Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menunggu di Kotamatsum

Tiga dari pembajak pesawat garuda dc-9 "woyla": zulfikar, abu sofyan dan wemdy berasal dari kotamatsum, medan. setelah peristiwa pembajakan tersebut kotamatsum ramai dikunjungi orang. (nas)

18 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEGITU Kepala Bakin Jenderal Yoga Sugomo selesai menjelaskan peristiwa pembajakan pesawat terbang Garuda Woyla lewat Laporan Khusus TVRI Kamis malam lalu, kerumunan pemuda Desa Kotamatsum, Medan, yang menonton acara tersebut bubar. Meskipun bagi penonton lain di Indonesia acara itu menarik, orang Kotamatsum kecewa. Alasan mereka: Jenderal Yoga belum menjelaskan identitas para pembajak tersebut. Keinginan tahu para pemuda Kotamatsum itu bukan tanpa alasan. Tiga dari pembajak, Zulfikar, Abu Sofyan dan Wemdy konon berasal dari Kotamatsum. Bahkan abang Wemdy, Armon -- belakangan dikenal sebagai Imran -- disebut-sebut sebagai pimpinan kelompok yang terlibat pembajakan tersebut. Setelah peristiwa pembajakan itu, Kotamatsum I dan II, dua kelurahan di Kotamadya Medan, ramai dikunjungi petugas keamanan dan wartawan. Sasaran mereka beberapa rumah tertentu di daerah ini. "Saya bingung sekali. Ya intel, ya wartawan, tiap hari berkerumun ke rumah ini," keluh Zaiyar, 44 tahun, pada TEMPO pekan lalu. Mata wanita berhidung mancung dan berkulit putih bersih ini merah dan mengembang air. Suaminya, Dahlan, akhir Maret lalu tewas karena kecelakaan lalu lintas di Jakarta. Sedang adik kandungnya, Abu Sofyan, disebut-sebut sebagai salah satu pembajak pesawat Garuda. Hal yang sama terjadi pada keluarga Muhamad Zein. "Awak jadi pening dan kacau," kata Ny. Darmanis, 55 tahun, istri Muhamad Zein yang disebut-sebut sebagai orang tua Imran dan Wemdy. Menurut dia, tak kurang dari 20 "tamu tak diundang" tiap hari mengunjungi rumahnya, menanyakan tentang dua dari sebelas anaknya: Wemdy dan Imran. John Arfi, abang kandung Zulfikar, meski rumahnya ramai dikunjungi tamu merasa lebih aman. Begitu selesai didengar keterangannya di Kepolisian Kotabes Medan 6 April lalu, dia segera kembali ke tempat pekerjaannya di Aceh. Tinggal Nuryatun, istrinya, yang sibuk meladeni tamu. "Zulfikar anak baik-baik. Berangkat dari rumah ini tahun 1973. Sudah itu saya tak tahu lagi," hanya itu jawabnya pada semua tamu. Simpang Siur Di samping ketidaktahuan, masih terselip juga rasa ragu. "Apakah benar anak kami Wemdy itu pembajak? Sampai sekarang belum ada keterangan pemerintah," kata Ny. Darmanis. Kebimbangan yang sama juga menyusupi Zaiyar. Pihak yang berwajib di Medan sampai sekarang tentu saja belum bisa bicara banyak. "Untuk menjelaskan, itu kompetensi Kopkamtib bukan kami," kata Letkol Mardian Idris, jurubicara Laksusda Sumatera Utara. Tak terelakkan agaknya, bila dalam waktu yang pendek ini terjadi simpangsiur. Misalnya mengenai latar belakang Zulfikar. Harian Angkatan Bersenjata (AB) Medan 4 April lalu mengatakan-mengutip sumber di Laksusda Sum-Ut -- Zulfikar terlibat dalam peristiwa penggranatan Bar Apollo dan Gereja Methodis, Medan, pada 1976. Teror itu menurut keterangan resmi dilakukan oleh anggota Komando Jihad. Bersama sejumlah orang lain, termasuk Timzar Zubil yang kemudian dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Medan, Zulfikar tertangkap. Tahu-tahu ia kemudian dikenal sebagai salah satu pembajak pesawat Garuda Woyla. "Apa sebab dia berhasil lolos atau diloloskan, pihak kompeten belum berhasil dihubungi AB. Pada pemberitaan AB selanjutnya akan diungkapkan kenapa Zulfikar bisa lolos dari tahanan pihak berkompeten di daerah ini," begitu tulis AB 4 April lalu. Karuan saja hari itu koran AB sangat laris. Namun sayang Harian AB Medan tak sempat mengungkapkan kisah lolosnya Zulfikar seperti yang dijanjikan. Humas Laksusda Sum-Ut pada 7 April 1981 mengeluarkan siaran pers membantah Zulfikar lolos dari tahanan. "Jangankan terdaftar dalam berkas perkara Komji. Yang namanya Zulfikar itu ditahan pun tidak pernah dalam hubungan dengan Komji," kata Letkol Mardian ldris. Ia menyesalkan pemberitaan Harian AB itu. Seraya menunggu penjelasan resmi tentang pembajakan tadi, yang kabarnya akan diberikan oleh Pangkopkamtib Sudomo dalam waktu dekat ini, TEMPO berusaha mengumpulkan latar belakang sosial para pembajak tadi, khususnya Imran, yang disebut sebagai pemimpin kelompok mereka (Lihat: Kembalinya Si Anak Hilang).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus