Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengungkap huru hara banteng

Penjelasan resmi pemerintah disampaikan pangkopkamtib Sudomo mengenai peristiwa lapangan banteng. seorang komisaris ppp h.a kosasih, terlibat dalam peristiwa tersebut. (nas)

10 April 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AUDITORIUM Departemen Penerangan penuh sesak. Wartawan dalam dan luar negeri berjubel menunggu. Acara Jumat pagi lalu memang menarik dan banyak ditunggu: penjelasan resmi pemerintah mengenai Peristiwa Lapangan Banteng 18 Maret 1982. Sebelum memberikan penjelasannya, diputar film video mengenai kerusuhan Lapangan Banteng selama hampir 10 menit kepada para wartawan. Penjelasan pemerintah sendiri, yang dibacakan Sudomo sepanjang 7 halaman, tak banyak berbeda dengan penjelasan yang disampaikannya di depan pengurus IKOSIS se Jakarta sepekan sebelumnya. (TEMPO 3 April 1982). Menurut penjelasan itu, dari hasil pemeriksaan, pengusutan, keterangan para saksi dan bukti-bukti lainnya, pengacauan tersebut merupakan "bagian suatu rencana yang telah disiapkan sebelumnya". Tujuan pengacauan: selain menggagalkan kampanye Golkar di Lapangan Banteng Jakarta dan demoralisasi Golkar dan AMPI, juga untuk mencapai sasaran yang bersifat "strategis-politis-subversif ". Sasaran tersebut antara lain sebagai bunga api yang diharapkan dapat meledakkan kekacauan yang sama di seluruh Indonesia dengan tujuan menggagalkan Pemilu 1982. Kedua: menggoyahkan pemerintahan dan mendiskreditkan pemerintah, "sehingga tercipta kondisi di mana rakyat tidak percaya lagi kepada pemerintah dan oposisi menentang/melawan pemerintah makin meningkat untuk selanjutnya menggulingkan dan mengganti pemerintah". Secara kronologis kemudian dibeberkan asal mula terjadinya kerusuhan itu. Sekitar pukul 14.00 tanggal 18 Maret itu panitia mencoba menenangkan massa yang mulai resah akibat acara yan kurang lancar, dengan meneriakkan yel "Hidup Golkar" dengan mengacungkan dua jari. Massa menyambut dengan yel serupa. Di antara massa tiba-tiba terdengar teriakan dari sekelompok orang "Hidup Ka'bah" sambil mengacungkan satu jari. Terjadi kemudian sahut menyahut "Hidup Golkar" dan "Hidup Ka'bah". Massa kemudian membagi diri dalam dua kelompok dan akhirnya saling berhantam dengan didahului saling lempar. Kelompok yang meneriakkan "Hidup Ka'bah" tampaknya semakin berani. Mereka kemudian naik ke panggung, lalu merusak dan membakarnya. Setelah itu merusak atau membakar kendaraan bermotor yang diparkir di sekitar lapangan. Sesudah dicerai-beraikan dan di halau pasukan keamanan, kelompok ini di sepanjang jalan merusak dan membakar kendaraan serta melempari bangunan-bangunan, "dibantu kawan-kawannya yang telah menunggu di tempat-tempat strategis tertentu". Situasi dikuasai aparatur keamanan pada pukul 18.30. Menurut penjelasan tersebut, aparat keamanan kemudian menangkap 318 orang, 274 orang di antaranya sebagian besar pelajar SD, SLP dan SLA -- kemudian dilepaskan karena dianggap hanya ikut-ikutan. Sisanya, sebagian besar simpatisan PPP, sedang diproses untuk diajukan ke pengadilan. Pangkopkamtib menjanjikan, mereka akan diadili sebelum 4 Mei mendatang. Atas petunjuk hasil pemeriksaan telah diadakan penangkapan baru: di antaranya seorang komisaris PPP di Jakarta. Menurut penjelasan pemerintah itu walau telah diungkapkan keterlibatan simpatisan maupun anggota PPP dalam peristiwa pengacauan tersebut "tidak berarti PPP sebagai organisasi telah terlibat". Ditegaskan oleh Pangkopkamtib: "Anggota PPP yang bersangkutan bertindak di luar garis kebijaksanaan PPP dan atas tanggungjawab sendiri". Soal Kecil Untuk lebih meyakinkan wartawan, dalam acara yang malamnya disiarkan secara lengkap oleh TVRI itu, Pangkopkamtib Sudomo mempertontonkan beberapa foto berukuran besar mengenai kerusuhan di Lapangan Banteng itu yang malam harinya jelas dapat dilihat para penonton televisi. Berbagai isu dan desas-desus mengenai Peristiwa Lapangan Banteng dibantah oleh Pangkopkamtib. Itu dilakukannya seusai membaca penjelasan resmi. Antara lain bahwa ada korban yang meninggal serta kerusuhan itu "buatan pemerintah" atau "buatan Ali Moertopo". Kata Sudomo sambil memegang tangan kanan Menpen Ali Moertopo yang mendampinginya "Kasihan Bapak Menteri, kawan saya yang baik ini". Penjelasan Pangkopkamtib yang menegaskan hanya oknum PPP yang terlibat rupanya diyakini juga oleh pihak lain. "Kami tak yakin PPP mempunyai program untuk melakukan aksi teror dalam kampanyenya," kata Sarwono Kusumaatmadja dari Golkar. Pimpinan PPP sendiri berpendirian "Siapa pun yang bersalah harus ditindak". Demikian tanggapan Ketua DPP PPP Nurhasan Ibnuhajar. Sampai akhir pekan lalu ia belum tahu siapa komisaris PPP di Jakarta yang ditahan itu. Namun Nurhasan mempersoalkan sebutan "simpatisan PPP" yang dipakai Sudomo. "Kami belum tahu apa betul mereka simpatisan Ka'bah. Apa kriterianya? Siapa saja bisa mengaku sebagai simpatisan," katanya. Sang komisaris PPP yang ditahan ternyata H.A.Kosasih, komisaris PPP Kecamatan Tanjungpriok. Namun ini dibantah oleh Ketua DPC PPP Jakarta Utara Achamd Syatibi. "Kosasih memang memiliki surat mandat dari DPC PPP Jakarta Utara yang menjelaskan bahwa ia komisaris PPP Kecamatan Tanjungpriok. Namun sebenarnya ia hanya simpatisan dan salah seorang saksi PPP di TPS Kelurahan Sunter," tegasnya. Tercantumnya nama Kosasih dalam surat mandat tersebut, menurut Syatibi, sebab "Kesalahan tata usaha kami". Kosasih yang biasa dipanggil Ngkos, 26 tahun, dikenal lingkungannya di Sunter, Jakarta Utara sebagai pemilik 9 bis Metro Mini yang pro pada PPP. Setiap PPP kampanye, dia selalu menyumbangkan bisnya untuk dipakai kampanye. Rumahnya juga menjadi tempat berkumpul para pemuda Ka'bah di daerah Pulo Kecil, Kelurahan Sunter. "Ketika Peristiwa Banteng itu terjadi, Ngkos ada di rumah, membetulkan atap dan merubuhkan tembok untuk memperluas ruangan," ujar Ny. Neneng, istri Kosasih. Sampai Senin lalu ia belum bisa bertemu muka dengan suaminya, walau tiap hari ia boleh mengambil pakaian kotor Kosasih di tempat tahanan Laksusda Jaya di Jakarta Pusat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus