Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa yang Anda temukan di lapangan?
Saya melihat bahwa rakyat sudah makin terbebani oleh utang yang berasal dari program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Adapun pelaksanaannya sendiri tidak jelas.
Bukankah dana itu untuk rakyat miskin?
Dari kondisi di lapangan, kami melihat bahwa JPS itu sepertinya tidak dibagikan ke kaum miskin, melainkan lebih merupakan proyek padat karya bagi kelas menengah. Kelas menengah seperti aparat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) itulah yang mendapat proyek dan pekerjaan, yang memberi mereka penghasilan, bukan utang. Bayangkan, dari seluruh dana padat karya teknis pembuatan jalan, 90 persen dipakai untuk pembelian material dan honor pelaksana, baru 10 persen sisanya untuk upah buruhnya. Sangat tidak proporsional, bukan? Karena itu, saya menyatakan perlunya mengeluarkan orang miskin dari JPS.
Bagaimana tanggapan masyarakat?
Saya kira mereka juga bingung, mau diapakan uang itu. Pada dasarnya mereka butuh uang tapi mereka juga ragu apakah bisa mengelola uang yang merupakan utang itu. Akhirnya mereka takut menerima karena khawatir tak bisa mengembalikan.
Apakah Anda menilai aparat pemerintah korup?
Saya tidak bisa memastikan. Yang jelas, mereka tak tahu apa yang harus dilakukan.
Seberapa miskin masyarakat di tempat yang Anda teliti?
Anda bisa membayangkan, penduduk desa itu tadinya kebanyakan bekerja di Jakarta dan sekitarnya sebagai buruh bangunan. Kini mereka menganggur akibat PHK, sementara beban pengeluaran semakin berat. Anak-anak mereka banyak yang tidak sekolah lagi. Penghasilan mereka kini hanya Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per hari untuk setiap RT atau mungkin Rp 2 juta per tahun. Mereka sudah jauh berada di bawah garis kemiskinan.
Apa yang mereka lakukan untuk menyambung hidup?
Pertama, mereka membeli kebutuhannya dengan uang yang ada. Artinya, tidak tidak lagi menabung. Solusi kedua, mereka berutang ke tetangga, keluarga, dan warung, tapi tidak tahu kapan mereka bisa membayarnya. Mereka juga mengurangi pengeluaran yang sebenarnya sudah sangat kecil, sehingga bisa bertahan agak lebih lama. Mereka kini tak ada yang makan tiga kali sehari. Lauk-pauk pun sudah berkurang kualitasnya. Kadang mereka hanya makan singkong. Cara lain adalah menjual barang-barang yang dimiliki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo