Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Alifudin meminta Badan Gizi Nasional (BGN) agar mengkaji lebih dalam terhadap usulan serangga menjadi menu alternatif dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dia juga meminta agar lembaga yang menjadi mitra Komisi X itu untuk berhati-hati dalam proses pengambilan kebijakan terhadap wacana tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Harus dipertimbangkan dengan cermat agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, terutama anak-anak," kata Alifudin dalam keterangannya, Rabu, 29 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menilai bahwa BGN perlu mempertimbangkan kemajemukan budaya dan kebiasaan makan di Indonesia, bila ingin menjadikan serangga sebagai menu makan bergizi gratis. Sebab, menurut dia, tidak semua daerah terbiasa dengan mengkonsumsi serangga.
"Ide tersebut mungkin akan sulit diterima," ucapnya.
Dia mengimbau kepada BGN untuk terlebih dahulu berdialog dengan para ahli gizi, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya sebelum mengambil keputusan. Menurut dia, semestinya kebijakan itu harus diambil berdasarkan pada hasil kajian mendalam.
"Hal ini demi menjaga kesehatan, kenyamanan, dan keberagaman budaya masyarakat Indonesia," ucapnya.
Wacana serangga berpeluang menjadi menu alternatif makan bergizi gratis pertama kali disampaikan oleh Kepala BGN Dadan Hindayana. Dia menyatakan ada kemungkinan seporsi menu makan bergizi gratis bisa menggunakan serangga yang dapat dikonsumsi. Sebab, kata dia, beberapa serangga bisa diolah dan menjadi alternatif untuk pemenuhan kebutuhan protein.
"Mungkin saja ada satu daerah suka makan serangga (seperti) belalang, ulat sagu, bisa jadi bagian protein," kata Dadan dalam pemaparannya di Rapimnas Perempuan Indonesia Raya, Jakarta pada Sabtu, 25 Januari 2025.
Tak hanya protein, dia mengatakan bahwa pemenuhan karbohidrat juga bisa digantikan dengan bahan baku lain, sehingga tidak harus nasi. Di sejumlah daerah tanah air, ujar dia, pemenuhan karbohidrat bisa berasal dari jagung, singkong, pisang rebus, ataupun sagu yang menjadi kesukaan masyarakat Indonesia Timur. "Kami bisa mulai diversifikasi pangan. (Menu) tidak harus sama," ucap Dadan.
Terlebih lagi, kata dia, lembaganya tidak menetapkan menu dalam program MBG secara nasional. Dia berujar bahwa menu makan gratis akan menyesuaikan potensi sumber daya ataupun kesukaan tiap-tiap daerah.
Dadan menuturkan bahwa nantinya di tiap satuan pelayanan program ini, BGN bakal merekrut ahli gizi. Tujuannya, kata dia, untuk menyusun menu lokal yang berbasis dengan potensi sumber daya ataupun kesukaan di masing-masing daerah.