Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tanpa alasan jelas, Kementerian Pendidikan membatalkan hasil pemilihan Rektor UNS.
Calon Rektor UNS yang dijagokan pemerintah kalah satu suara.
Keputusan Nadiem Makarim membatalkan hasil pemilihan Rektor UNS mengancam otonomi kampus.
RUANG kerja pimpinan Majelis Wali Amanat Universitas Sebelas Maret (MWA UNS), Surakarta, Jawa Tengah, terlihat gelap pada Kamis pagi, 6 April lalu. Dua hari sebelumnya, ruangan di lantai satu gedung Rektorat Dr Prakosa UNS itu terkunci rapat setelah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi membekukan MWA UNS mulai akhir Maret lalu. Pembekuan itu buntut pemilihan Rektor UNS.
“Penguncian ruangan itu berlebihan. Kami jadi tak bisa bekerja,” kata Wakil Ketua Majelis Wali Amanat UNS Hasan Fauzi kepada Tempo, Rabu, 5 April lalu. Pembekuan MWA tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 24 Tahun 2023 tentang Penataan Peraturan Internal dan Organ di lingkungan UNS pada 31 Maret lalu.
Kementerian Pendidikan mengambil alih fungsi MWA, badan tertinggi di UNS, termasuk dalam pemilihan rektor. Menteri Pendidikan Nadiem Makarim juga membatalkan hasil pemilihan Rektor UNS periode 2023-2028 yang digelar pada 11 November 2022. Saat itu, Wakil Rektor Perencanaan, Kerja Sama Bisnis, dan Informasi UNS Sajidan terpilih menggantikan Jamal Wiwoho.
Sajidan meraup 12 suara. Ia unggul satu suara atas Direktur Rumah Sakit UNS Hartono, yang disebut-sebut sebagai calon pilihan pemerintah pusat. Adapun Dekan Fakultas Hukum UNS I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani meraih dua suara. Dari 25 suara, 17 berasal dari anggota MWA. Khusus Menteri Nadiem, yang juga anggota MWA, punya 8 suara atau 35 persen dari suara total. Saat pemilihan, Nadiem diwakili oleh Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan Chatarina Muliana.
Keputusan Nadiem Makarim membatalkan hasil pemilihan Rektor UNS terbit sebelas hari sebelum pelantikan Sajidan. Padahal MWA sejak 15 Maret lalu menyebar undangan. Pelantikan Sajidan awalnya akan dilaksanakan di Auditorium UNS GPH Haryo Mataram pada 11 April 2023. "Jadinya batal semua," ujar Hasan Fauzi.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam, mengatakan lembaganya menemukan dugaan pelanggaran dalam pemilihan Rektor UNS. Dugaan pelanggaran ini ditemukan oleh tim investigasi yang dibentuk oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan setelah Sajidan terpilih.
Nizam menyebutkan bahwa salah satu pelanggaran adalah penyusunan peraturan internal UNS, termasuk aturan soal pemilihan rektor. Tapi ia enggan mengungkap pelanggaran yang ditemukan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan. "Ada laporan dari masyarakat UNS yang kemudian kami tindak lanjuti oleh Inspektorat," kata Nizam saat ditemui Tempo, Rabu, 5 April lalu.
Baca: Akar Masalah Kebebasan Akademik di Indonesia yang Melorot
Setelah Sajidan terpilih, kontroversi merebak. Salah satunya soal terpentalnya Direktur Kerja Sama, Pengembangan, dan Internasionalisasi UNS Irwan Trinugroho. Panitia penjaringan dan penyaringan calon rektor yang dibentuk oleh MWA menilai Irwan tak memenuhi syarat administratif karena tak melampirkan laporan harta kekayaan aparatur sipil negara (LHKASN) 2021.
Padahal Irwan menyebutkan telah melampirkan tanda terima laporan manual LHKASN dari Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan. Irwan menyoroti tenggat pendaftaran yang singkat, hanya satu pekan. "Selain harus mengurusi LHKASN itu, ada syarat mencantumkan makalah minimal 10 lembar. Mepet sekali waktunya," ucap Irwan pada Jumat, 7 April lalu.
Isu kecurangan juga mencuat di media sosial. Berbagai tagar seperti #TolakSajidan dan #PemilihanCurang sempat berseliweran di Twitter. Para pengkritik menyatakan Sajidan mengkarantina pemilik suara di sebuah hotel di Solo. Sajidan juga disebut-sebut menggelar pertemuan di sebuah hotel menjelang pelaksanaan rapat pleno Majelis Wali Amanat.
Sejumlah dosen UNS ikut memperbincangkan kontroversi pemilihan rektor dalam diskusi internal. Dua di antaranya Dekan Fakultas Kedokteran Reviono dan Dekan Fakultas Olahraga Sapta Kunta Purnama.
Merasa mendapat serangan dari berbagai penjuru, Majelis Wali Amanat melayangkan somasi kepada Reviono dan Sapta. Hasan Fauzi sebagai Wakil Ketua MWA bahkan menyewa pengacara untuk mengurus somasi tersebut. Somasi akhirnya dicabut setelah gelombang unjuk rasa penolakan dilakukan oleh unsur mahasiswa dan civitas academica Fakultas Olahraga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Reviono dan Sapta membantah jika disebut pernah membahas dugaan kecurangan pemilihan Rektor UNS. Reviono mengklaim mendorong MWA melaporkan buzzer atau pendengung di media sosial yang memanaskan isu kecurangan. “Agar UNS tak melulu diberitakan negatif,” kata Reviono pada Sabtu, 4 Februari lalu. Ia mengklaim ide itu disampaikan kepada Hasan Fauzi di sebuah grup WhatsApp.
Sajidan enggan menanggapi berbagai tudingan kecurangan itu. Adapun Hasan Fauzi menyatakan MWA pernah menggelar rapat di hotel, tapi agendanya adalah monitoring dan evaluasi. Ia membantah ada kecurangan dalam pemilihan Rektor UNS. “Tak pernah dilakukan upaya untuk mempengaruhi integritas dan independensi,” ujar Hasan.
Buntut dari kekisruhan itu, Ketua MWA Hadi Tjahjanto, yang juga Menteri Agraria dan Tata Ruang, mundur sebelum Nadiem Makarim mengeluarkan keputusan. Pada Rabu, 5 April lalu, empat anggota MWA juga mundur, yaitu Nadiem; Ketua Ikatan Keluarga Alumni UNS Budi Harto; anggota dari wakil masyarakat, Gunawan Sulistyo; dan Rektor UNS Jamal Wiwoho.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada hari yang sama, Nadiem memperpanjang masa jabatan Jamal Wiwoho hingga ada pemilihan ulang. Direktur Reputasi Akademik dan Kemahasiswaan UNS Sutanto mengatakan Kementerian telah membentuk komite beranggota tujuh orang, semuanya anak buah Nadiem, untuk memilih anggota MWA baru. "Fungsi MWA tetap berjalan, tapi yang menjalankan Kementerian," kata Sutanto.
Baca: Manuver Tim Bayangan Nadiem Makarim di Kementerian Pendidikan
Tak menerima keputusan Nadiem, Hasan Fauzi lewat bantuan seorang alumnus UNS mencoba menemui pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam. Hasan mengaku hendak mencari penjelasan soal keputusan tersebut. Namun pertemuan itu batal karena Nizam menyerahkan urusan tersebut kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan.
Pada Jumat malam, 7 April lalu, Hasan dan Nizam akhirnya berkomunikasi via telepon. Pembicaraan keduanya berlangsung hingga lewat dinihari. Dalam obrolan mereka, Hasan menyebutkan, secara hukum administrasi, keanggotaan MWA UNS tetap dan utuh. “Sehingga tetap berhak atas layanan fasilitas, anggaran, dan kebutuhan dinas," tutur Hasan, Sabtu, 8 April lalu.
Ketua Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik Satria Unggul menilai keputusan pemerintah memveto pemilihan Rektor UNS sebagai bentuk intervensi negara yang berlebihan terhadap dunia kampus. Keputusan pemerintah itu mengancam semangat otonomi kampus yang bebas dari tekanan, pendisiplinan, dan ancaman negara. “Seharusnya negara membiarkan mekanisme internal di UNS untuk menyelesaikan sengketa pemilihan rektor,” ujarnya. Septhia Ryanthie (Solo)
----------
Catatan Redaksi: Artikel ini mengalami revisi pada Senin, 10 April 2023, pukul 15.33. Yaitu, mengganti jabatan Sapta Kunta Purnama yang semula tertulis sebagai Dekan Fakultas Kedokteran menjadi Dekan Fakultas Olahraga.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo