Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENTERI Agama (Menag) Nasaruddin Umar sedang menyusun Kurikulum Berbasis Cinta untuk pendidikan agama di sekolah. Untuk menyuarakan kurikulum cinta ini, Kementerian Agama (Kemenag) menggandeng Utusan Khusus Kepresidenan Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni Raffi Ahmad.
Kemenag menghadirkan Raffi dalam peluncuran program Kick Off Ngobrolin Pendidikan Islam (Ngopi) ‘Kurikulum Berbasis Cinta, Siapkan Generasi Emas!’ di Jakarta pada Rabu, 19 Maret 2025. “Kurikulum berbasis cinta yang kita dorong melalui acara ini bukan hanya sekadar konsep, tetapi harus menjadi bagian dari pembelajaran sehari-hari,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Suyitno di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Rabu, 19 Maret 2025, seperti dikutip dari Antara.
Acara yang dihadiri ratusan siswa madrasah itu dibuka oleh Wakil Menteri Agama Romo HR Muhammad Syafi’i, Najeela Shihab (Praktisi Pendidikan Indonesia), serta Nagita Slavina sebagai pembawa acara.
Suyitno menyebutkan acara tersebut menjadi momentum penting dalam memperkuat kolaborasi antara madrasah, tokoh pendidikan, dan generasi muda. “Dengan hadirnya tokoh publik yang dekat dengan anak muda, kami ingin memberikan inspirasi dan motivasi bagi siswa madrasah agar lebih percaya diri dan siap bersaing di tingkat nasional maupun global,” kata dia.
Dia menuturkan pendidikan Islam penting untuk terus adaptif terhadap perkembangan zaman. Madrasah, kata dia, harus menjadi pusat pendidikan unggulan yang tidak hanya menekankan aspek akademik, tetapi juga membangun karakter berbasis cinta, empati, dan spiritualitas.
Langkah Awal Dorong Inovasi Pendidikan Islam
Suyitno mengatakan Kick Off NGOPI ini menjadi langkah awal dalam mendorong inovasi pendidikan Islam yang lebih inklusif dan penuh kasih sayang di madrasah. Bukan hanya madrasah, NGOPI ini juga akan digelar di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, pondok pesantren, dan Lembaga Pendidikan Islam pada umumnya.
Dalam kesempatan itu, Raffi Ahmad menceritakan mengenai pengalaman sewaktu kecil yang banyak berteman dengan siswa madrasah. Ketika beranjak dewasa, teman-temannya tersebut telah menjadi orang sukses.
Dia mengatakan madrasah maupun pesantren bukanlah pendidikan kelas kedua, tapi menjadi pilihan terbaik dalam menciptakan siswa berakhlak mulia. “Madrasah telah melahirkan banyak lulusan yang sukses. Mereka tidak hanya dibekali ilmu akademik, tetapi juga nilai-nilai kehidupan yang berlandaskan cinta kepada Tuhan, sesama, lingkungan, dan ilmu pengetahuan,” tutur Raffi.
Menurut Raffi, unggul dalam akademik yang ditopang dengan kebaikan akhlak dan cinta terhadap alam semesta menjadi modal untuk menciptakan generasi unggul. “Ini adalah fondasi penting untuk menciptakan generasi unggul,” ujarnya.
Adapun Romo HR Muhammad Syafi’i menekankan kurikulum berbasis cinta bukan hanya konsep, tetapi juga pendekatan strategis untuk membangun karakter siswa madrasah agar lebih peduli, toleran, dan memiliki empati sosial.
“Ketika kita berbicara tentang cinta, kita berbicara tentang kemanusiaan, toleransi, dan tanggung jawab bersama. Kurikulum berbasis cinta akan mencetak generasi yang tidak hanya unggul dalam akademik, tetapi juga memiliki akhlak yang luhur,” kata dia.
Apa Itu Kurikulum Cinta?
Sementara itu, Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan sedang menyusun konsep pembelajaran yang dia namakan sebagai kurikulum cinta. Konsep pembelajaran ini, kata dia, akan membantu para peserta didik memahami pluralitas dalam beragama di Indonesia. “Kami menggagas apa yang disebut dengan kurikulum cinta,” kata dia usai pertemuan dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf di Gedung PBNU pada Selasa, 11 Maret 2025.
Nasaruddin mengatakan kurikulum cinta tersebut nantinya akan diajarkan langsung oleh guru-guru agama yang bertugas di seluruh sekolah. Para guru tersebut akan mengajarkan siswa-siswi menerima dan mencintai perbedaan yang ada, bukan malah menolak dan membenci perbedaan tersebut. “Bagaimana para guru agama itu mengajarkan cinta terhadap anak-anaknya, bukan mengajarkan perbedaan apalagi kebencian antara satu sama lain,” ucapnya.
Imam Besar Masjid Istiqlal itu menyebutkan kunjungannya ke kantor PBNU salah satunya juga berkaitan dengan pembahasan soal kurikulum cinta. Nasaruddin mengatakan dia meminta pandangan dari PBNU perihal rencana tersebut.
Nasaruddin juga akan membahas wacana penerapan kurikulum cinta ini dengan beberapa organisasi masyarakat (ormas) keagamaan lainnya, termasuk dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja Indonesia (PGI). “Iya, (kurikulum cinta) untuk semua agama. Semua ormas agama akan diajak berunding,” ujarnya saat dikonfirmasi Tempo tepat setelah pertemuan tersebut. Dia juga akan mengoordinasikan terkait rencana itu dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dia menegaskan moderasi dalam beragama harus terus diajarkan di Indonesia. Sebagai negara yang plural, dia menilai penting bagi masyarakat dapat menerima perbedaan yang ada, terutama soal perbedaan agama.
Sebelumnya, usai Sarasehan Asta Cita dalam Perspektif Ulama Nahdlatul Ulama di Jakarta, 4 Februari lalu, Nasaruddin menuturkan kurikulum cinta bertujuan menciptakan persepsi baru mengenai perbedaan ras, suku dan agama.
Menurut dia, kurikulum cinta hadir menciptakan rasa nasionalisme pada anak, dengan memberikan rasa cinta tanah air agar dapat menjadi warga negara Indonesia sejati. “Sehingga nanti pada saat dia dewasa, dia bisa lebih solid lagi,” ujar Menag.
Kurikulum cinta rencananya akan diterapkan untuk 42 ribu pondok pesantren dengan mempertimbangkan beberapa hal. Di antaranya menciptakan rasa nasionalisme, modernisasi agama, menjadikan kurung-kurung cinta untuk menenangkan perbedaan dan kebencian, serta lingkungan hidup.
Dia menilai saat ini strategi kebudayaan nasional Indonesia berada pada posisi hilang. Karena itu, kata Nasaruddin, adanya kurikulum cinta dapat menumbuhkan kembali kebudayaan di Indonesia. “Kalau kita enggak punya strategi kebudayaan masa depan yang lebih bagus, kita bisa kehilangan identitas. Padahal identitas itu penting,” tuturnya.
Dia mencontohkan Jepang dan Cina yang tetap mempertahankan kebudayaan nasional sebagai identitas. Nasaruddin meminta agar kearifan lokal tidak hilang seiring berkembangnya zaman modern. "Coba kita lihat Jepang, Cina, negara-negara berkembang, mereka tetap maju di atas peradaban kearifan lokalnya. Jadi jangan mengorbankan kearifan lokal untuk meraih kemodernan. Bangsa ini akan hilang,” kata dia.
Nasaruddin menganggap budaya Indonesia juga dapat mempengaruhi kondisi kehidupan beragama di Indonesia. Dia meminta agar jangan terdapat perbedaan antara agama dan kebudayaan lokal. “Tapi pada saat bersamaan, dia harus menjadi orang Indonesia 100 persen juga. Jadi jangan ada pemisahan, jangan ada pemilahan antara kearifan lokal dan budaya. Agama dan budaya lokal harus kawin-mawin. Melahirkan anak-anak Indonesia,” tutur Menag.
Vedro Imanuel Girsang, M. Raihan Muzzaki, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Sekolah Rakyat Rekrut Murid Mulai 1 April 2025. Siapa Bisa Masuk?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini