Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"Bantuan itu Bukan untuk Orang Miskin"

12 April 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SALAH seorang ilmuwan yang sudah meneliti dampak program Jaring Pengaman Sosial di desa-desa adalah Jan Breman, guru besar sosiologi dari Universitas Amsterdam, Belanda. Penulis buku Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja, Jawa di Masa Kolonial (1988) dan Taming the Coolie Beast (1997) ini bahkan sudah tiga kali turun ke lapangan untuk meneliti kondisi perekonomian di kawasan pedesaan Jawa Barat, setelah badai krisis moneter menghantam dan program Jaring Pengaman Sosial digelar. Penelitian dilakukannya bersama pakar sosiologi pedesaan dari Institut Pertanian Bogor, Gunawan Wiradi, pada Maret-April dan Juli-Agustus 1998, kemudian dilanjutkan selama dua minggu, Maret 1999. Sayang, Breman tak bersedia menyebut nama desa yang menjadi lokasi penelitian itu. "Kami sengaja merahasiakan karena masalahnya sangat sensitif," tuturnya. Ia hanya menyebut ada dua desa yang diteliti, yakni di Kabupaten Subang bagian utara dan di Kabupaten Cirebon bagian timur. Respondennya sekitar 500 rumah tangga miskin. Selama meneliti, Breman dan Gunawan tinggal di lokasi dan melakukan tanya jawab langsung kepada responden dan sumber data lainnya secara lisan. Hasilnya? Ternyata mengecewakan. "Dana itu sebaiknya disetop karena tak menyentuh rakyat miskin," kata Gunawan sengit. Jan Breman malah menambahkan bahwa bantuan itu menjadi proyek kelas menengah. Berikut percakapan Jan Breman dengan Hardy R. Hermawan dari TEMPO tentang temuannya di lapangan. Petikannya.

Apa yang Anda temukan di lapangan?

Saya melihat bahwa rakyat sudah makin terbebani oleh utang yang berasal dari program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Adapun pelaksanaannya sendiri tidak jelas.

Bukankah dana itu untuk rakyat miskin?

Dari kondisi di lapangan, kami melihat bahwa JPS itu sepertinya tidak dibagikan ke kaum miskin, melainkan lebih merupakan proyek padat karya bagi kelas menengah. Kelas menengah seperti aparat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) itulah yang mendapat proyek dan pekerjaan, yang memberi mereka penghasilan, bukan utang. Bayangkan, dari seluruh dana padat karya teknis pembuatan jalan, 90 persen dipakai untuk pembelian material dan honor pelaksana, baru 10 persen sisanya untuk upah buruhnya. Sangat tidak proporsional, bukan? Karena itu, saya menyatakan perlunya mengeluarkan orang miskin dari JPS.

Bagaimana tanggapan masyarakat?

Saya kira mereka juga bingung, mau diapakan uang itu. Pada dasarnya mereka butuh uang tapi mereka juga ragu apakah bisa mengelola uang yang merupakan utang itu. Akhirnya mereka takut menerima karena khawatir tak bisa mengembalikan.

Apakah Anda menilai aparat pemerintah korup?

Saya tidak bisa memastikan. Yang jelas, mereka tak tahu apa yang harus dilakukan.

Seberapa miskin masyarakat di tempat yang Anda teliti?

Anda bisa membayangkan, penduduk desa itu tadinya kebanyakan bekerja di Jakarta dan sekitarnya sebagai buruh bangunan. Kini mereka menganggur akibat PHK, sementara beban pengeluaran semakin berat. Anak-anak mereka banyak yang tidak sekolah lagi. Penghasilan mereka kini hanya Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per hari untuk setiap RT atau mungkin Rp 2 juta per tahun. Mereka sudah jauh berada di bawah garis kemiskinan.

Apa yang mereka lakukan untuk menyambung hidup?

Pertama, mereka membeli kebutuhannya dengan uang yang ada. Artinya, tidak tidak lagi menabung. Solusi kedua, mereka berutang ke tetangga, keluarga, dan warung, tapi tidak tahu kapan mereka bisa membayarnya. Mereka juga mengurangi pengeluaran yang sebenarnya sudah sangat kecil, sehingga bisa bertahan agak lebih lama. Mereka kini tak ada yang makan tiga kali sehari. Lauk-pauk pun sudah berkurang kualitasnya. Kadang mereka hanya makan singkong. Cara lain adalah menjual barang-barang yang dimiliki.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus