Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mereka minta penjelasan

Keterangan pemerintah tentang istilah komando jihad. istilah komando jihad dianggap tak sedap buat telinga orang islam. ali said sudah pernah menjelaskan. (nas)

18 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBAJAKAN pesawat Garuda DC-9 Woyla rupanya masih punya buntut lain. Pernyataan Pangkopkamtib. Sudomo bahwa para pembajak adalah sekelompok orang yang ingin memaksakan kehendaknya untuk mendirikan negara Islam di Indonesia telah memancing banyak tanggapan. Dalam keterangan persnya dua hari setelah pembajakan, Pangkopkamtib mengajak masyarakat untuk tetap waspada terhadap bahaya yang ditimbulkan "kelompok ekstrim dan tersesat yang menggunakan secara salah ajaran dan nama Islam, seperti misalnya Komando Jihad dan Gerakan Warman." "Pemerintah meminta pengertian bahwa mereka yang mengatakan bahwa Komando Jihad dan kelompok-kelompok ekstrim sejenisnya seolah-olah tidak ada dan hanya merupakan rekaan pemerintah, sebenarnya secara tidak sadar telah tidak menjaga keluhuran ajaran Islam terhadap usaha-usaha yang menyalahgunakan agama Islam," kata Laksamana Sudomo. Kalimat terakhir itulah yang agaknya dianggap menyenggol. Yang tersinggung antara lain beberapa tokoh yang selama ini sering mengomentari tentang Komando Jihad. Misalnya anggota DPR dari F-PP Jusuf Hasjim. Menurut dia sejak 10 tahun yang lalu ia telah minta agar pemerintah secara tuntas menyelesaikan apa yang disebut "Komando Jihad". Pemerintah dihimbaunya juga untuk menjelaskan masalah ini secara luas agar masyarakat dapat waspada dan tidak ikut terpengaruh kegiatan mereka. Kekerasan atas nama agama, menurut Jusuf Hasjim, bagaimanapun juga sulit diterima oleh mayoritas umat Islam Indonesia. Ia berpendapat, mereka yang memang terlibat Komando Jihad supaya diadili dan diungkapkan secara tuntas. "Tapi yang hanya ikut-ikutan, yang sebenarnya tidak tahu apa itu Komando Jihad dan tidak cukup bukti untuk menghadapkannya ke pengadilan supaya dibebaskan saja," ujarnya pada TEMPO Senin lalu. Jusuf tidak menutup kemungkinan ada satu dua orang yang masih bermimpi mau mendirikan negara Islam, tapi hal itu dianggapnya tidak bisa dipakai sebagai petunjuk bahwa umat Islam di Indonesia masih mau mendirikan negara Islam. "Bagaimana segelintir manusia bisa dijadikan dasar isu bahwa umat Islam mau mendirikan negara Islam?" katanya. "Isu " Negara Islam Indonesia tampaknya memang terus menghantui banyak pejabat. "Bagaimana kami tak boleh tetap waspada, bukankah orang orang yang dulu secara konstitusional maupun inkonstitusional menghendaki berdirinya negara Islam di Indonesia masih tetap gentayangan?" ujar seorang pejabat tinggi. Ada Kerjasama Pendapat yang sama juga disuarakan banyak pejabat tinggi lain. Malah beberapa di antaranya menyatakan belakangan ini ada peningkatan kegiatan kelompok ekstrim yang memiliki aspirasi yang sama. "Jelas ada kerjasama dan saling pengertian antara kelompok pembajak pesawat Garuda, kelompok Warman, Komando Jihad dan kelompok ekstrim lainnya," kata seoran perwira tinggi. Sebagai bukti ia menunjuk adanya tuntutan para pembajak agar pemerintah membebaskan para tahanan yang terlibat Komando Jihad di Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara. "Kalau tidak ada kerjasama masak mereka akan mengajukan tuntutan itu," ujarnya. Kapan lahirnya istilah Komando Jihad memang belum jelas. Tapi keterangan pemerintah yang agak menyeluruh mengenai Komando Jihad sebenarnya sudah diberikan oleh Jaksa Agung Ali Said pada Komisi III DPR 1977. Istilah Komando Jihad menurut Ali Said, sebenarnya adalah sebutan untuk bermacam-macam gerakan golongan ekstrim yang para anggotanya dipimpin oleh para bekas tokoh DI/TII. Gerakan yang lahir pada 1970 itu bertujuan dalam jangka panjang mendirikan negara Islam berdasar Quran dan dalam jangka pendek mengadakan pengacauan, perampokan, penculikan dan kalau perlu pembunuhan dalam rangka mencapai tujuan jangka panjang itu. Komji ini bergerak di Jawa dan Sumatera dengan nama yang tidak sama. Misalnya "Gerakan Bawah Tanah Komando Jihad Fisabilillah" di DKI Jaya, "Jihad Fillah" dan "Jihad Fisabilillah" di Jawa Barat, "Pasukan Jihad" di Sumatera Utara dan "Barisan Sabilillah " di Jawa Timur. Sepanjang penyelidikan Kejaksaan, ujar Ali Said pada 1977, belum terlihat tanda-tanda keseluruhan organisasi bawah tanah itu bergerak di bawah satu komando. Beberapa fakta juga terungkap dari pengadilan para tokoh yang terlibat Komando Jihad. "Komando Jihad itu nama yang diberikan kepada kami, bukan nama yang kami cari dan buat sendiri," kata Timzar Zubil pada 1978 di Pengadilan Negeri Medan yang menjatuhinya hukuman mati. Timzar dalam persidangan mengakui telah meledakkan beberapa tempat yang dianggapnya maksiat, seperti bar dan bioskop serta juga gereja Katolik dan Methodis Medan. Nama Timzar termasuk dalam daftar tahanan yang dituntut bebas oleh para pembajak pesawat Garuda. Lekas Dong Tidak semua pejabat pemerintah memakai istilah Komando Jihad. Jenderal Widjojo Sujono misalnya, tatkala masih menjabat Pangkowilhan II pada pertengahan 1979 menyatakan hanya akan memakai istilah "Kasus Teror Warman" dan tidak lagi "Komando Jihad". "Istilah Komando Jihad memang tak sedap di telinga orang Islam," kata anggota DPR dari F-PP Saifuddin Zuhri. Bekas Menteri Agama ini tidak percaya masalah Komji hanya sekedar alat politik pemerintah. Cuma permintaannya "Lekas dong beberkan, biar kami tahu apa itu Komji." Adanya anggapan bahwa Komandn Jihad hanya "rekaan pemerintah" mungkin juga timbul dari persidangan Haji Ismail Pranoto (Hispran) di Surabaya pada 1978. Hispran mengakui, sejak 1976 ia membentuk "Jamaah Bela Diri" yang beranggotakan orang-orang Islam di Ja-Tim dan Ja-Teng. Dalihnya: untuk menghadapi bahaya laten komunis seperti yang dianjurkan Bakin. Hispran dalam salah satu sidang mengakui pimpinan "gerakan pengawasan bahaya komunis" itu adalah Danu Muhammad Hassan, salah satu bekas tokoh DI/TII, yang menurut dia sebetulnya adalah "orang pemerinuh" yang "mendapat gaji dan mobil". Pernyataan Hispran itu mungkin mengandung maksud mendiskreditkan pemerintah. Tapi penelitian yang tuntas tenung ini belum pernah diumumkan. Mungkin itu sebabnya banyak tokoh Islam yang percaya bahwa beberapa pejabat pemerintah telah memanfaatkan Komji untuk "memancing keluar" tokoh-tokoh ekstrim Islam. Mendengar ini, seorang pejabat di bidang keamanan menjawab dengan tajam: "Sama sekali itu tidak benar."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus