AUDITORIUM Departemen Penerangan penuh sesak. Wartawan dalam dan
luar negeri berjubel menunggu. Acara Jumat pagi lalu memang
menarik dan banyak ditunggu: penjelasan resmi pemerintah
mengenai Peristiwa Lapangan Banteng 18 Maret 1982.
Sebelum memberikan penjelasannya, diputar film video mengenai
kerusuhan Lapangan Banteng selama hampir 10 menit kepada para
wartawan. Penjelasan pemerintah sendiri, yang dibacakan Sudomo
sepanjang 7 halaman, tak banyak berbeda dengan penjelasan yang
disampaikannya di depan pengurus IKOSIS se Jakarta sepekan
sebelumnya. (TEMPO 3 April 1982).
Menurut penjelasan itu, dari hasil pemeriksaan, pengusutan,
keterangan para saksi dan bukti-bukti lainnya, pengacauan
tersebut merupakan "bagian suatu rencana yang telah disiapkan
sebelumnya". Tujuan pengacauan: selain menggagalkan kampanye
Golkar di Lapangan Banteng Jakarta dan demoralisasi Golkar dan
AMPI, juga untuk mencapai sasaran yang bersifat
"strategis-politis-subversif ".
Sasaran tersebut antara lain sebagai bunga api yang diharapkan
dapat meledakkan kekacauan yang sama di seluruh Indonesia dengan
tujuan menggagalkan Pemilu 1982. Kedua: menggoyahkan
pemerintahan dan mendiskreditkan pemerintah, "sehingga tercipta
kondisi di mana rakyat tidak percaya lagi kepada pemerintah dan
oposisi menentang/melawan pemerintah makin meningkat untuk
selanjutnya menggulingkan dan mengganti pemerintah".
Secara kronologis kemudian dibeberkan asal mula terjadinya
kerusuhan itu. Sekitar pukul 14.00 tanggal 18 Maret itu panitia
mencoba menenangkan massa yang mulai resah akibat acara yan
kurang lancar, dengan meneriakkan yel "Hidup Golkar" dengan
mengacungkan dua jari. Massa menyambut dengan yel serupa.
Di antara massa tiba-tiba terdengar teriakan dari sekelompok
orang "Hidup Ka'bah" sambil mengacungkan satu jari. Terjadi
kemudian sahut menyahut "Hidup Golkar" dan "Hidup Ka'bah". Massa
kemudian membagi diri dalam dua kelompok dan akhirnya saling
berhantam dengan didahului saling lempar.
Kelompok yang meneriakkan "Hidup Ka'bah" tampaknya semakin
berani. Mereka kemudian naik ke panggung, lalu merusak dan
membakarnya. Setelah itu merusak atau membakar kendaraan
bermotor yang diparkir di sekitar lapangan. Sesudah
dicerai-beraikan dan di halau pasukan keamanan, kelompok ini di
sepanjang jalan merusak dan membakar kendaraan serta melempari
bangunan-bangunan, "dibantu kawan-kawannya yang telah menunggu
di tempat-tempat strategis tertentu". Situasi dikuasai aparatur
keamanan pada pukul 18.30.
Menurut penjelasan tersebut, aparat keamanan kemudian menangkap
318 orang, 274 orang di antaranya sebagian besar pelajar SD, SLP
dan SLA -- kemudian dilepaskan karena dianggap hanya
ikut-ikutan. Sisanya, sebagian besar simpatisan PPP, sedang
diproses untuk diajukan ke pengadilan. Pangkopkamtib
menjanjikan, mereka akan diadili sebelum 4 Mei mendatang.
Atas petunjuk hasil pemeriksaan telah diadakan penangkapan baru:
di antaranya seorang komisaris PPP di Jakarta. Menurut
penjelasan pemerintah itu walau telah diungkapkan keterlibatan
simpatisan maupun anggota PPP dalam peristiwa pengacauan
tersebut "tidak berarti PPP sebagai organisasi telah terlibat".
Ditegaskan oleh Pangkopkamtib: "Anggota PPP yang bersangkutan
bertindak di luar garis kebijaksanaan PPP dan atas tanggungjawab
sendiri".
Soal Kecil
Untuk lebih meyakinkan wartawan, dalam acara yang malamnya
disiarkan secara lengkap oleh TVRI itu, Pangkopkamtib Sudomo
mempertontonkan beberapa foto berukuran besar mengenai kerusuhan
di Lapangan Banteng itu yang malam harinya jelas dapat dilihat
para penonton televisi.
Berbagai isu dan desas-desus mengenai Peristiwa Lapangan Banteng
dibantah oleh Pangkopkamtib. Itu dilakukannya seusai membaca
penjelasan resmi. Antara lain bahwa ada korban yang meninggal
serta kerusuhan itu "buatan pemerintah" atau "buatan Ali
Moertopo". Kata Sudomo sambil memegang tangan kanan Menpen Ali
Moertopo yang mendampinginya "Kasihan Bapak Menteri, kawan saya
yang baik ini".
Penjelasan Pangkopkamtib yang menegaskan hanya oknum PPP yang
terlibat rupanya diyakini juga oleh pihak lain. "Kami tak yakin
PPP mempunyai program untuk melakukan aksi teror dalam
kampanyenya," kata Sarwono Kusumaatmadja dari Golkar.
Pimpinan PPP sendiri berpendirian "Siapa pun yang bersalah harus
ditindak". Demikian tanggapan Ketua DPP PPP Nurhasan Ibnuhajar.
Sampai akhir pekan lalu ia belum tahu siapa komisaris PPP di
Jakarta yang ditahan itu. Namun Nurhasan mempersoalkan sebutan
"simpatisan PPP" yang dipakai Sudomo. "Kami belum tahu apa betul
mereka simpatisan Ka'bah. Apa kriterianya? Siapa saja bisa
mengaku sebagai simpatisan," katanya.
Sang komisaris PPP yang ditahan ternyata H.A.Kosasih, komisaris
PPP Kecamatan Tanjungpriok. Namun ini dibantah oleh Ketua DPC
PPP Jakarta Utara Achamd Syatibi. "Kosasih memang memiliki surat
mandat dari DPC PPP Jakarta Utara yang menjelaskan bahwa ia
komisaris PPP Kecamatan Tanjungpriok. Namun sebenarnya ia hanya
simpatisan dan salah seorang saksi PPP di TPS Kelurahan Sunter,"
tegasnya. Tercantumnya nama Kosasih dalam surat mandat tersebut,
menurut Syatibi, sebab "Kesalahan tata usaha kami".
Kosasih yang biasa dipanggil Ngkos, 26 tahun, dikenal
lingkungannya di Sunter, Jakarta Utara sebagai pemilik 9 bis
Metro Mini yang pro pada PPP. Setiap PPP kampanye, dia selalu
menyumbangkan bisnya untuk dipakai kampanye. Rumahnya juga
menjadi tempat berkumpul para pemuda Ka'bah di daerah Pulo
Kecil, Kelurahan Sunter.
"Ketika Peristiwa Banteng itu terjadi, Ngkos ada di rumah,
membetulkan atap dan merubuhkan tembok untuk memperluas
ruangan," ujar Ny. Neneng, istri Kosasih. Sampai Senin lalu ia
belum bisa bertemu muka dengan suaminya, walau tiap hari ia
boleh mengambil pakaian kotor Kosasih di tempat tahanan Laksusda
Jaya di Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini