DI Indonesia, berapakah dana yang diperlukan untuk melahirkan pemilihan umum yang bersih? Cukup setengah miliar rupiah saja. Itu di tahun 1955, ketika Republik untuk pertama kalinya menyelenggarakan pemilu. Dan itulah pemilu yang sampai saat ini dicatat sebagai pemilu paling demokratis dalam sejarah Indonesia.
Pada 1999, "harga" pemilu itu setidaknya US$ 80 juta atau sekitar Rp 700 miliar. Inilah jumlah yang akan dikeluarkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) untuk penyelenggaraan, pendidikan pemilih, dan pemantauan pemilu di Indonesia.
Dana tersebut, sampai pekan lalu, mengalir dari delapan negara: Australia, Finlandia, Jepang, Selandia Baru, Norwegia, Swedia, Inggris, dan Korea. Jumlahnya baru lebih sedikit dari US$ 40 juta atau baru separuh dari bantuan yang dijanjikan UNDP tadi. Dana inilah yang akan disalurkan ke banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di kegiatan seputar pelaksanaan pemilu—bisa lembaga yang sudah lama berdiri atau bahkan lembaga yang didirikan "baru-baru ini".
Lembaga di bawah PBB itu memang tidak hanya membantu dengan menghibahkan sejumlah dana ke lembaga nirlaba. UNDP juga memberikan bantuan—dalam jumlah yang kurang lebih sama tapi berupa pinjaman—kepada pemerintah Indonesia. Termasuk mengongkosi Tim Sebelas, untuk memverifikasi partai politik yang ikut pemilu.
Sampai pertengahan April, sudah 21 LSM yang disetujui proposalnya untuk menerima dana kegiatan seputar pemilu ini. Di antaranya Solidaritas Perempuan, Muslimat NU, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Reformasi, di samping University Network for Free Election (Unfrel) dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). Sejumlah LSM itu disaring dari sekitar 100 LSM yang ikut memajukan proposal.
Penyaringan itu berlapis-lapis. Tahap pertama dilakukan oleh staf UNDP yang menilai program yang akan dilakukan oleh LSM tersebut: wilayah kerja, target program, dan jenis program yang akan dikerjakan—misalnya pendidikan kepada pemilih atau pemantauan pemilu. "Satu syarat penting, mereka itu bukan LSM yang partisan," kata G. Ravi Rajan, Kepala Perwakilan UNDP di Indonesia.
Tentu saja faktor pertanggungjawaban dana oleh LSM tersebut juga menjadi pertimbangan UNDP dalam mengucurkan bantuan. "Kalau proposalnya ngaco, misalnya ada LSM yang belum-belum sudah menganggarkan beli mobil, langsung akan didrop," kata Erna Witoelar, salah satu anggota dewan penasihat untuk menyeleksi proposal itu. Dewan tersebut diketuai Emil Salim.
Artinya, dana bantuan harus benar-benar tepat sasaran, misalnya untuk merekrut tenaga sukarelawan pemantau pemilu. Sebab, seperti diceritakan Erna kepada Darmawan Sepriyossa dari TEMPO, akan dilibatkan 600 ribu orang untuk memantau pemilu. Dari mana angka itu? Hitungannya sederhana. Pada 7 Juni 1999 nanti, diperkirakan ada 300 ribu tempat pemungutan suara (TPS). Nah, tiap-tiap TPS akan dipantau oleh dua orang sukarelawan.
Mereka antara lain akan digerakkan oleh Unfrel (jaringan antarkampus pemantau pemilu) dan KIPP. Dari lingkungan praktisi jurnalistik, ada dua organisasi, yakni IJTI dan PWI Reformasi. Sedangkan dari organisasi berlatar keagamaan, tercatat Muslimat Nahdlatul Ulama—organisasi wanita Nahdlatul Ulama—dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ada lagi organisasi lokal seperti Lembaga Kajian Pengembangan Masyarakat Sulawesi Selatan serta Yayasan Mitra Mandiri dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kalimantan Barat.
Lain LSM, lain bidang garapannya. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, misalnya, yang mendapat dana Rp 3,4 miliar, memilih melakukan pendidikan pemilih (voter education) lewat paket-paket talk show di stasiun televisi serta pelatihan jurnalistik. "Jadi, pekerja pers bisa terlibat langsung," kata Haris Jauhari, Ketua IJTI. Sedangkan PWI Reformasi, sebagaimana yang dikatakan oleh pengurusnya, Budiman S. Hartoyo, akan mengerahkan 240 wartawan dan sukarelawan untuk memantau pelaksanaan pemilu di 24 provinsi. Organisasi "tandingan" PWI ini menerima Rp 1,5 miliar.
Sedangkan Muslimat NU, yang akan mendapat dana sebesar Rp 4,7 miliar (dari anggaran Rp 24 miliar yang diajukan), kebagian tugas mencetak dan menyebarkan poster tentang pemilu. Sasaran Muslimat NU adalah 26 ribu anggota kelompok pengajian wanita di seluruh Indonesia. "Wanita harus ditingkatkan kesadaran politiknya," kata Aisyah Hamid Badlowi, Ketua Muslimat NU.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal KIPP, Mulyana W. Kusumah, mengatakan bahwa dana yang mereka terima sebanyak Rp 5,1 miliar akan digunakan untuk menggerakkan 60 ribu sukarelawan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), yang memiliki jaringan kerja yang kuat di daerah-daerah, juga sudah siap meneropong pemilu.
Urusan dana rasanya tak menjadi masalah—malah ada yang menyindir bahwa inilah masa keceh duit (basah uang) untuk LSM. "Mereka ngotot supaya duitnya cepat dicairkan. Padahal proposalnya banyak yang bolong," kata seorang anggota tim penyeleksi. Tapi, sudahkah semua lubang kecurangan pemilu ditambal dengan begitu banyak dana dan ribuan orang ini? Jika mutu pemilu tak juga meningkat nanti, lalu bagaimana mempertanggungjawabkan masa-masa "basah" itu?
Rustam F. Mandayun, Agus Riyanto, Setiyardi, Purwani D. Prabandari
Organisasi | Kegiatan | Jumlah yang disetujui (Rp) |
Sudah direalisasikan (Rp) |
Aliansi Pemantau Pemilu Indonesia
Almanak Partai-Partai Politik Indonesia Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Commission of Voter Education for Democracy (Commited) Forum Pemerhati Masalah Perempuan Forum Solidaritas Buruh Gerakan Perempuan Sadar Pemilu Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi Komite Pemberdayaan Pemilih Lembaga Kajian Pengembangan Masyarakat, Sulawesi Selatan LP2SDKI LP3ES Muslimat NU
PKBI
PWI Reformasi (Media Indonesia) Solidaritas Perempuan
Yayasan Pendidikan dan Bantuan Hukum Indonesia Yayasan Penguatan Partisipasi Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia Yayasan Mitra Mandiri dan PKBI Kalimantan Barat Serikat Buruh Seluruh Indonesia PB HMI
Yayasan Kusuma Bangsa
Unfrel KIPP |
Pemberdayaan pemilih dan monitoring Almanak partai-partai politik
Promosi aturan jurnalis TV Kampanye pemberdayaan pemilih
Pemberdayaan pemilih dan monitoring Pelatihan untuk buruh dalam rangka pemilu Pemberdayaan pemilih perempuan Program pemilu untuk perempuan
Pemberdayaan pemilih
Pemberdayaan pemilih, khususnya masyarakat pegunungan Seminar Program bantuan Pemberdayaan pemilih perempuan, workshop Program radio untuk pemberdayaan pemilih Pemantau pemilu oleh wartawan Pendidikan politik perempuan untuk pemilu Penelitian dan pemberdayaan pemilih
Pemberdayaan pemilih dan pengawasan pemilu
Pemberdayaan pemilih dan pengawasan pemilu
Pemberdayaan pemilih dan pengawasan pemilu
Pemberdayaan pemilih dan pengawasan pemilu Pemberdayaan pemilih dan pengawasan pemilu Pengawasan pemilu Pengawasan pemilu | 1,1 miliar
1,1 miliar
3,4 miliar
0,8 miliar
0,544 miliar
0,32 miliar
1,02 miliar
1,3 miliar
0,665 miliar
0,146 miliar
0,039 miliar 9,1 miliar 4,7 miliar
1,5 miliar
1,5 miliar
0,6 miliar
0,15 miliar
7,8 miliar
0,7 miliar
1 miliar
1,5 miliar
0,825 miliar
| 100.000.000
630.000.000
50.000.000
200.000.000
200.000.000
40.000.000
90.000.000
5.146.574.050 2.685.400.000 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini