Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEREMPUAN paruh baya itu tersedu. Ia menatap lelaki di sampingnya, Pollycarpus Budihari Priyanto, yang dihukum 14 tahun penjara dalam kasus pembunuhan aktivis Munir tapi kemudian dibebaskan Mahkamah Agung. ”Teganya kamu, Pol, membawa-bawa saya ke masalah ini,” ia memprotes. Pollycarpus terdiam.
Avi, perempuan itu, disebut-sebut dalam pembicaraan telepon—yang ternyata disadap polisi—antara Pollycarpus dan Indra Setiawan, mantan Direktur Utama Garuda Indonesia. Menurut sumber Tempo, akhir Mei lalu Avi telah dipanggil polisi—informasi yang dibenarkan Iwan Priyanto, pengacara Pollycarpus.
Sadapan telepon Polly dan Indra itu diputar dalam sidang peninjauan kembali kasus pembunuhan Munir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu. Isinya menguatkan keterangan Indra tentang adanya surat dari Wakil Kepala Badan Intelijen Negara M. As’ad untuk menempatkan Polly pada unit keamanan penerbangan Garuda.
Berbekal surat itu, menurut jaksa, Polly mengubah jadwal penerbangan pada 6 September 2004. Ia, yang semula dijadwalkan terbang ke Beijing, beralih ke Singapura dengan penerbangan Garuda 974. Dengan pesawat itulah Munir terbang menuju Amsterdam, Belanda, yang ternyata berujung maut (lihat Tempo edisi 20-26 Agustus 2007).
Dalam rekaman yang disadap dari nomor telepon Polly (021-71110***) dan nomor Indra (085280343***), Avi memang jadi bahan omongan. Petikan dialog telepon yang di pengadilan dibenarkan Indra dan Polly kira-kira begini.
Indra Setiawan: Dulu inget nggak, sebelum kita ke DPR, saya dipanggil? Itu ada Ibu Avi.
Pollycarpus: Oh iya.
Indra Setiawan: Saya pikir dia main….
Pollycarpus: Oh nggak, dia nggak main.
Terpotong oleh percakapan lainnya, dialog itu dilanjutkan.
Indra Setiawan: ”Pada sikon (situasi) kayak gini kok ada yang ngerjain saya. Dibuat-buat, diedarkan BIN ke meja saya. Saya baru inget itu lho.
Pollycarpus: Itu sudah saya sampaikan, insya Allah besok saya ketemu, saya manggil Bu Asmini, ya.
Indra Setiawan: Siapa, siapa, siapa?
Pollycarpus: Ibu Asmini. Kalau tadi sudah per telepon, melalui orang Ditbangko juga.
Indra Setiawan: Siapa dia?
Pollycarpus: Letnan dua Angkatan Laut, itu ajudannya Bu Asmini.
Pembicaraan yang disadap itu, menurut Indra, dilakukan suatu hari menjelang tengah malam, Mei lalu. Ketika itu, ia sudah dua bulan dalam tahanan polisi sebagai tersangka. Sumber Tempo menyatakan, berdasarkan hasil sadapan itu, penyidik memeriksa Polly dan Indra.
Kepada polisi, Polly mengaku Bu Asmini adalah orang Ambon yang tinggal di rumahnya sejak akhir 2003 hingga 2006. Asmini juga disebutnya pernah tinggal di Cibinong, Jawa Barat, dan Kalibata, Jakarta Selatan. ”Ia meninggal pada Agustus 2006,” kata Polly, seperti ditirukan sumber Tempo.
Adapun Bu Avi, menurut Polly kepada penyidik, adalah istri seorang pilot Garuda. ”Ia sering membantu saya bila saya ada kesulitan,” kata Polly seperti dikutip sumber Tempo. Iwan Priyanto, pengacara Polly, membenarkan informasi ini. Penyidik memanggil Avi. Di depan Polly, penyidik meminta konfirmasi perempuan itu. Di situlah Avi menangis dan memprotes pengakuan Polly.
Begitukah? Ternyata Indra memberikan keterangan berbeda. Menurut Indra kepada polisi, ”Bu Asmini” adalah kata sandi untuk M. As’ad, Wakil Kepala BIN. Adapun ”Bu Avi” adalah nama samaran untuk Muchdi Purwoprandjono, Deputi Kepala BIN Urusan Penggalangan saat kematian Munir, 7 September 2004.
Menurut Indra, seperti tertulis dalam berita acara pemeriksaan yang dilampirkan pada memori peninjauan kembali, keduanya juga memakai kata ”Joker” untuk menyebut A.M. Hendropriyono, Kepala BIN, dan ”pramuka” untuk polisi. Sayang, hingga tulisan ini diturunkan, baik Muchdi maupun M. As’ad tak dapat dihubungi Tempo. Adapun Hendropriyono hanya tertawa ketika dimintai penjelasan.
Omongan Polly di telepon itu juga menyerempet sejumlah nama penting, antara lain Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan dan Jaksa Agung Hendarman Supandji, yang disebut Polly sebagai ”orang kita”. Ia juga menjuluki Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ”presidennya LSM-LSM”.
Semua orang yang dituding membantah sebagai orang yang mendukung Polly. Adapun Polly menyatakan bahwa perkataannya itu hanya untuk membesarkan hati Indra Setiawan yang sedang ditahan. ”Itu hanya joke, kepada polisi saya juga berkata begitu,” kata pilot senior Garuda ini.
Pengacara Polly, Wirawan Adnan, menyebutkan bahwa semua perkataan itu hanya bualan kliennya untuk menenangkan Indra. Ia pun menyatakan pembicaraan itu tidak membuktikan apa pun yang berkaitan dengan kematian Munir. ”Justru menunjukkan bahwa baik Polly maupun Indra bukan pembunuh Munir,” ujarnya.
Tapi tampaknya penyidik menemukan banyak keping petunjuk yang menghubungkan pembunuhan Munir dengan orang-orang di BIN. Satu di antaranya kesaksian Raden Muhammad Patma Anwar alias Ucok, yang Rabu lalu juga dihadirkan ke sidang.
Ucok mengaku sebagai agen muda dan direkrut oleh Arie J. Kumaat, dulu Kepala BIN. Ia membeberkan keterkaitan lembaga telik sandi itu dengan perencanaan pembunuhan sang aktivis. Ia juga mengatakan pernah melihat Polly di pelataran parkir kantor BIN di Pejaten Timur, Jakarta Selatan. ”Saya dibonceng motor dan melihat dia dalam jarak lima meter,” tuturnya.
Wirawan Adnan menilai kesaksian Ucok sebagai rekayasa. ”Ia kelihatannya telah diajari sehingga semua pertanyaan penasihat hukum Pollycarpus dijawab dengan tidak tahu,” ujarnya.
Sumber Tempo di kejaksaan menyatakan penuntut memiliki bukti yang kuat yang memastikan Ucok adalah intel. Ucok, misalnya, dipercaya polisi pernah ditangkap aparat karena berada di sekitar lokasi pengeboman di Jakarta, beberapa tahun lalu. Tak lama setelah dia ditangkap, kata sumber itu, seorang petinggi lembaga intelijen menjemputnya.
Bersama berkas memori peninjauan kembali, jaksa melampirkan berita acara pemeriksaan delapan orang. Mereka antara lain Indra, Pollycarpus, Ucok, pemusik Raymond ”Ongen” Latuihamallo, Joseph Ririmase, dan Asrini Utami Putri. Tiga nama terakhir adalah penumpang Garuda 974 yang juga dihadirkan ke sidang.
Dilampirkan pula bukti laporan Eyan Sunaryan, sopir Indra Setiawan, ke Kepolisian Sektor Tanah Abang pada 31 Desember 2004 soal pembobolan mobil BMW milik bosnya di area parkir Hotel Sahid, Jakarta. Saat pembobolan inilah surat dari As’ad raib.
Rabu pekan ini, jaksa akan menghadirkan I Made Agung Gelgel Wirasuta, ahli bidang toksikologi. Ia akan menjelaskan perhitungan waktu reaksi racun arsenik yang membunuh Munir. Dari uji forensik diperkirakan waktu masuk racun ke tubuh sang aktivis adalah di Bandara Changi, Singapura, saat pesawat transit.
Di Coffee Bean, area transit Bandara Changi, itulah Asrini bersaksi melihat Polly, Ongen, dan Munir duduk di satu meja. Ongen pun semula mengaku melihat Polly dan Munir duduk dan minum di situ. Tapi, di pengadilan, ia mencabut keterangan bahwa pria yang duduk bersama Munir adalah Pollycarpus (lihat ”Sepuluh Menit di Coffee Bean”). Polly sendiri mengatakan tidak pernah mampir di Coffee Bean. Ia mengaku langsung menuju bus yang membawa rombongan awak Garuda menuju tempat penginapan, Hotel Novotel Apollo, segera setelah pesawat mendarat.
Untuk mematahkan alibi ini, jaksa mengantongi keterangan staf lokal Garuda di Singapura yang bertugas mengantar-jemput awak maskapai penerbangan pada 2004.
Menurut sumber Tempo, saksi berkewarganegaraan Singapura itu—namanya kita sebut saja Jam Main—bersaksi bahwa Polly adalah orang ke-4 atau ke-5 yang keluar dari pesawat. Ia hampir berbarengan dengan Munir, yang meski bertiket ekonomi bertukar kelas dengan Polly di kelas bisnis.
Beberapa meter dari pintu pesawat, menurut Jam Main, Polly meminta dia mengubah waktu check-out hotel—entah dengan maksud apa. Setelah itu, keduanya berpisah. Baru sekitar 40 menit setelah mendarat di Changi dan pesawat selesai dibersihkan, para awak Garuda 974 menuju bus jemputan. Nah, waktu 40 menit itulah yang dipercaya jaksa dipakai Polly untuk ”nongkrong” di Coffee Bean. Pengacara Polly menyatakan keterangan Jam Main itu tidak ada dalam lampiran memori peninjauan kembali.
Di pengadilan, yang dikawal sangat ketat oleh 400 orang lebih dari Detasemen Khusus 88 Antiteror, Brimob, dan Satuan Tugas Antibom, keping-keping petunjuk tentang pembunuhan Munir mudah-mudahan bisa terangkai. Juga misteri para intel: Joker, Avi, dan Asmini….
Budi Setyarso
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo