Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Mengenang Peristiwa Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato Surabaya

Perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato menjadi pemicu pertempuran Surabaya 10 November

19 September 2021 | 15.50 WIB

Peserta bersorak ketika bendera Merah Putih berkibar di Hotel Majapahit saat aksi teatrikal peristiwa perobekan bendera di Hotel Yamato, sekarang Hotel Majapahit, di Jalan Tunjungan, Surabaya, Jawa Timur, Rabu, 19 September 2018. Aksi teatrikal ini melibatkan pelajar dan warga Surabaya. ANTARA
Perbesar
Peserta bersorak ketika bendera Merah Putih berkibar di Hotel Majapahit saat aksi teatrikal peristiwa perobekan bendera di Hotel Yamato, sekarang Hotel Majapahit, di Jalan Tunjungan, Surabaya, Jawa Timur, Rabu, 19 September 2018. Aksi teatrikal ini melibatkan pelajar dan warga Surabaya. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Perjuangan masyarakat Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia identik dengan pertempuran 10 November 1945. Namun dua bulan sebelumnya, tepatnya 19 September, 76 tahun yang lalu, terjadi peristiwa perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit) yang menjadi pemicu pertempuran Surabaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perobekan bendera Belanda ini merupakan salah satu aksi simbolis yang dilakukan masyarakat untuk menyatakan Indonesia telah merdeka. Lebih lanjut, hal ini juga menjadi pernyataan sikap masyarakat Indonesia dalam melawan penindasan oleh penjajah.

 

Peristiwa ini diawali dengan pengibaran bendera Belanda oleh sekelompok orang di bawah pimpinan W.V.Ch Ploegman pada 18 September 1945 pukul 21.00 tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya. Belanda tidak sendiri, mereka datang dengan sekutunya yang disebut AFNEI (Allief Forces Netherlands East Indies).

 

Bendera Belanda itu dikibarkan di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Dalam tempo singkat, Jalan Tunjungan dibanjiri oleh massa yang marah, mereka memadati halaman hotel serta halaman gedung sebelahnya.

 

Massa yang marah lalu menggelar perundingan dengan pihak Belanda. Perundingan digelar antara Residen Surabaya Sudirman dan Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) dengan pihak Belanda, Ploegman. Dalam perundingan tersebut, Sudirman meminta bendera Belanda diturunkan dari Hotel Yamato. Tanpa tedeng aling Ploegman menolak untuk menurunkan bendera tersebut dan menolak untuk mengakui kedaulatan negara Indonesia.

 

Perundingan pun berakhir dengan perkelahian hingga menimbulkan korban jiwa, salah satunya Ploegman yang tewas dicekik. Sudirman melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sementara itu, di luar hotel, para pemuda yang mengetahui gagalnya perundingan itu mendobrak masuk dan terjadilah perkelahian di lobi. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda.

 

Hariyono, yang semula bersama Sudirman, kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera. Dia bersama Kusno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang kembali. Peristiwa ini disambut oleh arek-arek Suroboyo di bawah hotel dengan pekik 'Merdeka' berulang kali.

 

Peristiwa ini ini tidak membuat Belanda dan sekutu pergi dari Surabaya. Pada 27 Oktober 1945 pertempuran terjadi untuk pertama kalinya. Dalam permulaannya pertempuran ini hanya terjadi secara kecil-kecilan. Seiring berjalannya waktu, pertempuran ini berubah menjadi serangan umum yang memakan banyak korban.

 

GERIN RIO PRANATA

Baca juga:

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus