Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Mengatur orang minang itu tak sulit

Wawancara tempo dengan gubernur harun zain. selama 11 tahun mengatur masyarakat minang. nyatanya sumatera barat tak sulit membangun daerahnya. walaupun ada anggapan ngatur orang minang itu sulit.

8 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGENAKAN baju gunting Cina berwarna gading, dengan pantalon coklat dan bersandal lokak, bulan puasa kemarin Pj. Gubernur Harun Zain menerima tim wartawan TEMPO (Chairul Harun Ed Zoelverdi dan Muchlis Sulin) di rumahnya. Rumah itu merupakan paviliun gubernuran, yang terletak di sayap kanan bangunan utama dan berseberangan dengan kantor gubernur Sumatera Barat. Di bawah ini adalah rekaman percakapan dalam pertemuan itu. Tanya: Setelah menyelesaikan dinas selama dua masa jabatan di Sumatera Barat, bagaimana kesan Bapak? Apa saja yang dirasa memuaskan atau - kalau ada - hal-hal Yang mengecewakan? Jawab: Sering dikatakan orang bahwa mengatur orang Minang itu sulit, sampai ada tesis ketika saya baru mulai, bahwa dalam tempo dua tahun saya mesti ambruk. Tapi syukurlah, barangkali doa kita didengar, berangsur-angsur masyarakat menaruh pengertian bahwa sekali ini ada benarnya apa yang selalu dikatakan "mari membangun." Sehingga terus-terang dapat saya katakan, satu hal yang sangat hldah setelah 11 tahun ini ialah: sekali kita dipercaya masyarakat di sini, mereka kemudian mau memberi lebih. Saya rasa masyarakat lain juga demikian. Sekarang bisa saya ceritakan, waktu ditawari tugas sebagai gubernur Sumatera Barat ini, saya tak luput dari perasaan bimbang. Mengapa mesti sava? Tapi seolah-olah ada bisikn, barangkali di sini saya bisa mengembalikan amal pada orang tua. Ini tidak dibuat-buat. Karena sampai beliau meninggal di Tokyo (Sutan Muhammad Zain, maksudnya, Red), saya tidak sempat membalas budinya. Bila waktu saya berbicara sekarang ini ada arwah orang tua saya, saya yakin, yakin, dia tentu tertawa. Karena, bukan uang, bukan pula rumah yang saya berikan. Tapi jejaknya yang saya ikuti. Bagi saya, inilah yang paling memuaskan. T: Sebagai bekas Rektor Universitas Andalas, apa saja bekal dari dunia perguruan tinggi yang dibawa dalam melaksanakan tugas di daerah ini? J: Dengan latar belakang dari dunia pendidikan, tentu ada pengaruhnya dalam kehidupan saya di bidang pemerintahan. Saya sadan, ada kekurangan-kekurangan. Misalnya, saya dianggap terlalu baik. Yaitu dalam arti memberi hukuman. Tapi saya mempunyai jangkauan jauh. Begini. Saya melihat proses pembangunan ini sebagai proses pendidikan. Apa sebab? Karena prosesnya adalah proses perubahan. Dari yang kurang ke hal yang lebih baik. Identik dengan pendidikan. Ini pembawaan. Karena itu saya mulai dari kepemimpinan intelektuil. Kita menaruh perhatian besar terhadap Unand dan TKTP. Dulu hanya ada 5 sarjana di lingkungan kantor gubernur, kini sudah ada 75 sarjana. Kita perhatikan pula APDN. Alhamdulillah, dari 80 kecamatan, lebih 80% amat-camat kita sudah BA. Saya tidak mengatakan karena itu dia pintar, atau lebih matang. Tidak. Yang ingin saya garis-bawahi ialah: minimal daya tangkap pengalihan pemikiran dari top management ada pada mereka. Itu saja dulu. Kemudian saya minta syarat pada wakil negara. Antaranya harus lulusan SLA. Latar belakang semuanya ini adalah untuk kelancaran komunikasi berfikir. Ini saya rasa belum sempurna tapi sedang berjalan. T: Di hari-hari pertama masa jabatan Bapak sering melansir istilah "demokrasi alur dan patut. " Apa maksudnya? J: Itu memang merupakan struktur budaya masyarakat Minang sehingga perlu diperkenalkan kepada yang berkuasa. Pengertian saya tentang alur dan patut itu secara singkat adalah: wajar. Situasi akibat PRRI telah menimbulkan kepincangan. Kepincangan budaya, kepincangan politik, kepincangan kekuasaan. Dengan memperkenalkan istilah itu saya harapkan waktu itu segenap aparat penguasa membuat dari segala sesuatunya menurut proporsi yang wajar: dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pemerintahan. T: Lalu apa pula lakna tungku 3 sejarangan yang juga sering Bapak sebutkan ? J: Inilah bentuk potensi yang ada di masyarakat Minang yang terdiri dari unsur ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai (cendekiawan). Dan itu pula yang kita cantumkan dalan lambang daerah, yang diresmikan 6 tahun yang lalu. Ada rumah adat, ada masjid. Itu adat yang bersendi syara.' Lalu ada gelombang, yang mencerminkan baik cendekiawan maupun generasi muda. Ini potensi yang dalam 5 atau 10 tahun lagi akan mengisi Sumatera Barat. Kita, yang tua-tua, peranan kita akan menurun. Lambang daerah Sumatera Barat ini mungkin unik, tapi punya isi yang operasionil dapat dilaksanakan. Ketiga unsur itu ditunjang oleh hikmah permusyawaratan yang dirumuskan dengan kata-kata: Tuah Sakaro. Jadi tidak kebetulan kita memperjuangkan Nurul Mulah (sebuah msjid komplit dengan Islamic Center di Padang). Tidak kebetulan kita memperjuangkan museum. Tidak kebetulan pula Pusat Kesenian Padang itu, yang mencerminkan di mana generasi muda akan menemukan dan mencari identitas mereka. Sekarang dapat diceritakan. Dengan pak Amir (Kepala kanwil P & K Sumbar) saya bicarakan pak Amin atau akan pergi, saya akan pergi. Sebentar lagi generasi lain yang harus mengganti. Cepat-cepat sekarang kita tinggalkan fondasi-fondasi. T: Bapak pernah merisaukan orang yang pergi merantau. Dan bagaimana pandangan Bapak tentang adanya perantau dari Jawa di Sumatera Barat? J: Tentang perantau Minang yang ada di Jakarta misalnya, memang sering ditanya oleh wartawan kalau saya di Jakarta. Lalu saya bilang bahwa tak begitu yakin ada 500 ribu orang Minang di Jakarta itu. Coba perhatikan. Orang Minang kalau merantau, dia buka restauran. Atau jadi tukang jahit, atau di kaki-5, atau ada banyak iuga yang jadi pegawai. Tapi yang jelas posisi mereka selalu di tempat yang mudah ketemu orang banyak. Sehingga tak heran bila jumlahnya seolah-olah kanyak, karena memang ada di mana-mana. Ali Sadikin waktu gubernur DKI pernah mengeluh pada saya. Katanya, orang Padang di Jakarta ini bagaimana, sih? Ada pertandingan Persija dengan PSP, mereka malah berpihak pada PSP. Itu bukan warga kota yang baik toh? Bang Ali cuma berkelakar dan saya pun tertawa. Tapi waktu pembicaraan sampai pada kaki-5, saya bilang: Bang, mari kita tinjau dengan kaca mata ekonomi. Mereka itu dapat merupakan modal modal nasional. Harap mereka jangan dimatikan. Mengenai ucapan saya tentang perantau Minang, saya rasa ada salah tafsir. Yang saya katakan pada orang Minang di rantau adalah: berikanlah amal saudara sesuai dengan kemampuan. Ini tak berarti saya minta senua harus pulang. Tapi, kalau you punya modal, modal itulah sebagian dipindahkan ke Sumatera Barat. Kalau toh tak punya modal, tapi punya pengetahuan, teknologi itu pindahkan. Kalau you mahasiswa, diktat yang kau selesaikan itu kirim ke DM-DM di Sumatera Barat. Ini untuk menjaga hubungan dengan kampung halaman. Jadi bukan melulu tinggal nostalgia Minang itu .... Mengenai sitiung, baik dijelaskan. Presiden pun berjanji, perlakuan yang sama diberikan untuk pendatang dan penduduk asli, dalam arti kalau nanti bibit dibagi kalau irigasi dibuat, sterik dan sebagainya. Ini tanah ulayat, yang diakui haknya oleh negara. Jadi meski hutan belukar tadinya, kita masih berterinla kasih dia jadi bagus karena adanya teknolori dan modal. Tak ada alasan merisaukan. Sebah dalam jangka lama nanti toh akan ada proses akulturasi. Pak Harto sendiri dalam pidatonya walaupun tertawa, beliau menyadari dan berkata: "Biar orang jawa yang kerja orang Minang jadi pedagangnya." T: Tentang Bank Pembangunan Daerah dan grup usaha yang dipayunginya. Di kalangan parleme lapau santer jadi bahan perbincangan. Bagaimana tanggapan bapak? J: Sektor yang digarap BPD grup ini adalah di mana yang lain tidak mampu. Misalnya proyek tani makmur, perumahan, pasar. Bahwa ada orang berprasangka, saya tak heran. Tapi usaha BPD grup ini justru mendorong sebagai komplementer di mana pemerintah daerah belum mampu dan tidak boleh sebagai pemerintahan. Ada 40 sarjana yang tertampung. Apa ada perusahaan lain yang mau menampung? Betul, barangkali dia lantas naik mobil. Punya rumah, pakai sepatu lars atau pakai jas. Tapi jangan ini soalnya. Ini hanya kembang-kembang saja bagi saya. Tapi lihat secara strategis ekonomi: Karni menciptakan suatu generasi wiraswasta muda, yang 100% bumiputera. BPD itu 'kan terus-menerus diawasi dan kini Bank Dunia pun memberi kepercayaan besar. Saya tidak mengatakan sukses, sebab di bidang ekonomi terlalu pagi untuk mengatakan berhasil dalam tempo 3 atau 4 tahun lagi. Tapi lihat 10 tahull lagi. Itu sebabnya saya menganggap masih perlu dilindungi. T: Bagaimana dengan pandangan agar uang itu lebih baik masuk APBD? J: Ada benarnya. Tapi, stretegis, di seluruh propinsi di Indonesia -- kita sudah merdeka politis, yang paling lemah merdeka ekonomi. Tapi di Sumatera Barat, saya dapat mengatakan: Ini adalah salah saru propinsi yang kecil yang ada kemerdekaan ekonominya bagi bumiputera. Ini modal. T: Soal pribadi sedikit, mengapa Bapak mau menjadi Datuk? J: Ini kebetulan saja. Saya sendiri juga kaget. Kira-kira setahun yang lalu paman saya meninggal, yaitu Dt Madjokayo. Kalangan tua-tua lantas bilang bahwa sekarang giliran tiba pada saya. Waktu itu sudah jam 6 sore. Bila tak ada kata putus dari saya, mayat itu katanya tak boleh dikuburkan. Wah. Saya pikir jangan karena saya ini jenazah terlantar. Dari pendidikan saya, secara impulsif terbawa kebiasaan: kalau akan menyenangkan orang, kenapa tidak? Jadi tidak ada Inotivasi feodal, misalnya. Itu tidak ada. T:Menurut Bapak, perlukah gubernur baru nanti memperbahami strategi pembangunan daerah ini? J: Itu tergantung kepada evaluasi dia sendiri. Dia tentunya juga dipengaruhi lingkungannya, latar belakang pengalamannya. Soal stralegi akan dirubah apa tidak, bagi saya, apa tujuannya? Apa yang ingin dicapai dalam 5 tahun berikut ini? Kalau saya, target waktu itu adalah soal kepemimpinan dan kesederajatan antar suku. Pembangunan sebagai akibatnya. T: Apa yang terkandung di hati bapak pada hari-hari akhir masa jabatan gubernur ini? J: Saya mendoa kepada Tuhan, menjelang akhir masa jabatan ini, janganlah sampai ada coretan (ibarat sebuah lukisan yang sampai rusak lantaran satu coretan) untuk keseluruhan strategi. Bukan untuk pribadi. T: Bapak sedih apa tidak harus pamit dari Rumah Bagonjong Sumatera Barat ini? J: Ya. Artinya, masih banyak kekurangan yang belum sempat saya sempurnakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus