Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Anas Anwar Nasirin memilih tinggal di panti asuhan dan pondok pesantren yatim demi bisa terus melanjutkan pendidikan. Setidaknya ada tiga panti yang ditinggalinya sejak SMP sampai ia bisa lulus kuliah S1. Kini, ia tengah menempuh pendidikan di Universitas Indonesia lewat beasiswa LPDP Afirmasi Prasejahtera.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Keterbatasan ekonomi dan kondisi keluarga menjadi pangkal Anas tak bisa menempuh pendidikan dengan mudah. Ayahnya adalah pedagang topi dan peci. Namun ayahnya mengidap sakit jiwa pada 2005. Pada 2010, Anas pun harus rela kehilangan sosok ayahnya. Sedangkan ibunya adalah buruh tani, namun sempat terkena stroke ringan yang berakibat tidak bisa bekerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Usai lulus SD pada 2009, Anas memutuskan untuk tinggal di panti asuhan demi bisa terus bersekolah. Mulanya, ibu Anas lebih menginginkan anaknya bekerja dibandingkan melanjutkan sekolah. Namun dengan dibantu tetangganya, Anas akhirnya mendaftar di Panti Asuhan Ar-Rasyid Subang.
"Di Panti Asuhan Ar-Rasyid Subang saya tempuh sampai tahun 2012. Dan dari tahun 2012 hingga tahun 2015, saya tinggal di Pondok Pesantren Yatim Piatu dan Dhuafa Darul Inayah. Dan dari tahun 2015 sambil berkuliah di Unpad, saya tinggal di Panti Asuhan Riyatul Jannah,” kata Anas dikutip dari laman Media Kemenkeu.
Bukan hanya berjuang untuk pendidikannya, Anas juga harus menghadapi perundungan terhadapnya. Sejak kecil, kondisi keluarga Anas dan pendidikannya menjadi bahas bullying sejumlah orang di sekitarnya.
“Saya di kelas itu di SD dari 24 siswa, saya ranking ke-22. Karena adanya stigma mungkin karena orang tua saya tidak berpendidikan dan tidak mampu sehingga ada stigma ya saya bodoh gitu. Padahal, saya tidak seperti itu,” kata Anas.
Meski begitu, Anas tak terpuruk. “Bullying itu adalah hal yang, kalau dibilang kenyang mungkin sudah sangat kenyang ya. Tapi saking seringnya mungkin hal itu tidak terlalu begitu saya pedulikan,” kata dia.
Perjalanan kuliah Anas
Anas tetap berkeinginan meraih pendidikan tinggi untuk mengubah nasib keluarganya. Ia berburu beasiswa hingga akhirnya bisa diterima di Universitas Padjajaran melalui jalur SBMPTN dengan beasiswa Bidikmisi pada 2015. Anas memilih Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya.
Kesempatan kuliah tak disia-siakan Anas. Tak hanya mengejar gelar akademik, ia ingin terus mengembangkan potensi dirnya. Uang saku dari beasiswanya, ia gunakan untuk mengikuti berbagai lomba dan membuahkan beragam prestasi. Terbukti dengan didapatkannya Penghargaan Mahasiswa Berprestasi tahun 2017 dari Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran. Di luar kampus, Anas juga aktif dalam organisasi dan beberapa kali menjadi narasumber di berbagai kegiatan.
Saat kuliah, Anas mengaku sempat mengalami cerebral palcy. Penyakit itu sempat membuat wajahnya menjadi tak simetris dan sulit untuk tersenyum. Bahkan selama beberapa waktu mata kirinya tak bisa berkedip.
Anas menduga penyakitnya akibat stres dan kelelahan karena kala itu ia tengah mengerjakan skripsi dan bolak-balik mengurus adiknya. Sempat mengalami tekanan mental, Anas perlahan kembali pulih setelah pengobatan selama setahun.
Setelah menyelesaikan pendidikan sarjananya, Anas ditawari untuk melanjutkan ke jenjang magister ke Brunei Darussalam oleh salah satu dosennya. Namun pada saat itu Anas menolak dengan alasan ingin menunaikan kewajibannya terlebih dahulu untuk mengabdi di Pondok Pesantren Yatim Piatu dan Dhuafa Darul Inayah yang telah membantunya selama ini.
Anas ikut mengajar di kelas dan membantu adik-adik di sana dalam kegiatan di pesantren. Ia ingin mereka juga bisa diterima di perguruan tinggi seperti dirinya. Hingga 2021, Anas memutuskan kembali ke Tasikmalaya karena kondisi ibunya yang sedang sakit.
Keinginan Anas untuk melanjutkan kuliah belum pudar. Ia mendaftar beasiswa LPDP yang telah diincarnya sejak kuliah S1. Walaupun track record prestasinya cukup bagus, Anas sadar dia juga memiliki kekurangan khususnya di Bahasa Inggris.
“Kendala yang saya hadapi pada saat itu yaitu dalam rendahnya kemampuan bahasa Inggris. Namun saya berkeyakinan bahwa saya harus mencobanya dan harus menyelesaikan proses ini karena memang ini yang menjadi target saya untuk menjadi awardee LPDP dan bisa melanjutkan studi pada jenjang magister,” kata Anas.
Anas akhirnya diterima dan saat ini tengah berkuliah di program Magister Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia, “Saya mengambil Ilmu Sejarah karena sejarah merupakan keilmuan yang sangat penting untuk kehidupan manusia, khususnya kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Anas. Impian besarnya adalah bisa menjadi sejarawan di bidang politik Islam, migrasi dan ketenagakerjaan.
Bagi mereka yang tengah berjuang untuk pendidikan, Anas memiliki pesan. “Pesan untuk teman-teman dan adik-adik yang saat ini berasal dari keluarga prasejahtera khususnya adik-adik yang tinggal di panti asuhan, miliki impian, tekun, dan selalu disiplin. Jangan pernah takut karena di hidup ini selalu dihadapkan pada tantangan, tuntutan, dan juga tekanan," kata dia. "Saya meiliki motto ‘keyakinan dapat mengalahkan segalanya."