Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Kini, Di Tanah Laut Dan Ciamis

Beberapa kepala keluarga yang menghuni DPI labuhan batu kembali ke daerah asalnya. sementara DPD-KNPI Kal-Sel membuka proyek DPI lebih luas di tanah laut yang segala keperluan proyek ditanggung pemda. (ds)

25 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKBAR Tanjung, Ketua Umum DPP KNPI, mengakui cerita tak sedap tentang Desa Pemuda Indonesia (DPI) di Labuhan Batu, Sumatera Utara (TEMPO 21 Oktober 1978). "Sebab-sebab para peserta itu kembali ke daerahnya akan dipelajari. Salah satu penyebabnya, mungkin mereka tidak mempunyai latar belakang pertanian," Akbar berkata. Ada yang mengatakan, para penghuni DPI itu lari karena tanah di sana tandus. Hargiyanto, yang mengaku 'orang teknis' mengenai soal ini dari KNPI, tak yakin akan cerita ini. "Fasilitas di desa pemuda itu berlebihan. Kalau tanah itu dibilang tandus, dilihat dari mana?" katanya kepada Widi Yarmanto dari TEMPO. Menurut Hargiyanto, sebelum penghuni DPI itu diberangkatkan untuk 'menjadi pelopor pembangunan' sudah lebih dulu diingatkan bahwa tanah di proyek DPI Labuhan Batu tak sepenuhnya bisa diandalkan untuk penanaman padi. Jelasnya, mereka diminta menanam karet bibit unggul yang dapat diambil hasilnya sesudah 4 sampai 5 tahun. Akan hal selama menunggu karet itu menghasilkan, penghuni DPI bisa menanam padi gogo dan palawija di sela-selanya. Setelah dua tahun sela-sela pohon karet tak bisa lagi ditanami padi gogo atau palawija. Untuk itu penghuni DPI diberi lagi tanah siap tanam seluas 1 hektar. Hal yang mungkin tak cermat diperhitungkan kabarnya hanyalah soal tenaga. "Satu keluarga yang hanya terdiri dari 3 orang tenaga, terlalu berat mengurus tanah 2 hektar. Kita akui itu kelengahan kita." Penghuni DPI pernah terdengar mengeluh. KNPI tak cepat bertindak. Alasannya, "takut mereka terlanjur manja." Baru kemudian KNPI bertindak, mendrop bantuan Rp 1,5 juta-setelah penghuni DPI itu dikabarkan minta bantuan sumbangan kepada Depot Logistik Sumatera Utara. Betapapun, ada di antara penghuni DPI Labuhan Batu tempo hari yang tidak betah di sana. Tapi, menurut Sekjen DPP-KNPI Krissantono, 12 kepala keluarga yang minggat memang sengaja dipulangkan oleh KNPI karena "mentalnya kurang baik." Yang pasti, menurut Krissantono lagi, ada 4 kepala keluarga DPI yang lari dan mereka ini "memanipulir cerita yang tidak benar." Maksudnya, tentu menjelek-jelekkan DPI. Tak sedikit orang yang merasa prihatin dengan cerita DPI Labuhan Batu itu. Seorang di antaranya, tentulah Anang Adenansi, Ketua DPD KNPI Kalimantan Selatan. Kepada Syahran R. dari TEMPO, Anang enggan menyebut proyek DPI Labuhan Batu gagal. Tapi, "pulangnya para peserta DPI di Sumatera Utara itu mendorong kami untuk memikirkan satu modus baru yang diharapkan lebih efektif," katanya. Modus baru Anang itu Oktober lalu sudah terujud. Yakni dibukanya satu proyek DPI dari DPD-KNPI Kalimantan Selatan sendiri di Kabupaten Tanah Laut. Proyek DPI KNPI Kalsel ini lebih luas dari DPI Labuhan Batu, 200 hektar. (DPI Labuhan Batu 108 hektar). Disebut sebagai proyek kerja sama KNPI Pemda Kalsel, baik tanah maupun keperluan lain DPI Tanah Laut sepenuhnya ditanggung pemerintah daerah. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalsel tahun 1978/1979 antara lain tercantum angka Rp 30 juta untuk proyek ini. Keluarga Muda Tiga puluh rumah untuk penghuni DPI Tanah Laut sudah siap. Masing-masing berukuran 4 x 6 MÿFD dan masing-masing seharga Rp 400 ribu. Siapa yang akan mengisinya, sampai pekan lalu belum ditetapkan. Tapi pertengahan Oktober telah tercatat 200 KK yang melamar. Syarat calon penghuni antara lain yang bersangkutan harus warga Kalsel sendiri dan keluarga muda. Artinya, tak boleh mempunyai anak lebih dari dua orang. Selain DPI Labuhan Batu, juga DPI KNPI Ciamis (Jawa Barat) berantakan. Penyebabnya, seperti dikatakan beberapa orang pesertanya, karena keluhan mereka tak sempat ditanggapi pengurus KNPI sendiri. Desa Pemuda Indonesia Ciamis dikenal sebagai proyek perintis Ladang Pemuda Jawa Barat. Tempatnya di lereng gunung Mandalawangi di Desa Sindangbarang Kecamatan Panjalu kabupaten Ciamis. Ada 11 KK penghuninya. Dua buah traktor bantuan kredit dari Presiden yang mustinya dipergunakan menggarap tanah masing-masing, oleh mereka disewakan kepada petani lain di luar peserta dan komplek DPI. Mereka tak yakin berhasil memanfaatkan tanah mereka sendiri dan tak percaya akan ada kelebihan untuk mengembalikan kredit. Walhasil mereka gelisah. Tapi pengurus KNPI tak menangkap keluhan tersebut. Akhirnya satu persatu penghuni DPI KNPI Ciamis itu lari ke kota. Pulang. Yang bertahan ada juga. Misalnya seorang bernama Otong Hana 25 tahun. Tapi dia ini orang Ciamis asli.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus