Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika atau Menkominfo Budi Arie Setiadi, mengatakan rancangan Peraturan Presiden Publisher Rights atau Hak Penerbit untuk mewujudukan mutualisme antara platform digital dan perusahaan media.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Budi Arie mengatakan pemerintah tidak menutup mata bahwa diperlukan regulasi yang mampu memitigasi disrupsi yang terjadi di industri media. Dalam paparannya, ia menyampaikan berdasarkan survei indeks literasi digital 2023, media mainstream atau media konvensional, khususnya media TV, mengungguli media sosial dan berita online.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Budi Arie menyebut di tengah gempuran disrupsi digital, masih eksisnya media konvensional ditopang keyakinan masyarakat bahwa media konvensional memiliki kualitas tertinggi dalam pengolahan, meja redaksi, dan penyampaian informasi. Hal ini membuat media konvensional menjadi sumber informasi tepercaya yang bisa memiliki kemampuan memfilter berita palsu atau hoaks.
Budi mengatakan sejak tahun lalu pemerintah, perusahaan media, dan stakeholder terkait berupaya menuntaskan penyusunan regulasi Publisher Rights untuk mewujudkan keseimbangan hubungan antara platform digital dan perusahaan media.
“Regulasi ini bertujuan untuk menciptakan fair playing field dan mewujudkan ekosistem media yang lebih sehat guna mendukung jurnalisme berkualitas dan menghormati kebebasan pers,” kata Budi Arie saat menghadiri dialog nasional secara daring dengan tema “Transformasi Industri Media untuk Bangkit Bersama” dalam acara ulang tahun Serikat Perusahaan Pers (SPS) ke-77 di Denpasar, Bali, 10 Agustus 2023, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Budi Arie menjelaskan Publisher Rights diusulkan menjadi Peraturan Presiden (Perpres) yang menempatkan prinsip mutualisme. Regulasi ini akan menjadi landasan hukum kerja sama perusahaan platform digital dengan perusahaan pers untuk mendukung jurnalisme yang berkualitas.
Budi Arie mengaku menuturkan rancangan Perpres sudah dilewati sejak Juli lalu. Saat ini Kemkominfo telah mengajukan permohonan pertimbangan penetapannya kepada Presiden RI.
“Perubahan adalah hal yang pasti, namun untuk berubah adalah pilihan. Media konvensional harus terus berinovasi dan beradaptasi terhadap perkembangan teknologi yang terus bergerak semakin cepat,” kata Budi Arie.
Perwakilan media yang juga hadir dalam acara ini, Arif Zulkifli, CEO PT Tempo Inti Media Tbk., menekankan fenomena media yang disebutnya “rezim algoritma” dan latar belakang gagasan Publisher Rights. Ia mengungkapkan gagasan Publisher Rights muncul dari kecemasan dua hal. Pertama adalah hubungan tidak setara antara penerbit atau publisher dengan platform digital terutama platform internasional.
“Kecemasan kedua adalah turunnya mutu jurnalis akibat rezim algoritma yang mengedepankan kecepatan dan hal-hal yang sifatnya di permukaan,” kata Arif.
Menurut Arif, praktik gagasan ini sebetulnya sudah dilakukan di negara lain seperti Australia, Jerman, dan Kanada. Regulasi Publisher Rights di negara tersebut intinya menjawab dua kecemasan tadi. Pertama, dudukan yang setara dan seimbang antara publisher dengan platform, dan kedua bagaimana mengembalikan marwah jurnalisme agar kembali memunculkan jurnalisme yang berkualitas.
Arif meyakini turunnya kualitas karya jurnalistik di dunia digital akibat dari rezim algoritma. Platform beralasan mesin pencari mempunyai algoritmanya sendiri yang secara otomatis berubah. Sementara kinerja media sangat dipengaruhi algoritma. Pengaturan perubahan algoritma ini juga turut dimasukkan ke draft Perpres Publisher Rights.