Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Warganet tengah memberikan perhatian terhadap isu bahwa Pemilu 2024 diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) secara proporsional tertutup. Kabar ini berawal dari pernyataan pakar hukum Denny Indrayana, yang mengklaim mendapatkan informasi bahwa MK memutuskan untuk mengembalikan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.
Indonesia pernah memiliki pengalaman menggunakan sistem proporsional tertutup tepatnya era Orde Baru pada 1971-1999. Sistem proporsional tertutup (closed list PR) merupakan mekanisme pemilihan oleh rakyat hanya pada partai. Sistem kerjanya yaitu pemilih mencoblos gambar partai, dengan suara partai untuk kesempatan pertama diberikan kepada calon legislatif (caleg) nomor urut teratas.
Wacana penggunaan sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024 pun menuai perdebatan. Salah satunya kekhawatiran penerapan sistem proporsional tertutup. Dilansir antikorupsi.org, setidaknya berikut adalah kekurangan dari sistem proporsional tertutup:
- Partisipasi masyarakat dalam menentukan calon wakil di lembaga legislatif akan menurun karena penentuan caleg diserahkan ke internap parpol.
- Sistem proporsional tertutup tidak menurunkan kemungkinan berlangsungnya tren politik uang. Namun, sistem ini dianggap hanya memindahkannya dari caleg ke masyarakat ke caleg ke partai politik (parpol). Kandidat terpilih bergantung terhadap nomor urut yang ditentukan oleh parpol.
- Sistem proporsional tertutup membuka kesempatan tinggi terhadap nepotisme di dalam parpol. Tidak menutup kemungkinan para caleg yang memiliki hubungan struktural dengan parpol bisa dimudahkan untuk mendapatkan nomor urut tertentu.
- Sistem ini berpotensi menghilangkan relasi dan tanggung jawab para anggota legislatif terhadap rakyat. Sebab, penentuan keterpilihan sepenuhnya berada di kekuasaan parpol sehingga tanggung jawab pun akan beralih ke parpol.
Walaupun demikian, sistem proporsional tertutup juga dianggap menjadi solusi atas kekurangan dari sistem proporsional terbuka yang telah diterapkan sejak 1999-2019. Sistem ini dianggap dapat mengefisiensi biaya dan tenaga dari penyelenggaraan pemilu.
Melansir Jurnal Analisis Sosial Politik edisi 2022, Berkaca pada Pemilu 2019 yang menyebabkan hampir 527 jiwa meninggal dunia akibat kelelahan dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara dengan jam kerja sekitar 16-24 jam. Selain itu,anggaran yang digunakan untuk pemilu dengan sistem proporsional terbuka terbilang cukup banyak.
Pilihan Editor: Menjegal Sistem Proporsional Tertutup
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini