Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Larangan Foto Berjilbab

Pengumuman rektor tentang larangan berlijbab pada pasfoto kartu mahasiswa. (pdk)

4 Februari 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RIBUT-ribut soal siswi SLA Jakarta dan Bandung berjilbab atau berkerudung, sejak tahun lalu, kini merembet pula ke kampus. Puluhan mahasiswi Universitas Gajah Mada, UGM, yang biasa berjilbab gelisah membaca pengumuman rektor tentang syarat-syarat pendaftaran ulang mahasiswa semester II awal tahun ini. Salah satu syarat yang memberatkan mereka adalah keharusan bagi setiap pendaftar menyerahkan sebuah pasfoto yang memperlihatkan rambut dan telinga, untuk keperluan kartu mahasiswa. Kegelisahan itu, menurut seorang mahasiswi farmasi, Subaryati, muncul sejak Oktober lalu. Ketika itu, Subaryati bersama sekitar 50 orang mahasiswi lainnya mendapat surat panggilan dari universitas. "Panggilan itu mengundang tanda tanya saya," ujar Subaryati. Sebab, setiap mahasiswi yang mendapat panggilan diharuskan datang membawa pasfoto tanpa kerudung. "Padahal, KTP saya saja fotonya berkerudung dan teman saya yang punya SIM, fotonya juga begitu," keluh mahasiswi berkerudung lainnya, Yesti. Setelah para mahasiswi itu memenuhi panggilan, kegelishan itu mereda karena tidak ada ketentuan tertulis yang melarang mereka menyerahkan pasfoto berjilbab. Namun, kegelisahan itu muncul kembali setelah keluar pengumuman rektor, Prof. Dr. T. Jacob, tentang pendaftaran ulang yang harus dilengkapi foto tanpa kerudung. Berarti persoalan sudah menyangkut nasib perkuliahan mahasiswi berjilbab itu. "Kami tahu, itu peraturan universitas, tapi karena jilbab itu menyangkut akidah agama, kami wajib mempertahankannya," kata Subaryati. Rekannya, Yesti, menambahkan, "Apa hukumnya pasfoto tanpa kerudung? Bagi kami tetap haram," katanya. Untungnya, perdebatan antara mahasiswi berjilbab dan pihak universitas tidak jadi berlarut-larut. Pekan lalu, mahasiswi-mahasiswi berkerudung itu mendapatkan kartu mahasiswa mereka. Tapi dengan catatan: pasfoto untuk semester depan harap tanpa kerudung. "Alhamdulillah, kami masih diizinkan memakai kerudung," ujar Subaryati gembira. Pembantu Rektor I, UGM, Drh. Busono M.Sc., membenarkan bahwa pihak universitas tidak ingin memaksakan agar mahasiswi berfoto menanggalkan jilbabnya. Kebijaksanaan itu, menurut Busono, sudah dilakukan sejak semester pertama tahun ajaran ini. Ketika itu, kata Busono, ada 150 mahasiswi yang menyerahkan pasfoto berkerudung. "Tapi, setelah diminta pengertian, tinggal sekitar 54 mahasiswi yang tetap bertahan," ujar Busono lagi. Dan Busono tidak menganggap persoalan itu besar, karena mereka yang berkerudung itu di UGM hanyalah bagian kecil dari sekitar 23.000 mahasiswa yang terdaftar. Hanya saja, Busono tetap mengharapkan, semua mahasiswanya menaati peraturan universitas. Pada pengumuman penerimaan dan pendaftaran mahasiswa baru Proyek Perintis I, 1983-1984, memang hanya UGM yang mencantumkan syarat-syarat penyerahan pasfoto: rambut dan telinga harus kelihatan. Perguruan tinggi lain yang termasuk Perintis I, seperti UI, ITB, Unpad, USU, dan lain-lain, tidak mencantumkan ketentuan demikian. "Ini bukannya ada maksud apa-apa, tapi yang namanya identitas itu harus jelas, sehingga tidak mudah dipalsukan," ujar Busono. Sebab itu, menurut Busono, para mahasiswi yang "bandel" itu nanti, bagaimanapun, akan terkena ketentuan itu. Yaitu ketika harus mengambil ijazah. "Ijazah itu bukti otentik, jangan sampai dipalsukan," ujar Busono lagi. Perguruan-perguruan tinggi lainnya tidak repot dalam urusan pasfoto. Di ITB, misalnya, pasfoto mahasiswa hanya diharuskan memperlihatkan muka dan tanda-tanda khusus yang terdapat di wajah pemilik foto. "Tidak soal pakai kerudung atau tidak," ujar petugas hubungan masyarakat ITB. Saklb Machmud, yang menyatakan juga bahwa sampai saat ini belum ada ketentuan khusus tentang foto dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sikap yang sama juga diambil di Unpad Bandung, mengenai pasfoto. "Yang penting, wajah kelihatan dari depan dan tidak 'nyentrik'," kata kepala Bagian Registrasi dan Statistik Unpad, Drs. Suatmadi. Pasfoto untuh kartu mahasiswa, menurut Suatmadi, hanya membuktikan bahwa pemegangnya sudah memenuhi kewajlban sebagai mahasiswa. seperti membayar SPP, mendaftar, dan menyusun program pendidikan. "Jadi, tidak perlu ketentuan seperti foto paspor," ujar Suatmadi lagi. Ketentuan tentang foto itu, selain beragam di antara perguruan tinggi, juga berbeda di berbagai instansi. Foto untuk paspor misalnya, menurut hubungan masyarakat Direktorat Jenderal Imigrasi, Sumakno, memang harus close up - memperlihatkan wajah serta detailnya dengan jelas. "Rambut dan telinga itu penting untuk mengenali seorang," kata Sumakno. Sebab itulah calon haji wanita pun tetap harus menanggalkan kerudung untuk membuat foto paspornya, walau sehari-hari mereka berjilbab. Tapi semua itu, menurut Sumakno, merupakan persyaratan yang hanya berlaku untuk lingkungan imigrasi. Tidak adanya ketentuan hukum yang mengatur pasfoto diakui juga oleh wakil kepala Sentral Pengenalan pada Jawatan Identifikasi Kepolisian, Letnan Kolonel Zwingli Manu. Karena itu, "aturan-aturan tergantung pada instansi masing-masing," ujar Zwingli Manu. Penggunaan foto sebagai alat identifikasi, menurut Zwingli, sudah dimulai sejak 1911. "Waktu itu khusus untuk perkara kriminal," katanya. Sejak itu, fungsi foto sebagai alat identifikasi semakin berkembang. Untuk kepolisian, misalnya, diperlukan foto identifikasi dari muka dan dari samping. Pengambilan foto dari dua sudut itu, menurut Zwingli, agar bisa diidentifikasikan wajah seseorang dari segala segi dan ciri-cirinya. "Tapi itu untuk kepolisian. Untuk tanda pengenal, seperti KTP, kartu mahasiswa, dan ijazah, hal itu tidak perlu," katanya. Kartu identitas semacam itu, menurut Zwingli, hanya penting untuk menunjukkan siapa pemegangnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus