Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Menag Sebut Sedang Kaji Kurikulum Cinta untuk Pelajar

Kurikulum cinta rencananya akan diterapkan untuk 42 ribu pondok pesantren dengan mempertimbangkan beberapa hal.

5 Februari 2025 | 10.19 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Agama Nasaruddin Umar saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, 3 Februari 2025. Tempo/Rizki Yusrial

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama atau Menag Nasaruddin Umar mengatakan sedang mengkaji kurikulum cinta untuk pelajar. Kurikulum ini, kata dia, bertujuan untuk menciptakan persepsi baru mengenai perbedaan ras, suku dan agama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sekarang sedang dikaji mendalam ya. Jadi kita berharapkan anak-anak nanti akan lahir itu tidak dicukupin dengan sebuah perbedaan apalagi kebencian," kata Nasaruddin Umar usai acara Sarasehan Asta Cita dalam perspektif ulama Nahdatul Ulama di The Sultan Hotel, Jakarta, Selasa, 4 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain menciptakan persepsi baru, menurut Nasaruddin, kurikulum cinta hadir untuk menciptakan rasa nasionalisme pada anak. Hal ini dengan memberikan rasa cinta tanah air agar dapat menjadi warga negara Indonesia sejati.

"Sehingga nanti pada saat dia dewasa, dia bisa lebih solid lagi. Nah itu yang sangat penting dan saya kira ini belum pernah kita lakukan penyisiran seperti itu," kata Nasaruddin.

Kurikulum cinta rencananya akan diterapkan untuk 42 ribu pondok pesantren dengan mempertimbangkan beberapa hal. Di antaranya menciptakan rasa nasionalisme, moderenisasi agama, menjadikan kurung-kurung cinta untuk menenangkan perbedaan dan kebencian, serta lingkungan hidup.

Imam Besar Masjid Istiqlal ini menilai saat ini strategi kebudayaan nasional Indonesia berada pada posisi hilang. Karena itu, kata Nasaruddin, adanya kurikulum cinta dapat menumbuhkan kembali kebudayaan di Indonesia. "Kalau kita enggak punya strategi kebudayaan masa depan yang lebih bagus, kita bisa kehilangan identitas. Padahal identitas itu penting," ujarnya.

Seperti Jepang dan Cina, misalnya, yang tetap mempertahankan kebudayaan nasional sebagai identitas. Nasaruddin meminta agar kearifan lokal tidak hilang seiring berkembangnya zaman moderen. "Coba kita lihat Jepang, Cina, negara-negara berkembang, mereka tetap maju di atas peradaban kearifan lokalnya. Jadi jangan mengorbankan kearifan lokal untuk meraih kemodernan. Bangsa ini akan hilang," ujar Nasaruddin.

Nasaruddin menganggap budaya Indonesia juga dapat mempengaruhi kondisi kehidupan beragama di Indonesia. Dia meminta agar jangan terdapat perbedaan antara agama dan kebudayaan lokal. "Tapi pada saat bersamaan, dia harus menjadi orang Indonesia 100 persen juga. Jadi jangan ada pemisahan, jangan ada pemilahan antara kearifan lokal dengan budaya. Agama dan budaya lokal harus kawin-mawin. Melahirkan anak-anak Indonesia," kata dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus