Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tentang masalah yang akan dihadapi

Wawancara Tempo dengan R. Soeprapto, pengganti Gubernur Tjokropranolo, tentang masalah dan langkah-langkah yang akan dihadapinya. (nas)

2 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH lukisan Semar, dengan latar belakang lima Pandawa bersaudara dan Kamajaya serta Ratih, tergantung di dinding ruang tamu rumah R. Suprapto. "Kalau diterapkan dalam perangkat aparatur, Semar itu kan pamong. Dia adalah seorang punakawan abdi, walau sebetulnya dia itu dewa. Artinya di sini: orang yang berkemampuan, yang tak mau menonjolkan diri, tapi ngemong, ojo dumeb dan melakukan tut wuri handayani". Suprapto, 58 tahun, tampak bersemangat sewaktu menjelaskan ini. Agaknya pandangan ini, aparat pemerintah sebagai abdi masyarakat, ingin betul-betul diwujudkannya. "Dan ingat, masih ada Kamajaya dan Ratih. Jadi pengabdian pada masyarakat itu harus dilandasi cinta dan kasih," katanya. Sebelum menjabat Gubernur Jakarta, perjalanan pengabdian Suprapto telah panjang. Sebagian besar hidup putra Wedana Karanggede, Karanganyar, Sala ini dilewatkan di bidang militer. Dimlai dengan pendidikan di Peta di zaman pendudukan Jepang, di bagian pasukan gerilyanya (Yukiki) bersama antara lain almarhum Bambang Supeno dan Kusnowibowo . Ia pernah tercatat sebagai lulusan terbaik Seskoad Angkatan II (1963-1964) dan kemudian menjabat Asisten 11 Kodam Diponegoro. Pernah pula ia menjabat Kepala Staf Kodam XVII/Cenderawasih dan kemudian Pangdam XVI/Udayana. Sebelum menjabat Sekjen Depdagri sejak 1976, ia bertugas di Departemen Hankam sebagai Asrenum (Asisten Perencanaan Umum). Suprapto, tampan dan bertubuh sedang (tinggi 168 cm, berat 70 kg)--dua kali seminggu berolahraga tenis--agaknya selama ini tak banyak bisa keluar karena tertimbun banyaknya pekerjaan. "Elanya sekali-kali kami sekeluarga pergi ke Pasar Seni Ancol," katanya. Sebagai gubernur, tentbnya nanti ia diharapkan akan lebih banyak terjun ke bawah di tengah masyarakat yang dipimpinnya. Berikut ini sebagian dari wawancaranya dengan Susanto Pudjomartono, Herry Komar dan Budiman S. Hartoyo dari TEMPO pekan lalu, di rumahnya, dalam suatu pembicaraan 4 jam menjelang tengah malam, mengenai tugas barunya yang mulai dipangkunya pekan ini. Sebagai gubernur baru, apa yang pertama akan Bapak lakukan? Prinsip saya, kalau mendapat tugas ya kerjakan tugas itu dengan wajar. Tidak perlu ambisius, karena itu bisa membuat lupa daratan. Ikhtiar perlu ada, supaya bisa menjalankan tugas dengan baik. Harapan saya agar masyarakat mendukung dengan keikutsertaan bersama mengelola rumah tangga Jakarta ini dalam fungsinya masing-masing. Caranya? asarnya adalah keterbukaan. Misalnya jika di suatu wilayah mau didirikan proyek tertentu. Masyarakat kita sebenarnya tidak sulit, toleransinya besar, sepanjang dijelaskan haknya, diajak bermuakat dan menerima haknya seperti yang sudah disepakati. Keresahan bisa timbul karena beberapa hal. Misalnya ada aparatur yang sebelumnya sudah tahu rencana proyek dan membeli tanah dulu dan kemudian menaikkan harga. Rakyat tahu itu. Jadi ada aparatur yang perlu diluruskan. Sekali lagi prinsipnya keterbukaan. Tapi ketegasan, enforcement perlu, cuma terlebih dulu harus ada prakondisi bahwa masyarakat tahu. Kalau ada yang tetap - membangkang, ya tindak. Sebab kalau didiamkan, akan nracak (menginjak kepala). Tapi perlu ada pendekatan yang manusiawi. Misalnya kaki-lima .... Kaki-lima ditegaskan tempatnya. Kalau didiamkan, mereka akan memenuhi tempat, menghambat lalulintas, jadi menghambat pihak lain. Masyarakat Jakarta itu heterogen. Kita tidak bisa memanjakan satu golongan masyarakat saja. Masalah-masalah Jakarta apa saja yang Bapak prioritaskan dan bagaimana pemecahannya? Perlu ditegaskan dulu strategi jangka panjang, sedang dan yang operasional. Timbulnya kepadatan Jakarta, dengan wilayahnya yang sudah tetap. Ini karena pembangunan yang meledak. Penanam modal berkumpul di Jakarta karena semua sarananya ada di sini. Ini menumbuhkan lapangan kerja hingga otomatis menarik kedatangan tenaga kerja. Dalam strategi jangka panjang perlu ditegaskan: investasi baru yang sifatnya nasional jangan di Jakarta. Perlu ada pusat-pusat pembangunan baru, misalnya di Bekasi dan Tangerang. Dengan begitu akan tumbul - suburbs, bukan satelit. Untuk itu pemerintah harus menyiapkan prasarana. Hingga ada penyebaran dan rush juga ke luar Jakarta. Apakah ini karena perencanaannya dulu salah? Kita tidak bisa menyalahkan Pak Ali Sadikin. Karena dulu kondisinya memang demikian, ditambah dengan egosentrisme daerah untuk bisa mendapatkan keuntungan dari pembangunan. Bagaimana misalnya cara mengatasi masalah sampah? Sebetulnya tidak sulit. Yang menjadi sorotan sekarang adalah tercecernya sampah di tempat pengumpulan. Buat saja bak yang jelas hingga tidak ada yang kececeran. Truk sampah perlu yang sedemikian rupa hingga tidak bisa diomprengkan. Sampah juga tidak boleh jaditanah urukan lagi. Pabrik kompos perlu ada. Memang perlu investasi. Tapi kalau perlu diberikan subsidi demi tertib lingkungan. Lalu tentang masalah macetnya lalu-lintas? Sebagian besar pemakai transportasi umum adalah mereka yang sudah jelas tujuannya, misalnya karyawan dan pelajar. Transportasi umum harus memenuhi syarat: mudah, tepat dan komfort. Kalau persyaratan ini bisa dipenuhi, mungkin yang berjabatan tinggi dan selama ini memakai mobil pribadi tidak akan segan memakai kendaraan umum. Disiplin masyarakat perlu ditingkatkan. Salah satu yang saya anggap tantangan memang bagaimana memperbaiki masalah ini. Dulu ada terminal pusat di Lapangan Banteng. Waktu dihapuskan tampaknya masyarakat kurang dipersiapkan, begitu juga sarana penggantinya. Apakah terminal Lapangan Banteng akan dihidupkan lagi? Prinsip orang yang memasuki jabatan baru kan kurang baik kalau mengubahubah lagi. Itu tidak akan terjadi pada saya. Tiap sistem apa pun ada segi baik dan kurangnya. Yang kurang baik di mana, ini yang kita cari. Pak Tjokropranolo sebelum mengakhiri masa jabatannya, melakukan serangkaian pergantian jabatan. Bagaimana pendapat Bapak? Dilihat dari peraturan formal, kewenangan memang ada. Cuma timbul keresahan karena ada yang menyimpang dari pola karir dan jabatan. Setiap orang bisa saya pakai sepanjang dia ditempatkan sesuai dengan karir dan tingkat kemampuannya. Dilihat dari prinsip ini, kalau ternyata bisa kerja, ya sudah. Kalau tidak berprestasi ya diganti. Momentum harus dipelihara, dan staf harus digunakan. Saya tidak akan bawa orang, kecuali mungkin. sopir. Masyarakat Jakarta bertanya-tanya: gaya kepemimpinan apa yang akan Bapak gunakan. Gaya Ali Sadikin, Tjokropranolo atau memadukannya? Bukan memadukannya. Masing-masing punya kepribadian dan kelebihan. Kepemimpinan mereka tepat pada tahapan zamannya. Seperti Ali Sadikin. Pada saat itu Jakarta perlu orang seperti dia, dan kebetulan beliau didukung keadaan yang memungkinkan. Begitu juga dengan pola kepemimpinan Bung Karno, atau Bung Tomo, masing-masing tepat pada tahapan zamannya. Kelihatannya Bapak optimistis untuk memimpin Jakarta. Saya kenal baik dengan semua Menteri. Kalau kerepotan saya akan lari pada mereka, karena Jakarta kan pusatnya daerah. Apakah Bapak tidak akan diang gap terlalu menggampangkan persoalan? Tidak. Itu tergantung bagaimana kita menggunakan aparatur. Hambatan pertama saya nanti adalah bagaimana memulihkan kondisi aparatur yang resah. Untuk itu perlu fungsionalisasi aparatur sesuai dengan bidangnya secara proporsional. Jalur yang sudah ada perlu dimanfaatkan. Misalnya GMK 3 LH (Gerakan Memasyarakatkan Kebersihan, Keindahan, dan Kelestarian Lingkungan Hidup): kegiatannya bagus, hanya peadahannya yang kurang tepat. Mengapa tidak memakai PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) yang sudah ada? Saya yakin kalau masing-masing aparatur diberi kepercayaan dan kesempatan, semua akan menjalankan tugas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus