MAKIN banyak orang nekad dalam musik pop pribumi akan menolong
musik ini menjadi sehat. Remy Sylado, dengan dua rekaman kaset
bernama 'Orexas' dan 'Remy Sylado Company', seperti menentang
arus. Baik lirik maupun lagunya bukan jenis selera yang sedang
pasaran sekarang.
Dalam 'Remy Sylado Company', yang diproduksi Irama Tara, Remy
menyanyikan puisi mbeling dalam irama rock dan country. Puisi
mbeling ("nakal") yang mula-mula ditampung di majalah Aktul,
memang merupakan mode juga sebagai ekspresi anak muda.
Kaset ini menunjukkan ketrampilan Remy. Ia memiliki potensi yang
baik untuk memanfaatkan segala sesuatu, meramu dan menyatukannya
dalam sebuah bentuk. Sayang sekali lirik, untuk diucapkan
bersama musik, terasa masih lepas. Agaknya soal keterbatasan
bahasa atau kurang tepatnya pemilihan kata. Banyak kali yang
menonjol baru ide menyindir dan protes yang sangat verbal.
Yang menarik adalah keberaniannya melontarkan baris-baris yang
sangat terus terang. Misalnya dalam lagu Demi KB: "Aku
menyatakan cinta lewat apa, jika tidak lewat kondom .... Apakah
kau percaya tentang kondom sebagai satu cita-cita. Ataukah
sangsi ia sebagai lelucon yang memanjakan burung?"
Sempat juga diselingkan pameran keterampilan vokal. Suara
baritonnya yang secara teknis lumayan, tiba-tiba meliuk dalam
lagu Bung Sondang -- mengingatkan kita pada liukan dalam Gembala
Sapi Norma Sanger dulu. Remy mampu memainkan vokalnya, tapi
entah kenapa seperti ada yang menahan sehingga kurang ekspresif.
Barangkali terburu-buru.
Kaset 'Orexas' yang diproduksi oleh Karya Nada, lebih baik. Sisi
A memuat 7 lagu. Di antaranya Mabok Pu Tao yang ditulis Nikki
Ukur dan Aku Mo Canti Nama Jadi Apa Saja gubahan Rully
Mihardja. Juga lagu Remy bernama Aku Raja Atas Kecewaku yang
dinyanyikan Elly Jayusman -- yang menunjukkan sebenarnya lagu
Remy bisa baik kalau dinyanyikan orang lain. Sementara Remy
sendiri terasa lebih lepas menyanyikan lagu orang lain.
Unsur protes tersalur dengan hebat dalam lagu Orexas -- dengan
musik, lirik dan vokal Remy sendiri. Dimulai dengan suara anak
anjing. Disambung seruan yang mengajak para "orexas" begini:
"Hee mari kita panjatkan doa kita, semoga orang-orang tua kita
cepat dilanda malapetaka biar mampus dengan segala kemunafikan
mereka." Disambung dengan "doa", yang diakhiri dengan kata "Idi
Amin". Lalu terdengar suara sejumlah anak muda menggunjingkan
perilaku para orangtua mereka, yang disambung suara Remy
menyanyikan lirik ini:
"Dalam kota kami ada kumpulan anak muda mbeling yang bernama
Orexas/Mereka melawan pada orang tua sendiri yang dibilang
munafik/Konon ayah larang anaknya mengisap ganja/Padahal mereka
sendiri mabok di nigbt club/lbunya bilang tabu jika anaknya
ngerti soal sex/Sementara mereka sendiri main gila/ltulah
musabab yang menyebabkan mbeling membikin itu Orexas/Orexas
adalah Organisasi Sex Bebas/ Untuk mengkaji cinta gombal" ....
Sesuai dengan sikap Remy, ia juga menawarkan pemecahan. Baginya
pemecahan itu begini: "Jikalau orang tua bisa belajar jadi lugu
pada jalannya sang takdir. Mereka kan maklum bahwa di satu waktu
yang muda kan jadi tua juga." Remy melihat persoalan itu
semuanya sebagai akibat sengketa usia.
Putu Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini