Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

KKN Bukan Hanya Piknik

Dosen unpad, surya anwar berhasil mempertahankan disertasinya tentang keuntungan yang bisa diperoleh pedesaan dari KKN. Disertasi berjudul "dampak KKN pada masyarakat", dinilai cum laude.(pdk)

2 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GAGASAN KKN (kuliah kerja nyata) sudah 10 tahun diterapkan. Dari 41 perguruan tinggi negeri sudah 31 yang melaksanakannya sebagai wajib. Tujuannya ialah mengajak mahasiswa mengenal kehidupan desa, hingga mereka tidak berorientasi ke kota melulu. Juga mereka dirangsang membantu menularkan semangat membangun, baik fisik maupun mental, di pedesaan. Tapi KKN masih diperdebatkan--ada yang menganggapnya bermanfaat, ada pula yang menganggapnya kurang berguna. Di tengah belum adanya kesepakatan dalam hal KKN itu, muncul sebuah lagi disertasi. Di kampus IPB Baranangsiang, Bogor (18 September), Surya Anwar, dosen Unand, mempertahankan disertasinya tentang KKN di depan tim penguji, yang diketuai Prof. Dr. Margono Slamet, Rektor Universitas Lampung. Semula ada dosen IPB menulis disertasi yang memfokuskan masalah KKN pada segi untung-rugi bagi mahasiswa. Kini Surya mencoba mengungkapkan keuntungan yang bisa diperoleh pedesaan dari KKN. Selama tujuh bulan (sampai 30 Juli) Surya meneliti 28 jorong (desa) yang di-KKN-i mahasiswa dan 12 jorong yang lain yang tidak, di Sumatera Barat. Saat itu hampir bersamaan dengan jadwal KKN di Unand. Hasilnya, sebuah disertasi setebal 223 halaman, berjudul Dampak KKN pada Masyarakat Desa. Ada empat hal yang ingin diketahui dari penelitiannya: Perkembangan pengetahuan masyarakat, perubahan sikap mereka, peningkatan ketrampilan dan penerimaan gagasan baru--sesudah ada KKN. Dan semua itu berkaitan dengan dua hal pokok yang sangat mempengaruhi pedesaan: pertanian dan kesejahteraan keluarga yang praktis. Hasilnya, sejumlah kasus yang mungkin dianggap sepele oleh orang kota. Misalnya, dari 240 kepala keluarga di 40 jorong pilihannya ada seorang yang menyatakan dia mengetahui bahwa sayuran itu bermanfaat sesudah ada KKN. Responden itu, yang selama ini membiarkan saja rimbang tumbuh meliar di halaman rumahnya, kini tergerak memeliharanya dan memasukkannya dalam menunya sehari-hari. Seorang bapak, berumur 42 tahun, dulu berkali-kali mendengar tapi mengabaikan anjuran ber-KB (keluarga berencana), tapi setelah ada penjelasan mahasiswa dia yakin perlunya KB. Maka ia pun lantas membawa istrinya ke Puskesmas. Kepala Jorong Mandahiling, Kecamatan Salimpahung, mengaku ia mendapat banyak gagasan dan petunjuk dari mahasiswa. Kini ia mencatat data warganya, membuat statistik sederhana, juga mengusahakan adanya balai pengobatan. Sebelumnva ia bersikap acuh tidak acuh terhaaap petugas penyuluh pertanian misalnya. Sikapnya kini berubah. Ia menyadari kini manfaat yang bisa diperoleh warga desanya dari para' penyuluh itu. Yang mungkin lucu ialah perubahan cita-cita responden peserta PKK. Sebelum ada kontak dengan mahasiswa KKN pada umumnya kaum ibu itu hanya berharap anak-anak mereka lulus SD. Kini semua menginginkan anak nanti menjadi mahasiswa. Perubahan yang bisa disimak nyata adalah sikap warga Mandahiling. Semula, sekitar 300 kepala keluarga atau 1.100 lebih jiwa, yang hidup di dataran tinggi di situ, tidak memikirkan cara pengadaan air minum yang gampang dicapai. Untuk keperluan mencuci dan mandi mereka mengandalkan pada hujan. Mereka harus turun beberapa km guna mencapai sumber air beKih. Mahasiswa lantas membujuk mereka membuat sumber air sendiri. Akhirnya mereka bersedia bergotong-royong memikul biaya pengadaan sumber air bersih itu. Eloknya, ketika mahasiswa yang berKKN meninggalkan desa itu --dan sumur pompa ternyata belum selesai juga -- kegiatan pengumpulan dana masih terus berjalan. Menurut Kepala Jorong, sumur itu memang baru bisa selesai, paling cepat, dalam setahun. Apa boleh buat, warga petani dan buruh tani memang hanya bisa diharapkan mengumpulkan dana sedikit demi sedikit. Tapi--ini penting--telah ada perubahan sikap mereka. Nanti mereka tak perlu lagi turun menyusur tebing hanya untuk mengambil air. Dan untuk keperluan lain, mencuci dan mandi misalnya, mereka tidak lagi harus tergantung pada hujan. Maka Surya Anwar, 37 tahun, berani memastikan bahwa dampak KKN memang positif buat pedesaan. KKN bukan hanya piknik. Tamatan Fak. Peternakan Unand (1971) ini, yang menjadi mahasiswa pasca sarjana IPB, pun memperoleh data menarik. Ternyata efektivitas KKN paling dirasakan oleh warga desa dari lapisan bawah. Dengan suatu skala Surya membandingkan peningkatan pengetahuan warga desa lapisan bawah itu dengan kelas di atasnya, sebelum dan sesudah ada KKN. Para warga desa yang sebagian besar buruh tani itu--bila semula acuh tak acuh terhadap soal gizi bagi anak balita, soal kesehatan dan soal pendidikan -- setelah KKN menjadi menaruh perhatian besar pada semua itu. Adapun perbandingan globalnya, antara desa yang di-KKN-i dan yang tidak, memang jelas terlihat. Desa yang tidak di-KKN-i selama sekitar enam bulan tidak menunjukkan perkembangan berarti. Artinya dari penelitian pertama dan beberapa bulan kemudian, pengetahuan dan sikap warga desa tersebut tidak banyak berubah. Memang, Surya belum menentukan apakah perubahan sikap warga desa dari 28 jorong itu akan awet. Bila nanti terbentur kesulitan, misalnya soal pengumpulan dana untuk membuat sumur pompa di Mandahiling itu, adakah para warga akan kembali bersikap pasrah terhadap keadaan? Disertasi ini memang hanya berbicara tentang KKN Unand di pedesaan Sumatera Barat. Mungkin kesimpulan Surya agak sulit dipakai sebagai kesimpulan KKN pada umumnya. Namun ada satu hal yang bisa dijadikan patokan agar KKN bermanfaat. Yaitu klopnya faktor kualitas mahasiswa dan situasi desa. Banyak contoh, bila dua faktor itu tidak cocok, KKN boleh dibilang sia-sia belaka, baik bagi mahasiswanya maupun bagi masyarakat desa itu sendiri. Misalnya mahasiswa Fak. Kedokteran gigi Unhas pernah dicibir penduduk tempat dia ber-KKN. Pasalnya, di desa ini Ida cara mencabut gigi yang sudah turun-temurun yang tidak memerlukan pemlatan modern, tapi tanpa rasa sakit. Maka mahasiswa itu pun menjadi minder. Ada lagi mahasiswa yang mencoba menasehati agar penduduk di sebuah desa tidak mengandangkan ternaknya di lolong rumah. Warga desa setuju membuat kandang di luar rumah, tapi dengan syarat: mahasiswa tersebut harus menjamin ternaknya nanti tidak dicuri orang, Surya Anwar, ayah dari tiga orang anak tidak menemukan kasus seperti itu di Sumatera Barat. Mungkin karena pengarahan KKN di Unand sudah memadai. Dan disertasinya ternyata dinilai cum laude oleh tim penguji. Bukan karena Surya, yang beristrikan seorang guru SD di Padang, ketika memberikan javaban begitu bersemangat, bahkan sedikit emosional. Tapi karena disertasinya dinilai "bisa dijadikan pertimbangan bagi para pembuat keputusan," kata Prof. Dr. Margono Slamet. Pembuat keputusan yang berhubungan dengan IKN, tentu saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus