KABAR baru ini bisa bikin Akbar Tandjung berbinar. Jadwal penentuan calon presiden di partai yang ia pimpin, Golkar, tampaknya akan diundurkan sampai April tahun depan. Info gres ini beredar di kalangan elite partai menjelang rapat pimpinan, biasa disingkat rapim, yang akan berlangsung akhir pekan depan di Jakarta. Padahal mereka sebelumnya memutuskan: calon tunggal yang dielus partai sudah harus diketahui Februari 2004, sebelum pemilu anggota legislatif.
Usul perubahan itu dilambungkan oleh pemimpin tiga organisasi pendiri Golkar (Trikarya) akhir Agustus lalu. Mereka adalah Oetojo Oesman (SOKSI), Agung Laksono (Kosgoro 1957), dan Irsyad Sudiro (Ormas MKGR). Mereka berpatokan pada hasil pertemuan kader di Makassar, Bandung, dan Medan. ”Seandainya mau perubahan, rapat pimpinan lagi yang harus mengubahnya,” kata Akbar menanggapi permintaan itu. Tapi usul ini ditolak ”seteru” Akbar. ”Argumentasi pengunduran lemah,” kata Ketua Golkar Fahmi Idris kepada TEMPO Rabu lalu.
Padahal, dalam rapat pimpinan Mei lalu, Trikarya ngotot mengusulkan agar calon tunggal sudah ditentukan sebelum pemilu. Saat itu kubu Akbar, yang ingin kandidat diumumkan setelah pemilu, harus menelan kekalahan. Bisik-bisik beredar, jangan-jangan Akbar berada di balik usul Trikarya tadi. Ketua Badan Pengarah Trikarya, Zainal Bintang, tak menampik kemungkinan kompromi pimpinan Trikarya dengan Akbar. Tiga besar organisasi berideologi nasionalis ini belakangan diandalkan Akbar sebagai basis pendukung.
Trade off-nya gampang ditebak. Trikarya ingin terus berperan di Golkar dan dipercaya Akbar. Sebaliknya, Akbar ingin sebagai calon sampai pemilu. Basis lama Akbar, garis ”Islam” yang diwakili KAHMI, dan HMI, belakangan kurang sreg mendukung. Pun, jika ditentukan calonnya sebelum pemilu, ini akan merugikan Akbar. Sebab, belum ada putusan kasasi dari Mahkamah Agung terhadap kasus korupsinya atas dana Bulog sebesar Rp 40 miliar. ”Ini penghargaan buat Akbar sebagai kader terbaik Golkar,” ujar Zainal Bintang.
Sambutan pengunduran jadwal cukup besar. Agun Gunandjar Sudarsa, anggota DPR dari Golkar, mengklaim sudah 19 dari 30 provinsi mendukung gagasan itu, di antaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. ”Karena mereka khawatir calon-calon yang gagal akan menyerang Golkar jika penentuannya sebelum pemilu legislatif 2004,” kata Agun. Apalagi jika tujuan mereka ikut konvensi cuma ingin melenggang ke kursi RI-1. Golkar Jakarta setuju. Mereka berharap mendapat ”gizi” dari para calon jika hendak turun ke daerah. ”Daerah diuntungkan dengan kehadiran para calon,” kata Ketua Golkar DKI Jakarta, H.M. Ade Surapriatna, kepada TEMPO.
Fahmi melihat kecurigaan itu tak logis. Sebab, konvensi sudah mewajibkan calon berjuang buat kemenangan Golkar. Jika benar ingin ”mengunci”, mestinya 19 peserta konvensi terus dipajang sampai pemilu. ”Tak perlu khawatir. Toh, calon tunggal menanggung sendiri biaya kampanye,” kata pengawas Konvensi Nasional ini.
Usul itu ditanggapi serius pimpinan Partai Beringin, malah sudah dibahas dalam rapat pengurus harian Senin malam pekan lalu. Resminya, rapat pimpinan tak membahas ajang seleksi calon presiden Golkar itu, tapi membahas soal organisasi dan kaderisasi, politik, dan pemenangan pemilu. Namun, menurut sumber TEMPO, muncul ”kesepakatan” memberikan peluang pembahasan perubahan jadwal konvensi.
Strateginya sudah dimatangkan. Pengurus kabupaten dan kota madya akan dilibatkan dalam rapat, padahal aturan partai hanya memberikan hak kepada pengurus pusat dan provinsi. ”Mereka diundang karena ini rapim terakhir sebelum pemilu, bukan karena konvensi,” kata Yahya Zaini, Wakil Ketua Panitia Pengarah Rapim VI, orang dekat Akbar Tandjung. Rapim yang digelar 18-20 Oktober nanti itu dihadiri 1.000 orang, berlanjut dengan acara penentuan lima calon presiden dua hari kemudian.
Toh, ada yang curiga dengan akal-akalan ini. Gandung Pardiman, Ketua MKGR Yogyakarta, menduga desakan Trikarya bukan murni untuk kepentingan partai, melainkan ”pesan sponsor” dari Akbar. Kehadiran pengurus kabupaten dan kota bisa dimanfaatkan. Apalagi banyak pengurus daerah yang merupakan ”orang-orang Akbar”. Tapi, ”Kami mengacu pada hasil rapim lalu,” ujar Gandung, Sekretaris Golkar Yogyakarta. Golkar Sumatera Utara belum bersikap, tapi Jawa Timur tegas mendukung perubahan jadwal.
Yahya Zaini membantah jika dikatakan Akbar menggunakan Trikarya. ”Ini permintaan daerah sendiri,” katanya. Ia juga berdalih, bertenggernya lima calon saat pemilu akan menguntungkan Golkar daripada kalau cuma mengusung satu calon. ”Calon yang mau jadi wakil presiden tak menolak pengunduran jadwal ini,” katanya. Sedangkan Rully Chairul Azwar, wakil sekretaris panitia konvensi, hanya menyebut keberatan para calon lantaran persiapan kampanye jadi mepet jika pemilihan dilakukan setelah pemilu.
Surya Paloh, salah satu kandidat, menilai penentuan setelah pemilu membuat persiapannya mepet, hanya tiga bulan—April sampai Juli 2004—saat pemilihan presiden. Padahal partai-partai lain jauh hari mengelus jagonya. ”Jangan mem-buat move bunuh diri,” katanya kepada TEMPO.
Prabowo Subianto, calon lainnya, juga tak ingin ada perubahan. ”Kita harus ikuti kesepakatan sebelumnya,” kata mantan Panglima Kostrad ini. Tapi Trikarya, juga kubu Akbar, rupanya punya agenda lain.
Jobpie Sugiharto, Bambang Soedjiarto (Medan), Sunudyantoro (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini