Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mereka mencoba bertahan

Kelompok sempalan hmi yang menamakan dirinya mpo (majelis penyelamat organisasi) mengadakan kongres di kaliurang, ja-teng. tamsil linrung terpilih sebagai ketua umum. asas mereka bukan pancasila tapi islam.

16 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELAIN di Lhokseumawe, ternyata HMI berkongres pula di Kaliurang, tempat peristirahatan yang sejuk 24 km di utara Yogyakarta. Itu diketahui setelah Rabu pekan lalu, pengurus lama dan yang baru terpilih di kongres itu memberikan wawancara pers di Yogyakarta. Mereka menyebut kongres yang berlangsung 1 sampai 6 Juli 1988 sebagai kongres HMI ke-17, sedangkan kerepotan di Lhokseumawe yang dihadiri sejumlah menteri itu adalah kongres pertama HMI baru. Sebab, HMI Lhokseumawe itu sudah berbeda dengan HMI yang didirikan di Yogyakarra, 1947. Eggie Sudjana, 9 tahun, tokoh kongres Kaliurang itu, mengatakan bahwa kongres mereka dihadiri 150 peserta dari 13 cabang, yaitu Jakarta, Purwokerto, Ujungpandang dan berbagai kota lainnya. Diakuinya, kongres itu memang tanpa izin kepolisian. "Kalau kami minta, apa dikasih?" tanyanya. Keputusannya adalah memilih Tamsil. Linrung mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Ujungpandang sebagai ketua umum, yang selama ini dipegang Eggie Sudjana. Kongres menerima pertanggungjawaban kepengurusan Eggie. Linrung beserta beberapa anggota formatir yang terpilih akan segera menyusun pengurus lengkap beserta program kerja organisasi. Lebih lagi, kongres ini tetap tidak mengubah asas organisasi mereka dengan Pancasila. Tapi tetap seperti dulu, Islam. Maka seperti dikatakan Mashudi, salah seorang pimpinan sidang asal Yogyakarta, suasana sidang amat tenang, warna religi menonjol. "Wanita-wanita menghadiri kongres itu dengan kepala tertutup jilbab," ujarnya. Beberapa istilah di organisasi itu diubah. Insan akademis, misalnya, dijadikan ulil albab. Penasehat diganti dengan mustarsyar, dan istilah nilai identitas kader (NIK) -- semacam kerangka landasan perjuangan organisasi ini -- diganti menjadi khittah perjuangan. "Insan akademis itu 'kan tak ada rujuknya. Sedang ulil albab merujuk pada Quran dan Hadist," kata Eggie. Mereka yang berkongres ini adalah kelompok MPO (majelis penyelamat organisasi) yang dibentuk setelah majelis pekerja kongres (MPK) HMI mengumumkan bahwa HMI telah menetapkan menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas, 1985, di rumah pendiri HMI Lafran Pane di Yogyakarta. Kelompok itu menganggap merekalah yang Al Haq (Yang Benar). Eggie dkk, agaknya menganggap HMI telah keluar dari tujuan semula didirikan. Tanggapan dari HMI yang satunya. "MPO itu 'kan orang-orang yang tidak mentaati konstitusi," kata Herman Widyananda, Ketua Umum HMI yang baru terpilih di Lhokseumawe.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus