Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur adalah salah satu tokoh yang dikenal karena semangatnya dalam memperjuangkan pluralisme dan toleransi di Indonesia. Salah satu cerita yang menggambarkan semangat tersebut adalah kisah di balik perayaan Imlek oleh masyarakat Tionghoa saat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat menjabat sebagai Presiden RI keempat, Gus Dur mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 pada era Presiden Soeharto yang melarang perayaan Imlek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan dicabutnya Inpres tersebut, masyarakat Tionghoa kembali mendapatkan kebebasannya dan bisa merayakan Tahun Baru Imlek di Indonesia dengan leluasa.
Menurut keterangan putrinya, Alissa Wahid, pada tahun 80 hingga 90-an, masyarakat Tionghoa di Indonesia memang mengalami diskriminasi atas instruksi Presiden tersebut.
Kala itu, masyarakat Tionghoa tak mempunyai tempat selain di ruang ekonomi dan bidang olahraga bagi mereka yang memiliki prestasi. Di bawah kekuasaan Pemerintah Orde Baru, belenggu rasisme terus dirasakan oleh masyarakat Tionghoa.
Sekolah dengan bahasa Cina ditutup, lagu Mandarin dan penggunaan huruf Cina juga dilarang, yang puncaknya adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967. Inpres tersebut melarang segala hal mulai dari agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina dilakukan di Indonesia.
Namun, akhirnya melalui Keppres Nomor 6 Tahun 2000, Gus Dur membolehkan kembali perayaan Imlek setelah setelah sebelumnya dilarang oleh rezim orde baru yang berkuasa selama 32 tahun.
Tak sampai di situ, Gus Dur juga menindaklanjuti keputusannya dengan menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur fakultatif dan berlaku bagi mereka yang merayakannya.
Hingga akhirnya pada 2003, presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri, secara resmi menjadikan Imlek sebagai hari libur nasional.
Tahun Baru Imlek dirayakan setiap bulan pertama pinyin (Zheng Yue) yang diakhiri pada tanggal kelima belas saat bulan purnama (Cap Go Meh). Perayaan ini menjadi salah satu perayaan penting bagi orang Tionghoa di seluruh dunia.
RYAN DWIKI ANGGRIAWAN | DEWI NURITA