Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kronologi Penculikan Sukarno - Hatta Ke Rengasdengklok Sebelum 17 Agustus 1945

Hari Kemerdekaan 17 Agustus, tak bisa dipisahkan dari peristiwa Rengasdengklok, penculikan Sukarno - Hatta oleh sejumlah pemuda.

15 Agustus 2021 | 10.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa Rengasdengklok, yang disebut sebagai penculikan dua tokoh, Sukarno dan Mohamad Hatta oleh sejumlah pemuda antara lain Chaerul Saleh, Wikana, dan Soekarni. Keduanya diculik dari Jalan Menteng 31, Jakarta menuju Rengasdengklok, Karawang. Penculikan tersebut berlangsung sekitar pukul 03.00 dini hari, sehari menjelang kemerdekaan Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya Sukarno dan Mohamad Hatta, serta tokoh-tokoh lainnya menginginkan supaya proklamasi ditetapkan melalui PPKI, sementara golongan pemuda menginginkan supaya proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melewati PPKI yang diasumsikan sebagai badan hasil bentukan pemerintah Jepang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada 14 Agustus 1945, Soetan Sjahrir mendengar kabar dari radio bahwa Jepang menyerah dari Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya. Sjahrir segera menemui Sukarno dan Hatta untuk menyampaikan kabar tersebut. Saat itu, Sukarno dan Hatta baru saja pulang dari Dalat, Vietnam, usai bertemu dengan pemimpin militer tertinggi Jepang untuk kawasan Asia Tenggara, Marsekal Terauchi. Kepada Sukarno-Hatta, Terauchi menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia.

Silang pendapat pun terjadi di antara ketiga tokoh bangsa itu. Sjahrir meminta agar kemerdekaan segera dideklarasikan. Namun, Sukarno dan Hatta yang belum yakin dengan berita kekalahan Jepang, keduanya justru memilih menunggu kepastian sembari menanti janji kemerdekaan dari Dai Nippon.

Mengantisipasi itu, golongan muda melakukan penculikan supaya Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Bahwa kemerdekaan yang sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia semata, bukan pemberian dari Jepang.

Sehari sesudah mendengar kabar kekalahan Jepang melawan sekutu, golongan pemuda mengadakan suatu perundingan di Pegangsaan Timur Jakarta, pada 15 Agustus. Dalam pertemuan ini diputuskan supaya pelaksanaan kemerdekaan dilepaskan dari segala ikatan dan hubungan dengan perjanjian kemerdekaan dari Jepang.

Menghadapi desakan tersebut, Sukarno dan Hatta tetap tidak berganti pendirian. Sukarno merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI. Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan sudah menyusun rencana merebut kekuasaan dan memproklamirkan kemerdekaan. Tetapi apa yang sudah direncanakan tidak sukses dijalankan karena tidak semua anggota PETA (Pembela tanah Air) mendukung rencana tersebut.

Untuk lokasi, rencana awal proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di lapangan Ikada, sekarang Lapangan Banteng, yang sekarang sudah menjadi lapangan Monas atau di rumah Bung Karno di Jl.Pegangsaan Timur 56.

Akhirnya dipilih rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur No.56. Sebab kabar pergelaran acara di lapangan Ikada sudah tersebar, bahkan beberapa tentara-tentara Jepang sudah bersiap-siap, sebagai menghindari kericuhan. Sementara itu, segala persiapan kemerdekaan sudah beres. Termasuk teks Proklamasi yang sudah disusun di Rengasdengklok, di rumah seorang Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong. Sementara itu, bendera merah putih sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis, 16 Agustus 1945.

Diwaktu yang sama, Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo. Hasilnya Kunto dan Achmad Soebardjo ditugaskan ke Rangasdengklok untuk menjemput Sukarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur untuk membacakan proklamasi kemerdekaan.

Keesokan harinya, tepatnya pada  17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan oleh kedua proklamator, Sukarno - Hatta. Teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia sendiri diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang dipinjam dari kantor Kepala Agen Tingkatan Laut Jerman, Ia adalah Mayor (Laut) Dr Hermann Kandeler.

RAUDATUL ADAWIYAH NASUTION

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus