Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah kelompok masyarakat melakukan kampanye bahaya rokok dengan tajuk Save Our Surroundings atau gerakan SOS di saat pelaksanaan car free day di Jakarta, Ahad, 2 Juni 2024. Aksi ini dilatarbelakangani keprihatinan terhadap meningkatnya jumlah perokok di Tanah Air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kampanya behaya rokok ini dilakukan Indonesian Youth Council For Tactical Changes (IYCTC) bersama Komnas Pengendalian Tembakau, Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI), Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Forum Warga Kota (FAKTA), Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Ebdesk dan Yayasan Lentera Anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program Manager IYCTC, Ni Made Shellasih mengatakan acara diikuti sekitar 200 peserta dari berbagai elemen, baik mahasiswa hingga masyarakat yang peduli dengan bahaya rokok. Kegiatan itu juga salah satu bentuk memperingati hari bebas tembakau yang jatuh pada 31 Mei 2024.
"SOS ini adalah sebuah pertanda dari masyarakat sipil. Bahwa kami harus saling jaga. Kami belum melihat upaya pemerintah membuat regulasi yang peduli terhadap anak maupun masyarakat yang rentan dampak rokok," kata Shella ditemui di Taman Dukuh Atas, Kuningan, Jakarta pada Ahad, 2 Juni 2024.
Shella mengatakan kegiatan diawali dengan long march dari Taman Dukuh Atas menuju Bundaran HI. Kemudian, peserta meniup peluit simbolis membunyikan tanda bahaya bahwa kondisi di Indonesia memang sudah darurat asap rokok. Baru kembali ke Taman Dukuh Atas lagi, di sana pengunjung CFD bisa menikmati hiburan dan melakukan pengecekan kesehatan gratis di tempat yang sudah tersedia. Ada pengecekan gula darah hingga pengecekan kandungan karbon monoksida atau kondisi paru-paru.
Shella juga menyoroti sikap pemerintah yang diklaim abai mengenai bahaya rokok. "Terbukti dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan turunan dari Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 belum disahkan," ujarnya.
Pemerintah saat ini tengah menyusun RPP Kesehatan dan terakhir tahapannya masih di Kementerian Hukum dan HAM. RPP itu membahas sejumlah pasal mengatur industri hasil tembakau (IHT) produk rokok seperti jumlah kemasan, gambar peringatan kesehatan, pembatasan kandungan tar dan nikotin, pelarangan bahan tambahan, pelarangan iklan dan pemajangan produk. Saat ini di Indonesia iklan dan pemajangan produk masih dilakukan.
Shella mengatakan pihaknya sudah mencoba mengadvokasi untuk segera menyelesaikan RPP Kesehatan tersebut. Namun hingga saat ini belum ada tindak lanjut. "Maka kami perlu mengingatkan satu sama lain untuk bisa Save Our Surroundings lindungi diri hingga masa depan," ujarnya.
Dia mengatakan rokok tidak hanya berdampak penyakit pada orang yang hidup di masa ini. Namun juga di masa depan.
"Selain itu dibuktikan juga perokok anak setiap tahunnya meningkat. Kebijakan iklan dan promosi masih sangat masif," ujarnya.
Selain mengkritik pemerintah yang tidak segera mengesahkan RPP Kesehatan, Shella juga menyoroti penghilangan pasal tentang zat adiktif dalam Undang-Undang Kesehatan. "Ada ayat yang hilang termasuk di antaranya adalah yang mengatur tentang zat adiktif di dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009," ucapnya.
Menurutnya pemerintah saat ini lebih membela industri tembakau dibanding masyarakatnya sendiri.