SALAH seorang panelis dalam diskusi tersebut ialah Oejeng
Suwargana yang banyak berbicara masalah alat permainan di KB-KB.
Dia menayangkan, kenapa alat-alat permainan yang disediakan
"tidak fungsional." Maksudnya tinggal penyet dan alat itu yang
kemudian bermain -- bukannya si anak. Menurut Dr. Singgih
Gunarsa, itu sangat merugikan bagi perkembangan anak. Sebab
"anak tidak dididik menghadapi kesulitan dan memecahkannya."
Alat-alat permainan otomatis hanya mendorong anak bersikap
konsumtif. Apabila keingintahuannya sedikit saja diumbar,
misalnya dia ingin tahu kenapa mobil-mobilan itu bisa berjalan,
yang bisa dilakukan adalah merusak. Tentu saja, dari mana dia
tahu soal permontiran?
Bagi Oejeng, alat permainan yang baik bisa disediakan sendiri,
pun ongkosnya bisa murah sekali. Contohnya kotak-kotak korek
api, atau sisa-sisa potongan kayu di tempat tukang kayu. sisa
dibuat permainan macam-macam tergantung inisiatif para pengasuh
KB.
Adanya pengaruh alat-alat permainan terhadap perkembangan anak
tak diragukan lagi. Di Jerman Barat bahkan ada gerakan
guru-guru, orangtua dan ahli psikologi melarang mainan anak-anak
yang berupa senjata pistol-pistolan, senapan-senapan atau
granat-granatan. Mainan jenis itu hanyalah mendorong anak
berbuat kekerasan kata mereka. Tahun 1976 Vatikan menyerukan
agar penyebaran mainan senjata distop. "Adalah lucu, kalau kita
mencegah timbulnya kejahatan sex, sementara itu meningkatkan
produksi mainan senjata," kata Radio Vatikan.
Di Indonesia memang belum ada penelitian, apakah kekerasan yang
meningkat di sini salah satu penyebabnya adalah mainan senjata
itu. Juga belum pernah diteliti, sejauh mana perbedaan
perkembangan anak-anak di desa yang hanya bermain dengan kulit
jeruk atau blulug (buah kelapa yang batal menjadi kelapa),
dengan anak-anak kota yang di rumahnya memiliki segudang
mobil-mobilan, pesawat-pesawatan terbang yang tinggal penyet
lalu berputar-putar, sampai robot-robotan.
Cuma, kayaknya memang sangat berguna alat-alat permainan yang
bisa "dicopot-dibongkar-dipasang, untuk disusun, dibentuk,
sesuai dengan ketrampilan dan fantasi anak-anak," kata pak
Kasur. Biar tidak hanya terangsang menerima dan melihat saja,
tapi juga berbuat -- yang tidak merusak, tentunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini