu kan sudah terdaftar di Kemenkumham. Siapa yang melakukan, tanggal berapa, yang menandatangani siapa, pemegang saham siapa saja, di Dirjen Administrasi Hukum Umum, itu gampang kok,” ujar Mahfud.

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga angkat bicara terkait polemik pagar laut Tangerang. JK menilai kasus pagar laut tersebut sudah kelewatan karena pagar laut sepanjang 30,16 kilometer tersebut berhasil dipasang tanpa diketahui otoritas yang berwenang. 

"Tiga puluh kilometer tidak ada yang tahu siapa, ini kelewatan," ujar JK saat ditemui di Gedung Pimpinan Pusat DMI, Jakarta Timur, Senin, 27 Januari 2025.

JK mengatakan bahwa aparat kepolisian selama ini telah terbukti kompeten dalam mengungkap berbagai kasus. Namun, ia merasa heran jika kali ini aparat tidak dapat mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut tersebut.

Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, meminta pemerintah mengusut tuntas permasalahan pagar laut yang saat ini tengah ramai diperbincangkan.

"Pertama itu jelas (pemerintah) harus mengkaji ulang sebetulnya pagar laut ini duduk perkara ini bagaimana," kata Alissa saat menggelar jumpa pers bersama Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Jakarta Pusat, Selasa, 28 Januari 2025 dilansir dari Antara. 

Menurut putri mantan Presiden Gus Dur ini, permasalahan pagar laut merupakan bukti terjadinya pelanggaran hukum yang dilakukan pihak-pihak tertentu, termasuk pemerintah. Hal tersebut, kata dia, terlihat dari adanya unsur pembiaran dari pemerintah daerah kepada pihak-pihak tertentu untuk memasangkan pagar laut demi kepentingan korporasi.

Kondisi itu, lanjut Alissa, mempertegas adanya unsur koruptif yang dilakukan oknum pemerintah dalam upaya menerbitkan izin pemasangan pagar tersebut. "Ketika penyelenggaraan negara setempat itu ternyata tidak peka tidak awas terhadap situasi Itu bahkan diam-diam membiarkan itu menimbulkan pertanyaan besar gitu," kata dia.

Alissa pun berharap pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk memastikan bahwa laut tersebut bukanlah disediakan untuk korporasi melainkan untuk masyarakat Indonesia. "Segera mengambil langkah untuk meluruskan kalau misalkan itu wilayah (laut) bukan dikavling," katanya.

Annisa Febiola dan M. Rizki Yusrial berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus