Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi I DPR kembali melanjutkan pembahasan mengenai perubahan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada Kamis, 13 Maret 2025. Komisi bidang pertahanan ini turut mengundang Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto beserta kepala staf angkatan dari tiga matra militer dalam rapat kerja pembahasan revisi UU TNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rapat kali ini dipimpin oleh Ketua Komisi I DPR Utut Adianto. Dia menjelaskan bahwa telah mengundang beberapa pihak seperti tokoh, lembaga swadaya masyarakat, hingga organisasi untuk membahas RUU TNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Komisi I DPR juga telah menggelar rapat bersama Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin untuk membahas revisi UU TNI pada Selasa, 11 Maret 2025. Dalam rapat itu, ia mengatakan terdapat tiga hal pada revisi UU TNI yang bakal direvisi.
Ia menyebut tiga persoalan yang akan dibahas, yaitu kedudukan TNI, rencana perpanjangan masa dinas aktif dari prajurit TNI, serta penugasan prajurit militer di jabatan sipil. Menurut Sjafrie, kedudukan TNI bukan permasalahan baru di instansi militer.
Selain itu, Sjafrie mengusulkan penambahan lima kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Ia menjelaskan, bagi prajurit yang menempati pos jabatan sipil di 15 kementerian/lembaga terkait, maka prajurit itu tidak mesti mengundurkan diri.
Mereka yang mesti mengundurkan diri, kata dia, adalah prajurit yang menempati jabatan sipil di luar 15 kementerian/lembaga dimaksud. "Di luar 15 plus, dia mesti pensiun," kata Sjafrie.
Merujuk Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang TNI, prajurit aktif hanya dapat mengisi jabatan sipil di 10 kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, dan Sekretaris Militer Presiden.
Penambahan lima pos kementerian/lembaga yang dapat diisi prajurit aktif, antara lain Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai usulan dalam draf RUU TNI tak sejalan dengan semangat reformasi. Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan, usulan penambangan pos bagi prajurit TNI di jabatan sipil mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil. "Usulan ini berisiko mengikis prinsip supremasi sipil," kata Isnur saat dihubungi, Rabu, 12 Maret 2025.
Menurut dia, penempatan prajurit TNI di luar fungsi sebagai alat pertahanan bukan hanya melanggar aturan dalam Undang-Undang TNI, tapi juga berpotensi memperlemah profesionalisme prajurit.
Isnur melanjutkan, penambahan pos jabatan sipil bagi prajurit juga akan merusak sistem merit dan karier aparatur sipil negara. Ini lantaran TNI diberikan karpet merah untuk menempati jabatan strategis di ranah sipil melalui revisi Undang-Undang TNI. "Menempatkan TNI pada jabatan sipil jauh dari tugas dan fungsi sebagai alat pertahanan. Ini sama saja dengan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI," ujarnya.
Pilihan Editor: Barisan Pemuda Adat Desak RUU Masyarakat Adat Segera Disahkan