Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia sudah menerima 19 pengaduan terkait pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi tahun 2019. "Pengaduan yang diterima meliputi PPDB SMPN sebanyak 9 pengaduan dan PPDB SMAN sebanyak 10 pengaduan," kata Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, dalam siaran tertulisnya, Senin, 24 Juni 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca: PPDB SMP Tangsel, Zonasi Jarak Dipangkas dari 90 Jadi 30 Persen
Retno mengatakan, pengaduan dari 19-22 Juni itu didominasi kasus orang tua calon peserta didik yang mengaku tidak pernah menerima sosialisasi tentang PPDB sistem zonasi SMPN dan SMAN, terutama di Kediri dan Mojokerto. Pengaduan lainnya adalah penolakan kebijakan PPDB sistem zonasi yang membuat pengaduan PPDB SMAN di Kota Surabaya, Jawa Timur, sempat dihentikan sementara.
Kemudian, KPAI juga menerima keluhan masyarakat yang tidak paham kebijakan dan petunjuk teknis (juknis) PPDB SMPN sistem zonasi di Kabupaten Gresik. "Juknis PPDB SMPN sistem zonasi juga dianggap kaku di Kota Bekasi," katanya.
Belum meratanya keberadaan SMA Negeri, seperti di Kecamatan Bangsaldari, Jember, juga menyebabkan terjadinya blank spot, yaitu kondisi dimana tempat domisili pengadu tidak masuk dalam zonasi sekolah. Sehingga, peserta didik tidak bisa mendaftar sekolah negeri.
Di Kabupaten Madiun, KPAI menemukan aduan bahwa kuota zonasi murni PPDB SMAN yang seharusnya 90 persen diubah menjadi 50 persen. Selanjutnya, jarak rumah juga tidak terverifikasi dengan tepat untuk PPDB SMAN seperti yang terjadi di Cikarang Utara. KPAI juga menemukan ada masalah pada jalur kombinasi dalam PPDB SMPN di Kota Bandung dan jalur afirmasi dalam PPDB SMAN di Kediri.
Pengaduan lainnya soal tidak adanya zona irisan antara Karanganyar dengan Kota Solo, misalnya SMP negeri terdekat berjarak 10 kilomter dan Kartu Keluarga dianggap luar kota, sehingga anak pengadu terancam tidak dapat diterima di SMPN. Kemudian, pengadu berdomisili di Kecamatan Sukun, Malang, namun SMAN terdekat di Kecamatan Klojen yang berjarak 2,5 kilometer dan 2,9 kilometer akibat penyebaran SMAN tidak merata. "Maka anak pengadu tidak diterima di sekolah negeri terdekat di Kota Malang," ujarnya.
Ada juga yang mengadukan masalah zona beririsan dalam PPDB SMAN yang tidak diterima di sekolah pilihan, meski jarak rumah ke kedua pilihan sekolah tersebut hanya 600 meter dan 1.185 meter. Kasus ini terjadi di Mojokerto. Ada juga pengadu dari Jakarta dan ingin melanjutkan SMAN di Kota Kupang, tapi terkendala oleh pindah domisili yang belum diurus.
Kasus lainnya ialah dugaan tidak transparannya PPDB SMAN di Tangerang Selatan, masalah perpindahan domisili dan kartu keluarga dari Bekasi Utara ke Bekasi Selatan, sehingga anak pengadu tidak bisa mengakses SMPN terdekat dari rumahnya yang sekarang. Pengaduan berikutnya tentang Dinas Pendidikan Kota Bekasi yang menambah jumlah rombongan belajar (rombel) PPDB SMPN dari maksimal 32 menjadi 36 siswa. Hal ini membuat masyarakat khawatir 4 siswa lain di tiap kelas tidak bisa masuk dapodik.
Pengelola sekolah swasta, kata Retno, khawatir tidak kebagian siswa karena pemerintah tahun 2019 membangun atau membuka sekolah baru yaitu SMPN sebanyak 7 sekolah yaitu SMP 50, 51, 52, 53, 54, 55 dan 56.
Baca: Perubahan Aturan PPDB, Disdik Jawa Barat: Sudah Ikuti Pergub
Sehubungan dengan pengaduan tersebut, tim pengawasan PPDB KPAI akan melakukan proses konfirmasi kepada pihak-pihak terkait, seperti Dinas Pendidikan kabupaten/kota maupun Dinas Pendidikan Provinsi, serta pihak sekolah jika diperlukan. Proses pelaksanaan PPDB masih panjang, karena banyak wilayah baru memulai PPDB pada 1 – 10 Juli 2019. "KPAI akan terus melakukan pengawasan dan juga menerima pengaduan masyarakat terkait PPDB 2019," kata Retno.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini