Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Nurul Ghufron menyesali dimakamkannya Eks Wali Kota Batu yang juga napi korupsi Eddy Rumpoko di taman makam pahlawan. Menurut, Eddy tak layak dimakamkan di taman makam pahlawan karena merugikan dan mengkhianati rakyat dan negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami menyesalkan seseorang yang berdasarkan putusan hukum dinyatakan korupsi dimakamkan di taman pahlawan,” kata Ghufron dikonfirmasi Tempo, Ahad, 10 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dimakamkannya Eddy Rumpoko di Taman Makam Pahlawan Suropati, Jawa Timur, kata dia, justru menurunkan citra pahlawan yang berdedikasi untuk bangsa dan negara. Jika eks politikus PDIP itu dianggap pahlawan karena memiliki banyak penghargaan semasa menjabat, seharusnya status tersebut sudah gugur karena yang bersangkutan telah melakukan korupsi.
"Mohon maaf, ini menurunkan bahkan mencederai hormat dan penghargaan kepada para pahlawan," kata Ghufron. Ia menambahkan, jika memang Eddy Rumpoko memiliki banyak penghargaan semasa menjabat, seharusnya gugur saat eks politikus PDIP itu terbukti korupsi dan tidak layak dimakamkan di taman makam pahlawan
Lantas kasus korupsi apakah yang menimpa eks Wali Kota Batu Eddy Rumpoko ini?
Kasus pertama
Eddy Rumpoko ditangkap oleh KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu, 16 September 2017. Wakil Ketua KPK saat itu, Basaria Panjaitan membenarkan operasi itu. “Ya benar terkait proyek,” kata Basaria melalui pesan pendek yang dikirimkan kepada Tempo. Namun, Basaria menolak merinci, apa yang dimaksud dengan proyek tersebut.
Informasi dari sumber lain menyebutkan bahwa Eddy Rumpoko ditangkap KPK di rumah dinasnya bersama salah seorang pengusaha ketika melakukan transaksi suap terkait dengan proyek mebeler di Kota Batu. Personel KPK yang berjumlah 16 orang itu juga menyita barang bukti uang di dalam tas yang belum diketahui jumlahnya.
Singkat cerita, setelah menjalani rangkaian persidangan, majelis hakim menyatakan Eddy terbukti menerima suap Rp 295 juta dan satu unit mobil Toyota Alphard senilai Rp1,6 miliar dari pengusaha Filiput Djap. Eddy dihukum 3 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama. Eddy terbukti menerima suap berdasarkan dakwaan primer Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Terpidana lalu mengajukan banding di hingga di tingkat kasasi. Upaya bebas berbuntut penambahan masa tahanan menjadi 5 tahun 6 bulan penjara. Dalam pembacaan keputusan pada Kamis, 7 Februari 2019, Mahkamah Agung memperberat vonis Eddy Rumpoko tersebut karena terbukti menerima suap senilai Rp295 juta dan satu unit mobil Toyota Alphard. Hakim kasasi MA juga memidana dengan denda sebesar Rp200 juta subsider kurungan 3 bulan.
Namun, baik vonis di tingkat pertama, banding, maupun kasasi, masih lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Eddy Rumpoko divonis 8 tahun penjara dengan denda senilai Rp600 juta subsider 6 bulan.
Kasus kedua
Pada 2022, saat dirinya masih menjalani pidana kasus sebelumnya, Eddy kembali terjerat kasus dugaan gratifikasi. Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya. Eddy diduga menerima gratifikasi saat menjabat Wali Kota Batu 201-2017 dari berbagai pihak dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD), hingga sejumlah pengusaha terkait perizinan usaha di Kota Batu.
Eddy Rumpoko terbukti menerima gratifikasi hingga senilai Rp 46,8 miliar. Putusan dibacakan majelis hakim pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis, 19 Mei 2022. Eddy diputus bersalah melanggar Pasal 12B juncto pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia lantas divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara. Dia juga didenda Rp 45,9 miliar subsider 3 tahun penjara atau hartanya disita.
HENDRIK KHOIRUL MUHID I ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | FAJAR PEBRIANTO