AKBAR Tanjung, Ketua Umum DPP KNPI, mengakui cerita tak sedap
tentang Desa Pemuda Indonesia (DPI) di Labuhan Batu, Sumatera
Utara (TEMPO 21 Oktober 1978). "Sebab-sebab para peserta itu
kembali ke daerahnya akan dipelajari. Salah satu penyebabnya,
mungkin mereka tidak mempunyai latar belakang pertanian," Akbar
berkata.
Ada yang mengatakan, para penghuni DPI itu lari karena tanah di
sana tandus. Hargiyanto, yang mengaku 'orang teknis' mengenai
soal ini dari KNPI, tak yakin akan cerita ini. "Fasilitas di
desa pemuda itu berlebihan. Kalau tanah itu dibilang tandus,
dilihat dari mana?" katanya kepada Widi Yarmanto dari TEMPO.
Menurut Hargiyanto, sebelum penghuni DPI itu diberangkatkan
untuk 'menjadi pelopor pembangunan' sudah lebih dulu diingatkan
bahwa tanah di proyek DPI Labuhan Batu tak sepenuhnya bisa
diandalkan untuk penanaman padi. Jelasnya, mereka diminta
menanam karet bibit unggul yang dapat diambil hasilnya sesudah 4
sampai 5 tahun. Akan hal selama menunggu karet itu menghasilkan,
penghuni DPI bisa menanam padi gogo dan palawija di
sela-selanya.
Setelah dua tahun sela-sela pohon karet tak bisa lagi ditanami
padi gogo atau palawija. Untuk itu penghuni DPI diberi lagi
tanah siap tanam seluas 1 hektar. Hal yang mungkin tak cermat
diperhitungkan kabarnya hanyalah soal tenaga. "Satu keluarga
yang hanya terdiri dari 3 orang tenaga, terlalu berat mengurus
tanah 2 hektar. Kita akui itu kelengahan kita."
Penghuni DPI pernah terdengar mengeluh. KNPI tak cepat
bertindak. Alasannya, "takut mereka terlanjur manja." Baru
kemudian KNPI bertindak, mendrop bantuan Rp 1,5 juta-setelah
penghuni DPI itu dikabarkan minta bantuan sumbangan kepada Depot
Logistik Sumatera Utara.
Betapapun, ada di antara penghuni DPI Labuhan Batu tempo hari
yang tidak betah di sana. Tapi, menurut Sekjen DPP-KNPI
Krissantono, 12 kepala keluarga yang minggat memang sengaja
dipulangkan oleh KNPI karena "mentalnya kurang baik." Yang
pasti, menurut Krissantono lagi, ada 4 kepala keluarga DPI yang
lari dan mereka ini "memanipulir cerita yang tidak benar."
Maksudnya, tentu menjelek-jelekkan DPI.
Tak sedikit orang yang merasa prihatin dengan cerita DPI Labuhan
Batu itu. Seorang di antaranya, tentulah Anang Adenansi, Ketua
DPD KNPI Kalimantan Selatan. Kepada Syahran R. dari TEMPO, Anang
enggan menyebut proyek DPI Labuhan Batu gagal. Tapi, "pulangnya
para peserta DPI di Sumatera Utara itu mendorong kami untuk
memikirkan satu modus baru yang diharapkan lebih efektif,"
katanya.
Modus baru Anang itu Oktober lalu sudah terujud. Yakni dibukanya
satu proyek DPI dari DPD-KNPI Kalimantan Selatan sendiri di
Kabupaten Tanah Laut. Proyek DPI KNPI Kalsel ini lebih luas dari
DPI Labuhan Batu, 200 hektar. (DPI Labuhan Batu 108 hektar).
Disebut sebagai proyek kerja sama KNPI Pemda Kalsel, baik tanah
maupun keperluan lain DPI Tanah Laut sepenuhnya ditanggung
pemerintah daerah. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Kalsel tahun 1978/1979 antara lain tercantum angka Rp 30
juta untuk proyek ini.
Keluarga Muda
Tiga puluh rumah untuk penghuni DPI Tanah Laut sudah siap.
Masing-masing berukuran 4 x 6 MÿFD dan masing-masing seharga
Rp 400 ribu. Siapa yang akan mengisinya, sampai pekan lalu
belum ditetapkan. Tapi pertengahan Oktober telah tercatat
200 KK yang melamar. Syarat calon penghuni antara lain yang
bersangkutan harus warga Kalsel sendiri dan keluarga muda.
Artinya, tak boleh mempunyai anak lebih dari dua orang.
Selain DPI Labuhan Batu, juga DPI KNPI Ciamis (Jawa Barat)
berantakan. Penyebabnya, seperti dikatakan beberapa orang
pesertanya, karena keluhan mereka tak sempat ditanggapi pengurus
KNPI sendiri.
Desa Pemuda Indonesia Ciamis dikenal sebagai proyek perintis
Ladang Pemuda Jawa Barat. Tempatnya di lereng gunung
Mandalawangi di Desa Sindangbarang Kecamatan Panjalu kabupaten
Ciamis. Ada 11 KK penghuninya. Dua buah traktor bantuan kredit
dari Presiden yang mustinya dipergunakan menggarap tanah
masing-masing, oleh mereka disewakan kepada petani lain di luar
peserta dan komplek DPI. Mereka tak yakin berhasil memanfaatkan
tanah mereka sendiri dan tak percaya akan ada kelebihan untuk
mengembalikan kredit. Walhasil mereka gelisah. Tapi pengurus
KNPI tak menangkap keluhan tersebut. Akhirnya satu persatu
penghuni DPI KNPI Ciamis itu lari ke kota. Pulang. Yang bertahan
ada juga. Misalnya seorang bernama Otong Hana 25 tahun. Tapi dia
ini orang Ciamis asli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini