PEMBAJAKAN pesawat Garuda DC-9 Woyla rupanya masih punya buntut
lain. Pernyataan Pangkopkamtib. Sudomo bahwa para pembajak
adalah sekelompok orang yang ingin memaksakan kehendaknya untuk
mendirikan negara Islam di Indonesia telah memancing banyak
tanggapan.
Dalam keterangan persnya dua hari setelah pembajakan,
Pangkopkamtib mengajak masyarakat untuk tetap waspada terhadap
bahaya yang ditimbulkan "kelompok ekstrim dan tersesat yang
menggunakan secara salah ajaran dan nama Islam, seperti misalnya
Komando Jihad dan Gerakan Warman."
"Pemerintah meminta pengertian bahwa mereka yang mengatakan
bahwa Komando Jihad dan kelompok-kelompok ekstrim sejenisnya
seolah-olah tidak ada dan hanya merupakan rekaan pemerintah,
sebenarnya secara tidak sadar telah tidak menjaga keluhuran
ajaran Islam terhadap usaha-usaha yang menyalahgunakan agama
Islam," kata Laksamana Sudomo.
Kalimat terakhir itulah yang agaknya dianggap menyenggol. Yang
tersinggung antara lain beberapa tokoh yang selama ini sering
mengomentari tentang Komando Jihad.
Misalnya anggota DPR dari F-PP Jusuf Hasjim. Menurut dia sejak
10 tahun yang lalu ia telah minta agar pemerintah secara tuntas
menyelesaikan apa yang disebut "Komando Jihad". Pemerintah
dihimbaunya juga untuk menjelaskan masalah ini secara luas agar
masyarakat dapat waspada dan tidak ikut terpengaruh kegiatan
mereka.
Kekerasan atas nama agama, menurut Jusuf Hasjim, bagaimanapun
juga sulit diterima oleh mayoritas umat Islam Indonesia.
Ia berpendapat, mereka yang memang terlibat Komando Jihad supaya
diadili dan diungkapkan secara tuntas. "Tapi yang hanya
ikut-ikutan, yang sebenarnya tidak tahu apa itu Komando Jihad
dan tidak cukup bukti untuk menghadapkannya ke pengadilan supaya
dibebaskan saja," ujarnya pada TEMPO Senin lalu.
Jusuf tidak menutup kemungkinan ada satu dua orang yang masih
bermimpi mau mendirikan negara Islam, tapi hal itu dianggapnya
tidak bisa dipakai sebagai petunjuk bahwa umat Islam di
Indonesia masih mau mendirikan negara Islam. "Bagaimana
segelintir manusia bisa dijadikan dasar isu bahwa umat Islam mau
mendirikan negara Islam?" katanya.
"Isu " Negara Islam Indonesia tampaknya memang terus menghantui
banyak pejabat. "Bagaimana kami tak boleh tetap waspada,
bukankah orang orang yang dulu secara konstitusional maupun
inkonstitusional menghendaki berdirinya negara Islam di
Indonesia masih tetap gentayangan?" ujar seorang pejabat tinggi.
Ada Kerjasama
Pendapat yang sama juga disuarakan banyak pejabat tinggi lain.
Malah beberapa di antaranya menyatakan belakangan ini ada
peningkatan kegiatan kelompok ekstrim yang memiliki aspirasi
yang sama. "Jelas ada kerjasama dan saling pengertian antara
kelompok pembajak pesawat Garuda, kelompok Warman, Komando Jihad
dan kelompok ekstrim lainnya," kata seoran perwira tinggi.
Sebagai bukti ia menunjuk adanya tuntutan para pembajak agar
pemerintah membebaskan para tahanan yang terlibat Komando Jihad
di Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara.
"Kalau tidak ada kerjasama masak mereka akan mengajukan tuntutan
itu," ujarnya.
Kapan lahirnya istilah Komando Jihad memang belum jelas. Tapi
keterangan pemerintah yang agak menyeluruh mengenai Komando
Jihad sebenarnya sudah diberikan oleh Jaksa Agung Ali Said pada
Komisi III DPR 1977.
Istilah Komando Jihad menurut Ali Said, sebenarnya adalah
sebutan untuk bermacam-macam gerakan golongan ekstrim yang para
anggotanya dipimpin oleh para bekas tokoh DI/TII. Gerakan yang
lahir pada 1970 itu bertujuan dalam jangka panjang mendirikan
negara Islam berdasar Quran dan dalam jangka pendek mengadakan
pengacauan, perampokan, penculikan dan kalau perlu pembunuhan
dalam rangka mencapai tujuan jangka panjang itu.
Komji ini bergerak di Jawa dan Sumatera dengan nama yang tidak
sama. Misalnya "Gerakan Bawah Tanah Komando Jihad Fisabilillah"
di DKI Jaya, "Jihad Fillah" dan "Jihad Fisabilillah" di Jawa
Barat, "Pasukan Jihad" di Sumatera Utara dan "Barisan Sabilillah
" di Jawa Timur. Sepanjang penyelidikan Kejaksaan, ujar Ali Said
pada 1977, belum terlihat tanda-tanda keseluruhan organisasi
bawah tanah itu bergerak di bawah satu komando.
Beberapa fakta juga terungkap dari pengadilan para tokoh yang
terlibat Komando Jihad. "Komando Jihad itu nama yang diberikan
kepada kami, bukan nama yang kami cari dan buat sendiri," kata
Timzar Zubil pada 1978 di Pengadilan Negeri Medan yang
menjatuhinya hukuman mati. Timzar dalam persidangan mengakui
telah meledakkan beberapa tempat yang dianggapnya maksiat,
seperti bar dan bioskop serta juga gereja Katolik dan Methodis
Medan. Nama Timzar termasuk dalam daftar tahanan yang dituntut
bebas oleh para pembajak pesawat Garuda.
Lekas Dong
Tidak semua pejabat pemerintah memakai istilah Komando Jihad.
Jenderal Widjojo Sujono misalnya, tatkala masih menjabat
Pangkowilhan II pada pertengahan 1979 menyatakan hanya akan
memakai istilah "Kasus Teror Warman" dan tidak lagi "Komando
Jihad".
"Istilah Komando Jihad memang tak sedap di telinga orang Islam,"
kata anggota DPR dari F-PP Saifuddin Zuhri. Bekas Menteri Agama
ini tidak percaya masalah Komji hanya sekedar alat politik
pemerintah. Cuma permintaannya "Lekas dong beberkan, biar kami
tahu apa itu Komji."
Adanya anggapan bahwa Komandn Jihad hanya "rekaan pemerintah"
mungkin juga timbul dari persidangan Haji Ismail Pranoto
(Hispran) di Surabaya pada 1978. Hispran mengakui, sejak 1976 ia
membentuk "Jamaah Bela Diri" yang beranggotakan orang-orang
Islam di Ja-Tim dan Ja-Teng. Dalihnya: untuk menghadapi bahaya
laten komunis seperti yang dianjurkan Bakin.
Hispran dalam salah satu sidang mengakui pimpinan "gerakan
pengawasan bahaya komunis" itu adalah Danu Muhammad Hassan,
salah satu bekas tokoh DI/TII, yang menurut dia sebetulnya
adalah "orang pemerinuh" yang "mendapat gaji dan mobil".
Pernyataan Hispran itu mungkin mengandung maksud mendiskreditkan
pemerintah. Tapi penelitian yang tuntas tenung ini belum pernah
diumumkan.
Mungkin itu sebabnya banyak tokoh Islam yang percaya bahwa
beberapa pejabat pemerintah telah memanfaatkan Komji untuk
"memancing keluar" tokoh-tokoh ekstrim Islam. Mendengar ini,
seorang pejabat di bidang keamanan menjawab dengan tajam: "Sama
sekali itu tidak benar."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini