Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Kursus Zaman Modern

Kegiatan pendidikan komputer. konferensi perkomputeran se-Asia Tenggara di Jakarta mengingatkan seberapa jauh kualitas sekolah dan kursus komputer. (pdk)

25 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI sebuah ruangan ber-AC, beberapa pemuda mengerumuni sebuah alat mirip mesin tulis yang dilengkapi pesawat teve. Inilah satu gambaran kegiatan pendidikan komputer. "Mesin tulis" itu sebuah komputer mini buatan Amerika Serikat, seharga Rp 10 juta. "Mereka sedang praktek," kata Ariyanto Santoso, pimpinan Course & Study Group (CSG) yang menyelenggarakan kursus komputer di Slipi, Jakarta. Komputer itu konon baru saja dibeli untuk menambah komputer lain yang sudah ada--"karena peminat kursus terus meningkat." Tahun 1973, waktu CSG baru dibuka, peserta cuma beberapa orang. Kini CSG sudah membuka cabang di Senen dan Kebayoran Baru, dan peserta kursus komputernya 210 orang. Akademi llmu Komputer (AIK) di Lapangan Banteng pun, sebuah lembaga lain, kebanjiran peminat. Jumlah mahasiswa kini 1.500 orang, lebih 10 kali lipat dibanding ketika AIK didirikan dua tahun lalu. Dan Institut llmu Komputer (IIK) Grogol--juga berdiri 1978--tahun ini menerima mahasiswa baru 240 orang. Padahal yang mendaftar 3 kali lipat. "IIK memang bukan usaha komersial," tutur Soetirto Sadikin MA, Dekan Fakultas Informatika IIK itu. Di waktu dekat, IIK akan membuka fakultas teknologi komputer dan manajemen komputer. Remaja Bandung ternyata tak kalah. Indonesian Computer lnstitute (ICI) punya 400 siswa, walau biaya belajar cukup mahal di sini. Mulai tingkat dasar sampai analisa sistem, menurut Dadang Hermawan, Direktur bidang pendidikannya, perlu biaya Rp 500 ribu. Bahasa Inggris & Eksakta Juga Pendidikan Ahli Teknik (PAT) ITB punya jurusan komputer Dan lembaga kursus lain seperti Institute Computer Bandung alias ICB (nama ini kacau, memang), Patuba College dan Gelanggang Remaja, masing-masing paling sedikit punya 100 peserta. Di Yogya ada Akademi Aplikasi Komputer (Akakom). Berdiri 1 Oktober tahun lalu, belum lagiberstatus terdaftar --seperti juga AIK dan IIK--mahasiswanya lumayan: 216. Kursus atau pendidikan komputer, nampaknya baru muncul setelah 1970-an, bersamaan dengan makin banyaknya komputer digunakan di negeri ini. Dan peminatnya semakin banyak, meski ada tuntutan penguasaan bahasa Inggris dan pengetahuan ilmu eksakta (tak mutlak). "Karena instruksi bagi komputer mesti diberikan dalam bahasa Inggris," kata Ariyanto, "penguasaan bahasa Inggris akan banyak menolong." Juga pengetahuan dasar ilmu eksakta. Waktu IIK baru dibuka, kata Soetirto, semua tamatan SLA boleh mendaftar. Tapi hasilnya, yang dari jurusan Sos-Bud banyak yang mengalami kesulitan belajar. Jadi "tahun ini kami hanya menerima tamatan SMA IPA dan STM." Menurut Ariyanto, para agen komputer biasanya memang memberi semacarn kursus kepada pihak pembeli. Tapi kelihatannya jumlah komputer yang terjual makin meningkat, sehingga service berupa kursus harus digilir. Padahal, maunya si pembeli tentu saja komputer itu segera bisa dimanfaatkan. Faktor inilah kira-kira, kata Ariyanto, yang menyebabkan kursus komputer cukup kebanjiran peminat. Dan belajar komputer mempunyai bermacam tingkatan. Di CSG, untuk belajar pengetahuan dasar diperlukan waktu 40 jam. Setelah itu baru bisa belajar 'bahasa komputer', seperti basic (untuk komputer kecil), cobol (untuk bidang bisnis) dan fortran (untuk bidang ilmu). Terakhir belajar sistem disain dan analisa membutuhkan waktu sekitar 50 jam. Uang kursus hingga tahap belajar sistem disain dan analisa relatif murah, Rp 160 ribu dan pelajaran bisa ditempuh dalam waktu 6 bulan. Itu berbeda dengan pendidikan yang tak hanya bersifat kursus. Seperti di AIK misalnya, yang memungut uang kuliah lebih dari Rp 200 ribu per tahun. Dan di IIK per semester mahasiswanya harus membayar Rp 100 ribu. Macam-macamlah motif mereka yang belajar ketrampilan ini. "Sekarang 'kan zaman modern," kata Budi Setiadi, siswa AIK. "Penggunaan komputer tak mungkin lagi dihindarkan." la agaknya optimistis: setelah lulus bisa cepat bekerja. Toh ada juga yang ikut hanya "biar tak kelihatan mengganggur saja," seperti kata salah seorang siswa Akakom, Yogya. Yang menarik, seorang jebolan ICI Bandung terus terang mengatakan, mencari kerja di bidang komputer pun "ternyata tak semudah yang dibayangkan semula." Dari Dinas Pengumpulan Data Angkatan Darat, yang menggunakan komputer sebagai salah satu sarana pokok sejak tahun 60-an ada penilaian bahwa pendidikan komputer kita masih belum ketahuan kualitasnya. Berdasar itu, menurut instansi tersebut, hanya lulusan PAT ITB saja yang langsung bisa kerja. Bahkan tiga instansi lain yang dihubungi TEMPO --Bank Indonesia Pusat, Departemen Pekerjaan Umum dan Garuda lndonesian Airways--lebih suka mendidik sendiri tenaga yang menangani komputer. Atau menitipkan langsung pendidikannya kepada perusahaan komputer-- IBM, misalnya. Atau mengambil tenaga lulusan luar negeri. Baru kalau terpaksa, sebagai pilihan terakhir, lulusan pendidikan komputer di Jakarta sendiri. Kepada TEMPO, ketiga instansi itu hampir senada mengatakan, bahwa mendidik seseorang memahami komputer tak sulit. Yang penting: adakah orang yang paham menggunakan komputer itu menguasai bidang yang hendak dikomputerkan. Sebagai perbandingan, belajar menggunakan sipoa tak susah. Tapi . . . dan seterusnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus