Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Kemendikbudristek Akui Keterbatasan Bantuan Operasional PTN

Masyarakat dilibatkan karena pemerintah memiliki keterbatasan memberikan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri

15 Mei 2024 | 14.56 WIB

Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, dalam acara Taklimat Media tentang Penetapan Tarif UKT di lingkungan Perguruan Tinggi Negeri di Gedung Kemendikbudristek, pada Rabu, 15 Mei 2024. TEMPO/Yohanes Maharso
Perbesar
Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, dalam acara Taklimat Media tentang Penetapan Tarif UKT di lingkungan Perguruan Tinggi Negeri di Gedung Kemendikbudristek, pada Rabu, 15 Mei 2024. TEMPO/Yohanes Maharso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, mengatakan, pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau tertiary education. Pendidikan tinggi bukan termasuk dalam program wajib belajar. Karena itu, sifatnya pilihan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Sifatnya pilihan bagi masyarakat,” kata Tjitjik di Gedung D, Kemendikbudristek, Jakarta, Senin 13 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengatakan, kebijakan perguruan tinggi menganut konsep inklusif. Masyarakat yang mampu dan tidak mampu secara ekonomi bisa menempuh pendidikan tinggi. Namun, nilai akademis harus bagus.

Di sisi lain, Tjitjik mengatakan, pemerintah juga melibatkan masyarakat dalam pendanaan. Pelibatan itu dalam bentuk pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Masyarakat dilibatkan karena pemerintah memiliki keterbatasan memberikan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) kepada perguruan tinggi. Bantuan operasional tersebut tidak bisa menanggung semua Biaya Kuliah Tunggal (BKT) mahasiswa per tahun. 

BOPTN adalah bantuan biaya dari pemerintah yang diberikan kepada perguruan tinggi negeri. Sedangkan, BKT adalah kebutuhan minimal penyelenggaraan kuliah yang dikeluarkan selama 1 tahun. BKT ini yang menjadi dasar pertimbangan kampus menentukan UKT.

Ia mencontohkan, program studi sejarah memiliki BKT sebesar Rp 14 juta per tahun. Pemerintah hanya bisa memberikan BOPTN sebesar 28 persen dari total BKT. Untuk menutupi bantuan dari pemerintah, kampus mencari sumber dana dari masyarakat.

“Yang 72 persen siapa? Tentunya kita perlu gotong royong dari masyarakat yaitu masyarakat yang mampu secara ekonomi,” kata Tjitjik.

Masyarakat yang mampu secara ekonomi bisa membayar UKT dengan kelompok antara 3 sampai kelompok paling tinggi sesuai ketentuan perguruan tinggi. Sedangkan, masyarakat kurang mampu bisa membayar UKT di Kelompok 1 sebesar Rp500 ribu.

Pilihan Editor: Kemendikbudristek: UKT Secara Pinsip Tidak Alami Kenaikan, Hanya Penambahan Kelompok

Hendrik Yaputra

Bergabung dengan Tempo pada 2023. Lulusan Universitas Negeri Jakarta ini banyak meliput isu pendidikan dan konflik agraria.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus