GAGASAN KKN (kuliah kerja nyata) sudah 10 tahun diterapkan. Dari
41 perguruan tinggi negeri sudah 31 yang melaksanakannya sebagai
wajib. Tujuannya ialah mengajak mahasiswa mengenal kehidupan
desa, hingga mereka tidak berorientasi ke kota melulu. Juga
mereka dirangsang membantu menularkan semangat membangun, baik
fisik maupun mental, di pedesaan. Tapi KKN masih
diperdebatkan--ada yang menganggapnya bermanfaat, ada pula yang
menganggapnya kurang berguna.
Di tengah belum adanya kesepakatan dalam hal KKN itu, muncul
sebuah lagi disertasi. Di kampus IPB Baranangsiang, Bogor (18
September), Surya Anwar, dosen Unand, mempertahankan
disertasinya tentang KKN di depan tim penguji, yang diketuai
Prof. Dr. Margono Slamet, Rektor Universitas Lampung. Semula ada
dosen IPB menulis disertasi yang memfokuskan masalah KKN pada
segi untung-rugi bagi mahasiswa. Kini Surya mencoba
mengungkapkan keuntungan yang bisa diperoleh pedesaan dari KKN.
Selama tujuh bulan (sampai 30 Juli) Surya meneliti 28 jorong
(desa) yang di-KKN-i mahasiswa dan 12 jorong yang lain yang
tidak, di Sumatera Barat. Saat itu hampir bersamaan dengan
jadwal KKN di Unand. Hasilnya, sebuah disertasi setebal 223
halaman, berjudul Dampak KKN pada Masyarakat Desa.
Ada empat hal yang ingin diketahui dari penelitiannya:
Perkembangan pengetahuan masyarakat, perubahan sikap mereka,
peningkatan ketrampilan dan penerimaan gagasan baru--sesudah ada
KKN. Dan semua itu berkaitan dengan dua hal pokok yang sangat
mempengaruhi pedesaan: pertanian dan kesejahteraan keluarga yang
praktis.
Hasilnya, sejumlah kasus yang mungkin dianggap sepele oleh orang
kota. Misalnya, dari 240 kepala keluarga di 40 jorong pilihannya
ada seorang yang menyatakan dia mengetahui bahwa sayuran itu
bermanfaat sesudah ada KKN. Responden itu, yang selama ini
membiarkan saja rimbang tumbuh meliar di halaman rumahnya, kini
tergerak memeliharanya dan memasukkannya dalam menunya
sehari-hari. Seorang bapak, berumur 42 tahun, dulu berkali-kali
mendengar tapi mengabaikan anjuran ber-KB (keluarga berencana),
tapi setelah ada penjelasan mahasiswa dia yakin perlunya KB.
Maka ia pun lantas membawa istrinya ke Puskesmas.
Kepala Jorong Mandahiling, Kecamatan Salimpahung, mengaku ia
mendapat banyak gagasan dan petunjuk dari mahasiswa. Kini ia
mencatat data warganya, membuat statistik sederhana, juga
mengusahakan adanya balai pengobatan. Sebelumnva ia bersikap
acuh tidak acuh terhaaap petugas penyuluh pertanian misalnya.
Sikapnya kini berubah. Ia menyadari kini manfaat yang bisa
diperoleh warga desanya dari para' penyuluh itu.
Yang mungkin lucu ialah perubahan cita-cita responden peserta
PKK. Sebelum ada kontak dengan mahasiswa KKN pada umumnya kaum
ibu itu hanya berharap anak-anak mereka lulus SD. Kini semua
menginginkan anak nanti menjadi mahasiswa.
Perubahan yang bisa disimak nyata adalah sikap warga
Mandahiling. Semula, sekitar 300 kepala keluarga atau 1.100
lebih jiwa, yang hidup di dataran tinggi di situ, tidak
memikirkan cara pengadaan air minum yang gampang dicapai. Untuk
keperluan mencuci dan mandi mereka mengandalkan pada hujan.
Mereka harus turun beberapa km guna mencapai sumber air beKih.
Mahasiswa lantas membujuk mereka membuat sumber air sendiri.
Akhirnya mereka bersedia bergotong-royong memikul biaya
pengadaan sumber air bersih itu.
Eloknya, ketika mahasiswa yang berKKN meninggalkan desa itu
--dan sumur pompa ternyata belum selesai juga -- kegiatan
pengumpulan dana masih terus berjalan. Menurut Kepala Jorong,
sumur itu memang baru bisa selesai, paling cepat, dalam setahun.
Apa boleh buat, warga petani dan buruh tani memang hanya bisa
diharapkan mengumpulkan dana sedikit demi sedikit. Tapi--ini
penting--telah ada perubahan sikap mereka. Nanti mereka tak
perlu lagi turun menyusur tebing hanya untuk mengambil air. Dan
untuk keperluan lain, mencuci dan mandi misalnya, mereka tidak
lagi harus tergantung pada hujan.
Maka Surya Anwar, 37 tahun, berani memastikan bahwa dampak KKN
memang positif buat pedesaan. KKN bukan hanya piknik. Tamatan
Fak. Peternakan Unand (1971) ini, yang menjadi mahasiswa pasca
sarjana IPB, pun memperoleh data menarik. Ternyata efektivitas
KKN paling dirasakan oleh warga desa dari lapisan bawah. Dengan
suatu skala Surya membandingkan peningkatan pengetahuan warga
desa lapisan bawah itu dengan kelas di atasnya, sebelum dan
sesudah ada KKN. Para warga desa yang sebagian besar buruh tani
itu--bila semula acuh tak acuh terhadap soal gizi bagi anak
balita, soal kesehatan dan soal pendidikan -- setelah KKN
menjadi menaruh perhatian besar pada semua itu.
Adapun perbandingan globalnya, antara desa yang di-KKN-i dan
yang tidak, memang jelas terlihat. Desa yang tidak di-KKN-i
selama sekitar enam bulan tidak menunjukkan perkembangan
berarti. Artinya dari penelitian pertama dan beberapa bulan
kemudian, pengetahuan dan sikap warga desa tersebut tidak banyak
berubah. Memang, Surya belum menentukan apakah perubahan sikap
warga desa dari 28 jorong itu akan awet. Bila nanti terbentur
kesulitan, misalnya soal pengumpulan dana untuk membuat sumur
pompa di Mandahiling itu, adakah para warga akan kembali
bersikap pasrah terhadap keadaan?
Disertasi ini memang hanya berbicara tentang KKN Unand di
pedesaan Sumatera Barat. Mungkin kesimpulan Surya agak sulit
dipakai sebagai kesimpulan KKN pada umumnya. Namun ada satu hal
yang bisa dijadikan patokan agar KKN bermanfaat. Yaitu klopnya
faktor kualitas mahasiswa dan situasi desa.
Banyak contoh, bila dua faktor itu tidak cocok, KKN boleh
dibilang sia-sia belaka, baik bagi mahasiswanya maupun bagi
masyarakat desa itu sendiri. Misalnya mahasiswa Fak. Kedokteran
gigi Unhas pernah dicibir penduduk tempat dia ber-KKN. Pasalnya,
di desa ini Ida cara mencabut gigi yang sudah turun-temurun
yang tidak memerlukan pemlatan modern, tapi tanpa rasa sakit.
Maka mahasiswa itu pun menjadi minder.
Ada lagi mahasiswa yang mencoba menasehati agar penduduk di
sebuah desa tidak mengandangkan ternaknya di lolong rumah.
Warga desa setuju membuat kandang di luar rumah, tapi dengan
syarat: mahasiswa tersebut harus menjamin ternaknya nanti tidak
dicuri orang, Surya Anwar, ayah dari tiga orang anak tidak
menemukan kasus seperti itu di Sumatera Barat. Mungkin karena
pengarahan KKN di Unand sudah memadai. Dan disertasinya ternyata
dinilai cum laude oleh tim penguji. Bukan karena Surya, yang
beristrikan seorang guru SD di Padang, ketika memberikan
javaban begitu bersemangat, bahkan sedikit emosional. Tapi
karena disertasinya dinilai "bisa dijadikan pertimbangan bagi
para pembuat keputusan," kata Prof. Dr. Margono Slamet. Pembuat
keputusan yang berhubungan dengan IKN, tentu saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini