Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mencari Islah di Tengah Celah

Kedua kubu PKB merasa menang. Tak dikompori pihak ketiga, restu Gus Dur tetap penting.

28 November 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH Mahkamah Agung merilis keputusan kasasinya, dua pekan lalu, Alwi Shihab tampak tak sudi berleha-leha. Keputusan itu menetapkan, pemecatan atas dirinya dari jabatan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak sah menurut hukum.

Segeralah Alwi bermaksud menemui para kiai di Langitan, Jawa Timur, pada Ahad kemarin. Untuk menentukan langkah berikutnya, ”Saya akan berkonsultasi dulu dengan para kiai,” katanya.

Mungkin memang banyak yang perlu dirembukkan dengan para kiai. Termasuk kemungkinan islah dengan Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB versi muktamar Semarang.

Alwi sudah ditelepon Hamid Awaludin, yang ingin mempertemukannya dengan Muhaimin. Kepada Alwi, Menteri Hukum dan HAM itu mengaku diminta Muhaimin menghubunginya. Diharapkan, pertemuan dapat membuka pintu rujuk.

Tapi Alwi, ya itu tadi, ingin ketemu para kiai dulu. Menko Kesra ini menegaskan tak pernah menolak bertemu. ”Tetapi saya ingin memastikan apa yang harus saya bawa dalam pertemuan nanti,” katanya.

Perkara berurusan dengan para kiai, Muhaimin juga tak kalah sigap. Dia bahkan hendak mengumpulkan ribuan kiai di Surabaya, 4 Desember nanti. Banyak soal akan dibahas, termasuk islah.

Muhaimin memastikan, kasasi Mahkamah Agung itu tak mengganggu agenda kerja partainya. ”Kita akan merangkul Pak Alwi dan mengajaknya membesarkan partai,” katanya, terdengar manis.

Awal pekan lalu Muhaimin sempat menyatakan segera mengundang Alwi Shihab guna mewujudkan islah. ”Mungkin minggu ini,” katanya ketika itu. Tapi, hingga Jumat, pertemuan itu tak terwujud. Kepada Tempo, Muhaimin membantah telah meminta bantuan Hamid Awaludin untuk mengontak Alwi.

Akan halnya kasasi Mahkamah Agung, baik kubu Alwi maupun Muhaimin sama-sama merasa menang. Kubu Muhaimin bahkan sudah menggelar tumpengan pada Senin pekan lalu. Karena posisi ”sama-sama menang” itulah, masing-masing berkeinginan menentukan syarat islah.

Putusan MA setebal 95 halaman yang dikeluarkan pada 15 November itu pada pokoknya mengabulkan sebagian permohonan Alwi. Yakni bahwa pemberhentian Alwi dari jabatannya sebagai Ketua Dewan Tanfidz bertentangan dengan AD/ART partai sehingga tidak sah menurut hukum.

Lembaga peradilan tertinggi itu juga membatalkan surat keputusan pemberhentian terhadap Alwi. Masih dalam berkas yang sama, MA menolak seluruhnya permohonan gugatan balik termohon. Pada akhirnya, MA menghukum termohon dengan biaya perkara Rp 500 ribu di tingkat kasasi.

Gugatan Alwi selebihnya tidak diterima oleh majelis hakim yang terdiri dari Paulus Effendi Lotulung, Harifin A. Tumpa, Abdurrachman, dan Djoko Sarwoko. Termasuk yang tidak diterima adalah permohonan agar Alwi ditempatkan kembali sebagai Ketua Umum DPP PKB.

Kubu Muhaimin sigap menangkap celah itu. Diktum tentang tidak diterimanya seluruh permohonan Alwi mereka anggap sebagai bentuk kemenangan. Mereka bahkan mengklaim, hanya dua dari sepuluh gugatan Alwi yang diterima. Barangkali itulah sebabnya Muhaimin cukup percaya diri mengambil posisi sebagai pengundang islah.

Kepada Tempo, Alwi menyebutkan dua syarat untuk bertemu Muhaimin. Pertama, pertemuan itu direstui Abdurrahman Wahid. ”Kalau tidak, apa gunanya kita berdua bicara dan menemukan titik temu, tetapi kemudian diveto Gus Dur?” Syarat kedua, Muhaimin bersedia mengakui kekalahannya berdasarkan keputusan kasasi MA itu.

Menurut Alwi, dikabulkannya gugatan yang menjadi pokok perkara, yakni soal pemecatan dirinya, adalah bukti kemenangan. Bahwa ada permohonan yang tidak diterima, menurut dia, itu cuma menyangkut gugatan-gugatan yang tidak esensial. ”Nah, kini yang menang kasasilah yang menentukan syarat islah,” katanya.

Akhirnya jalan menuju islah terasa kian terjal, dan begitu pula tanggapan di daerah-daerah. Di Jawa Tengah, misalnya, para elite kedua kubu meyakini pihaknyalah yang menang. Ketua Dewan Tanfidz DPD PKB Jawa Tengah pro-Muhaimin, Abdul Kadir Karding, menyatakan hasil kasasi itu secara tak langsung menegaskan keabsahan Muktamar PKB II di Semarang.

Kubu pro-Alwi menilai sebaliknya. Menurut Sekretaris Dewan Tanfidz, Muzamil, keputusan MA menunjukkan pemberhentian Alwi menyalahi AD/ART. ”Jadi, pengurus DPP PKB hasil muktamar luar biasa Yogyakarta, yang kemudian menggelar muktamar di Surabaya, adalah yang sah,” katanya, yakin.

Di tengah kebekuan inilah kedua kubu PKB terus melakukan penggalangan. Hanya beberapa hari setelah putusan MA itu, misalnya, Muhaimin segera mengumpulkan perwakilan pengurus wilayah se-Indonesia untuk mendapat pengarahan.

Kubu lawannya tak mau ketinggalan. Ketua Dewan Tanfidz DPP PKB versi muktamar Surabaya, Choirul Anam, juga telah mengumpulkan pengurusnya untuk berembuk. Hasilnya, para ketua DPP akan dikirim ke daerah-daerah guna menyebarkan keputusan kasasi. Pertemuan berikutnya akan mereka gelar lagi setelah para kiai berhimpun di ”Rembuk Langitan”.

Rembuk Langitan tampaknya memang ditunggu-tunggu kubu Alwi. Saat itu beberapa kiai yang dikenal pro-Alwi direncanakan hadir, antara lain KH Abdullah Faqih (Langitan), KH Idris Marzuki (Kediri), dan KH Muhaiminan Gunardo (Parakan). ”Hasil pembicaraan di Langitan itulah yang nanti akan menjadi pedoman menentukan sikap,” kata KH Idris Marzuki, pekan lalu.

Toh, Mbah Idris”demikian ia akrab disapa—tetap mengangankan kedua kubu menjalin islah. ”Jika islah sulit, yang paling mungkin adalah melakukan sholuh (berdamai),” katanya. ”Inilah yang nanti akan dibahas di Langitan.”

Harapan itu senada belaka dengan angan-angan KH Manarul Hidayat, salah seorang anggota Dewan Syuro DPP PKB versi Muhaimin. Menurut dia, karena putusan MA sudah final, islah mesti dilakukan.

Dia yakin islah dapat dicapai karena, ”Jika NU ribut dengan sesama NU, tidak pernah lama. Kecuali ada pihak ketiga.” Dan, menurut dia, pertikaian kali ini tidak dikompori pihak ketiga.

Tulus Wijanarko, Maria Ulfah, Philipus Parera, Dwijo U. Maksum (Kediri), Sohirin (Semarang)


Jejak Langkah Pertikaian

September 2004: Rapat gabungan Dewan Syuro dan Tanfidz PKB menyepakati, pengurus PKB yang jadi anggota kabinet harus menanggalkan jabatannya.

Oktober 2004: Rapat pleno DPP PKB memutuskan memberhentikan dengan hormat Alwi Shihab dari jabatan ketua umum, dan Saifullah Yusuf dari jabatan sekjen. Rapat pleno dihadiri 42 dari 60 anggota pleno, dan dihadiri Ketua Dewan Syuro PKB Abdurrahman Wahid, pengurus harian Dewan Tanfidz, lembaga, serta badan otonom.

Maret 2005: Alwi Shihab mengajukan gugatan terhadap Abdurrahman Wahid (Ketua Dewan Syuro), Arifin Junaidi (wakil sekjen), Mahfud Md. (pejabat ketua umum), dan Muhaimin Iskandar (pejabat sekjen) di PN Jakarta Selatan. Alwi menganggap pemberhentian terhadap dirinya tidak sah dan cacat hukum.

April 2005: PKB versi Abdurrahman Wahid menggelar Muktamar II PKB di Semarang dan menetapkan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz.

Agustus 2005: PN Jakarta Selatan menolak gugatan Ali Shihab.

Oktober 2005: Muktamar PKB versi Alwi Shihab digelar di Surabaya. Terpilih Choirul Anam sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz dan KH Abdurahman Khudlori sebagai Ketua Dewan Syuro.

November 2005: Kasasi Mahkamah Agung menyatakan pemberhentian terhadap Alwi Shihab cacat hukum dan membatalkan surat keputusan pemecatan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus