Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Grafik perolehan suara di aplikasi Sirekap milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) raib. Pakar Kepemiluan Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, menilai seharusnya KPU RI tidak menutup diagram perolehan suara dalam real count Sirekap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Yang ditutup ini 'kan pie chart (diagram lingkaran, red.) dan angka, numerik, grafik pie chart dan numerik. Itu sangat membantu pemilih pada masa jeda menunggu penetapan pemilu pada tanggal 20 Maret 2024, selain memang urgensi adanya C Hasil dan berbagai sertifikat di setiap tingkatan rekapitulasi suara," ucap Titi saat ditemui di Bogor, Rabu, 6 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Titi, Sirekap sejatinya adalah sarana publikasi penghitungan dan rekapitulasi suara serta alat bantu dalam rekapitulasi penghitungan suara di setiap tingkatan. Hal itu sudah diatur dalam Peraturan KPU Nomor 5 tahun 2024. Sirekap, lanjut Titi, justru bisa mendukung transparansi rekapitulasi suara yang dilakukan KPU.
Ia pun berpendapat bahwa seharusnya KPU melakukan koreksi jika ada data dan angka yang anomali, alih-alih menutup diagram perolehan suara tersebut.
“Mestinya tindakan KPU tidak dengan menutup. Namun, memperbaiki kualitas teknologi dengan meningkatkan respons terhadap temuan anomali, kesalahan, dan juga kritik masyarakat. Sehingga, transparansi itu betul-betul berbentuk dua arah, transparansi melahirkan akuntabilitas melalui partisipasi masyarakat yang maksimal," tutur dosen Fakultas Hukum UI tersebut.
Anggota KPU Idham Holik mengatakan bahwa Sirekap tak satu atau dua kali mengalami galat, sehingga mengakibatkan jumlah perolehan suara hasil pindai dan di Model C1-Plano menjadi berbeda. Dia menilai data yang kurang akurat itu justru memunculkan prasangka bagi publik. Oleh karena itu, KPU mengubah format dalam menampilkan hasil rekapitulasi.
"Ketika hasil pembacaan teknologi Sirekap, tidak atau kurang akurat dan belum sempat diakurasi oleh uploader, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), dan operator Sirekap KPU kabupaten/kota akan jadi polemik dalam ruang publik yang memunculkan prasangka," kata dia saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024.
ANTARA | DEFARA DHANYA PARAMITHA