Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Kembali Ke Sinila

Penduduk lembah sinila, dieng yang kena gas beracun & ditransmigrasikan di baturaja, sumatera selatan, kini mulai kembali ke kampung asalnya lagi, walaupun gas beracun sewaktu-waktu dapat muncul kembali.(ds)

19 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUSAT Produksi Film Negara (PPFN) dalam waktu dekat ini akan mengedarkan film Lembah Maut Sinila. Film itu melukiskan keganasan gas beracun yang awal 1979 lalu merenggut 149 jiwa di lereng Sinila dataran tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Tapi di Sinila sendiri sekarang orang tak lagi takut mati lemas terhirup gas beracun yang dikhawatirkan muncul setiap saat. Beberapa desa yang dulu dikosongkan dan penghuninya ditransmigrasikan ke Baturaja (Sumatera Selatan), kini mulai ramai kembali sejak penduduk yang telah dipindahkan itu kembali ke kampung kelahiran mereka. Desa Simbar dan Serang misalnya, kini dihuni 90 KK (500 jiwa). Mereka mendobrak tanggul larangan dan menggulung kawat berduri yang menjadi batas daerah berbahaya. Ladang yang pernah menyemburkan gas beracun kini mereka olah lagi. Browi, seorang staf Kecamatan latur, sudah berkali-kali memperingatkan penduduk bahwa gas beracun sewaktu-waktu dapat muncul kembali. Tapi penduduk malah mengejek Browi. Akibatnya banyak petugas di sana merasa tidak lagi berwibawa. Penduduk sendiri yakin, dalam beberapa tahun mendatang mereka tak perlu khawatir bakal menghadapi bahaya seperti tahun lalu. Menurut catatan, gas beracun itu muncul di tahun 1928, 1939, 1959 dan 1979. Rata-rata 10 tahun sekali. Jadi, begitu keyakinan mereka, kalaupun baginya akan datang paling cepat 10 tahun lagi. Dan karena tanah di desa asal mereka memang subur, terutama buat menaman tembakau, cukup alasan bagi para transmigran untuk kembali pulang. Biasa di daerah sejuk, para transmigran juga merasa tidak betah tinggal di daerah Baturaja yang berhawa panas. Apalagi sejak di sana banyak di antara mereka yang mengidap penyakit kulit dan malaria. "Jangankan mencari obat, berbelanja ke Baturaja saja menghabiskan Rp 800 untuk kendaraan," tutur Mukisan, 25 tahun, asal Desa Kepucukan. Pjs Bupati -- Banjarnegara Soewadji tak punya resep buat menahan mereka. "Dan itu kan hak mereka," tambah Gubernur Jawa Tengah Soepardjo Roestam, "pemerintah memang tak bisa memaksakan orang tinggal di tempat yang menurut mereka tidak cocok buat hidup." Soepardjo juga mengaku pengiriman mereka ke Baturaja dulu terburu-buru. Penerimaan mereka di sana ternyata juga kurang baik. Lebih dari itu ada godaan lain yang menggelitik. Seperti diungkapkan Gubernur: "Mereka takut kalau tanah mereka di Sinila digarap orang lain." Tapi menurut Soepardjo mereka akan ditransmigrasikan kembali. Kini sedang dicari daerah yang cocok. Di Sumatera Utara juga ada kasus yang hampir sama. Transmigran lokal di Desa Sitonong Bangun, Tapanuli Tengah, hanya sehari tinggal di pemukiman baru itu. Selebihnya mereka kembali ke Desa Sitonong, 43 km dari Sitonong Bangun, untuk kembali menyadap karet. Sejak 1« tahun lalu tinggal di pemukiman Sitonong Bangun, 100 KK itu tak mampu bertani. Sehingga karena mereka bukan petani maka areal sawah yang disediakan (tapi belum siap), sampai kini masih terbengkelai. Batang-batang pohon besar masih bergelimpangan di sawah (TEMPO, 28 Oktober 1979). Gubernur Sumatera Utara EWP Tambunan malah menyalahkan Pemda Tapanuli Tengah yang mau menerima proyek pemukiman pemerintah pusat hanya dengan biaya Rp 69 juta itu. "Mana saya mau meresmikan proyek brengsek begitu," kata Tambunan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus