Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Arjuna kehilangan arjuna

Sutradara: bobby sandi editor: t. suryadi produksi: pt isai film & garuda film resensi oleh: yudhistira anm massardi. (fl)

19 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENCARI CINTA Sutradara/skenario: Bobby Sandi Juru Kamera/editor: T. Suryadi Produksi: PT Isae Film & Garuda Film. ARJUNA berpacaran dengan Setyowati. Tapi dia lalu jatuh cinta pada Anggraeni (pacar Palgunadi). Palgunadi jadi penasaran. Sementara itu, Arimbi -- yang sejak lama diincar Kreshna -- dipacari juga oleh Arjuna. Tentu saja Kreshna pun uring-uringan. Ingin membalas dendam, Palgunadi diam-diam memacari Putri, adik Arjuna. Lantas meninggalkannya. Mengetahui itu jiwa Arjuna jadi terganggu: jangan-jangan Putri dihamili Palgunadi. Kecemasan itu membuat Arjuna "insyaf". Dia ingin berhenti bertualang. Hubungan dengan ketiga cewek itu segera diputuskannya. Tapi Setyowan, Arimbi dan Anggraeni emoh berpisah. Pada saat yang gawat, ketiganya datang serentak ke rumah Arjuna, meminta tetap dicintai. Tapi Arjuna sudah punya pacar baru lagi dan betul-betul mencintai Pergiwati, sekretaris Papinya. Ternyata Pergiwati juga pacar Papinya. Memergoki Pergiwati tengah bercumbu dengan Papinya di kantor, seketika jiwa Arjuna meradang. Dan dengan hati yang hancur, dia meninggalkan tempat terkutuk itu .... Dilarang Wayang Izin produksi film yang diangkat dari novel Arjuna Mencari Cinta yang oleh Yayasan Buku Utama P&K diberi penghargaan sebagai novel terbaik 1977 (TEMPO, 7 Oktober 1978) itu semula tak diberikan. Deppen tidak setuju pemakaian nama wayang bagi tokoh ceritanya -- suatu hal yang aneh dan lucu. Tapi kemudian, izin diberikannya juga, dengan syarat nama wayang tak boleh dipakai. Pun untuk judul dilarangnya. Sehingga judul filmnya menjadi Mencari Cinta, tanpa Arjuna. Apa boleh buat. Menghabiskan 142 ken dan memakan biaya Rp 95 juta dengan 66 shooting days, film itu kini sudah siap beredar dengan berbagai kekurangan dan kelebihan. Meskipun sutradaranya telah mencoba untuk setia pada novel, berbagai keterbatasan akhirnya terjadi. Dan beberapa bagian dalam novel tak muncul di layar. Tapi beberapa bagian pengganti/tambahan sempat muncul dan agak mengejutkan. Ada beberapa dialog baru yang segar yang diambil dari khasanah bahasa para remaja. Di sana muncul juga humor baru yang hadir dari pengadeganan dan kekuatan gambar -- yang pada novelnya tak begitu terasa. Itulah memang kelebihan media film. Bobby Sandi (30-an tahun), sutradaranya (lihat box) mengaku tidak mendekati novel itu sebagai karikatur. Akibatnya watak keduanya menjadi berbeda. Film itu hampir hanya menjadi film percintaan para remaja sebagaimana yang banyak diproduksi akhir-akhir ini. Memang ia menjadi manis, tapi agak cengeng. Tak semua adegan-adegan tambahan terangkat dengan baik. Misalnya, flash back yang dimaksud sutradara untuk menggambarkan betapa mendalamnya sudah percintaan antara Arjuna (Herman Felani) dan sekretaris Pergiwati (Anna Tairas). Selain terlalu panjang -- hanya agar lagu tema selesai dinyanyikan -- juga tidak efektif, walaupun penting sebagai transisi menjelang klimaks cerlta. Akhir cerita juga terasa berkepanjangan. Akan lebih baik kalau film itu berakhir pada waktu Arjuna -- setelah memergoki Papinya berciuman dengan sekretarisnya dan berlari cukup lama -- berhenti di gardu polisi lalulintas dan menghela napas setop. Tak perlu terdengar kembali ucapan-ucapan bekas pacar, ketiga cewek dan gurunya yang berpetuah. Adegan ketika ketiga cewek tadi, yaitu Setyowati (Dian Tanjung), Arimbi (Ita Mustafa) dan Anggraeni (Lidya Kandouw) datang berbareng ke rumah Arjuna terasa janggal. Adegan itu sangat karikatural, namun Sandi terpaksa memasukkannya. Sedang dia sendiri ingin menjauhi karikatur tadi yang memang tercermin dalam novel. Lagu Untuk Sebuah Nama (Ebiet G. Ade) yang pernah menjadi hit, sebagai lagu tema -- menggantikan lagu The Beatles yang disarankan novel -- memang sesuai dengan sikap sutradara. Tapi toh lagu pilihannya itu terasa hanya sebagai tempelan saja. Dalam film ada tokoh guru yang siap dengan petuah-petuah. Dalam novelnya hal semacam itu tak mungkin dijumpai. Namun Kaharuddin Syah yang memainkan peran tersebut bermain baik dan simpatik -- betapa pun petuahnya menjengkelkan. Apalagi ketika tiba-tiba nyelonong gambar para "pemuda harapan bangsa" yang berbaris dengan gagah dalam sebuah upacara bendera. Wah. Repot memang kalau segala upaya kreatif harus dibebani "pesan sponsor". Dan sebuah novel memang tak mungkin bisa difilmkan secara utuh. Tapi secara keseluruhan film ini memberi kesegaran. Para pendukungnya yang relatif masih baru, di tangan Sandi ternyata bisa bermain dengan agak lancar. Di antara para remaja itu, Arie Kusmiran (Putri, adik Arjuna) bermain sebagai yang paling wajar. Herman Felani sendiri, sebagai Arjuna, nampak terlalu halus. Kurang greget. Yudhistira ANM Massardi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus