Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Kisah S. Parman yang Memiliki Kakak Petinggi PKI

S. Parman memiliki kakak yang merupakan petinggi PKI dan diduga mengetahui rencana penculikan para jenderal pada aksi G30S

1 Oktober 2021 | 08.32 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Siswondo Parman atau S. Parman menjadi salah satu tokoh yang diculik dan dibunuh di Lubang Buaya dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S). Petinggi TNI Angkatan Darat ini rupanya memiliki kakak yang merupakan petinggi Partai Komunis Indonesia (PKI) dan diduga mengetahui rencana penculikan para jenderal itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengutip buku "Letjen Anumerta S. Parman, Sang Pembela Tanah Air" karya Gesang Sari M, S. Parman dan kakaknya, Sukirman, lahir dari pasangan Marinah dan Kasido Kromodiharjo yang merupakan pedagang sukses di Wonosobo.

 

Kakaknya, Sakirman, pernah terlibat dalam pemberontakan PKI di Madiun pada September 1948 dan ditahan.

 

Dilansir dari buku "Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan" karya Soe Hok Gie, Sakirman pernah menjadi anggota Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) yang didirikan Amir Sjarifoeddin. Banyak aktivis Gerindo yang belakangan menjadi pimpinan PKI, seperti DN Aidit, Anwar Kadir, dan lainnya.

 

Meski haluannya komunis, banyak pemuda yang masuk PKI justru bukan karena ideolginya, melainkan karena PKI adalah partai yang terang-terangan berani melawan Belanda atau Jepang. Sakirman misalnya, ia adalah seorang nasionalis yang bersuka cita melihat kedatangan Jepang daripada komunis yang anti-fasis.

Adapun adiknya, S. Parman, pernah mengenyam pendidikan di Algemeene Middlebare School (AMS) atau setara sekolah menengah atas (SMA), dan melanjutkannya di di Geneeskundige Hogee School (GHS), sekolah kedokteran di Jakarta. Namun pendidikannya tidak selesai karena Jepang mengambil alih Indonesia dari Belanda.

 

Ketika kekuasaan Jepang berakhir, S. Parman memutuskan untuk tidak melanjutkan studi kedokterannya dan mengabdi di militer dengan mendaftarkan dirinya ke Badan Keamanan Rakyat (BKR). Kariernya di militer moncer. Ia berperan dalam penumpasan pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) sehingga jabatannya naik menjadi Kepala Staf Gubernur pada Markas Besar Angkatan Darat. Bersamaan dengan itu, pangkatnya pun menjadi Letnan Kolonel.

 

Pada 1962, S. Parman kembali ke Indonesia setelah bertugas di London. Saat itu, pengaruh PKI makin meluas. PKI mengusulkan pembentukan Angkatan Kelima dari buruh dan tani yang dipersenjatai. Ide ini ditolak mentah-mentah oleh S. Parman. 

 

Hal ini yang membuat S. Parman dimusuhi oleh PKI. Karena itulah ia masuk dalam daftar nama pejabat Angkatan Darat yang akan dilenyapkan pada aksi G30S.

 

AMELIA RAHIMA SARI

Baca juga:

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus