MENCARI CINTA
Sutradara/skenario: Bobby Sandi
Juru Kamera/editor: T. Suryadi
Produksi: PT Isae Film & Garuda Film.
ARJUNA berpacaran dengan Setyowati. Tapi dia lalu jatuh cinta
pada Anggraeni (pacar Palgunadi). Palgunadi jadi penasaran.
Sementara itu, Arimbi -- yang sejak lama diincar Kreshna --
dipacari juga oleh Arjuna. Tentu saja Kreshna pun uring-uringan.
Ingin membalas dendam, Palgunadi diam-diam memacari Putri, adik
Arjuna. Lantas meninggalkannya. Mengetahui itu jiwa Arjuna jadi
terganggu: jangan-jangan Putri dihamili Palgunadi.
Kecemasan itu membuat Arjuna "insyaf". Dia ingin berhenti
bertualang. Hubungan dengan ketiga cewek itu segera
diputuskannya. Tapi Setyowan, Arimbi dan Anggraeni emoh
berpisah. Pada saat yang gawat, ketiganya datang serentak ke
rumah Arjuna, meminta tetap dicintai. Tapi Arjuna sudah punya
pacar baru lagi dan betul-betul mencintai Pergiwati, sekretaris
Papinya. Ternyata Pergiwati juga pacar Papinya.
Memergoki Pergiwati tengah bercumbu dengan Papinya di kantor,
seketika jiwa Arjuna meradang. Dan dengan hati yang hancur, dia
meninggalkan tempat terkutuk itu ....
Dilarang Wayang
Izin produksi film yang diangkat dari novel Arjuna Mencari Cinta
yang oleh Yayasan Buku Utama P&K diberi penghargaan sebagai
novel terbaik 1977 (TEMPO, 7 Oktober 1978) itu semula tak
diberikan. Deppen tidak setuju pemakaian nama wayang bagi tokoh
ceritanya -- suatu hal yang aneh dan lucu. Tapi kemudian, izin
diberikannya juga, dengan syarat nama wayang tak boleh dipakai.
Pun untuk judul dilarangnya. Sehingga judul filmnya menjadi
Mencari Cinta, tanpa Arjuna. Apa boleh buat.
Menghabiskan 142 ken dan memakan biaya Rp 95 juta dengan 66
shooting days, film itu kini sudah siap beredar dengan berbagai
kekurangan dan kelebihan. Meskipun sutradaranya telah mencoba
untuk setia pada novel, berbagai keterbatasan akhirnya terjadi.
Dan beberapa bagian dalam novel tak muncul di layar.
Tapi beberapa bagian pengganti/tambahan sempat muncul dan agak
mengejutkan. Ada beberapa dialog baru yang segar yang diambil
dari khasanah bahasa para remaja. Di sana muncul juga humor baru
yang hadir dari pengadeganan dan kekuatan gambar -- yang pada
novelnya tak begitu terasa. Itulah memang kelebihan media film.
Bobby Sandi (30-an tahun), sutradaranya (lihat box) mengaku
tidak mendekati novel itu sebagai karikatur. Akibatnya watak
keduanya menjadi berbeda. Film itu hampir hanya menjadi film
percintaan para remaja sebagaimana yang banyak diproduksi
akhir-akhir ini. Memang ia menjadi manis, tapi agak cengeng.
Tak semua adegan-adegan tambahan terangkat dengan baik.
Misalnya, flash back yang dimaksud sutradara untuk menggambarkan
betapa mendalamnya sudah percintaan antara Arjuna (Herman
Felani) dan sekretaris Pergiwati (Anna Tairas). Selain terlalu
panjang -- hanya agar lagu tema selesai dinyanyikan -- juga
tidak efektif, walaupun penting sebagai transisi menjelang
klimaks cerlta.
Akhir cerita juga terasa berkepanjangan. Akan lebih baik kalau
film itu berakhir pada waktu Arjuna -- setelah memergoki Papinya
berciuman dengan sekretarisnya dan berlari cukup lama --
berhenti di gardu polisi lalulintas dan menghela napas setop.
Tak perlu terdengar kembali ucapan-ucapan bekas pacar, ketiga
cewek dan gurunya yang berpetuah.
Adegan ketika ketiga cewek tadi, yaitu Setyowati (Dian Tanjung),
Arimbi (Ita Mustafa) dan Anggraeni (Lidya Kandouw) datang
berbareng ke rumah Arjuna terasa janggal. Adegan itu sangat
karikatural, namun Sandi terpaksa memasukkannya. Sedang dia
sendiri ingin menjauhi karikatur tadi yang memang tercermin
dalam novel.
Lagu Untuk Sebuah Nama (Ebiet G. Ade) yang pernah menjadi hit,
sebagai lagu tema -- menggantikan lagu The Beatles yang
disarankan novel -- memang sesuai dengan sikap sutradara. Tapi
toh lagu pilihannya itu terasa hanya sebagai tempelan saja.
Dalam film ada tokoh guru yang siap dengan petuah-petuah. Dalam
novelnya hal semacam itu tak mungkin dijumpai. Namun Kaharuddin
Syah yang memainkan peran tersebut bermain baik dan simpatik --
betapa pun petuahnya menjengkelkan. Apalagi ketika tiba-tiba
nyelonong gambar para "pemuda harapan bangsa" yang berbaris
dengan gagah dalam sebuah upacara bendera. Wah.
Repot memang kalau segala upaya kreatif harus dibebani "pesan
sponsor". Dan sebuah novel memang tak mungkin bisa difilmkan
secara utuh. Tapi secara keseluruhan film ini memberi kesegaran.
Para pendukungnya yang relatif masih baru, di tangan Sandi
ternyata bisa bermain dengan agak lancar. Di antara para remaja
itu, Arie Kusmiran (Putri, adik Arjuna) bermain sebagai yang
paling wajar. Herman Felani sendiri, sebagai Arjuna, nampak
terlalu halus. Kurang greget.
Yudhistira ANM Massardi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini