HARGA minyak mentah yang sedang meriang, agaknya, mulai diperhatikan para produsen pelanggar kuota OPEC. Ancaman Arab Saudi yang akan menggenjot produksinya bila kaum pelanggar jatah OPEC itu pura-pura tuli, dan peringatan Sekjen OPEC Subroto bahwa harga bisa terperosok sampai US$ 5 sebarel kalau pasaran dibanjiri minyak OPEC sampai di atas 20 juta barel sehari, tampaknya menggugah mereka. Irak kabarnya bersiap-siap memasuki sistem kuota OPEC yang ditinggalkannya sejak Desember 1986. Lalu Arab Saudi menyatakan mau kembali ke kuotanya, asal para pelanggar kuota lainnya kembali patuh. Dan terakhir Iran menyatakan niat serupa. Hari minggu pekan lalu, Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) bertemu. Mereka membahas pencegahan pelanggaran kuota di kalangan OPEC. Suatu hal yang sudah beberapa kali dilakukan OPEC, tapi tanpa banyak hasil. Namun, kali ini, pertemuan yang dihadiri Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Oman, dan Bahrain bersepakat untuk menaati kuota masing-masing. Kuota OPEC, yang disetujui pada Desember 1986, adalah 15,06 juta barel sehari (di luar Irak), diusulkan GCC supaya dinaikkan menjadi 17.429.000 barel untuk ke-13 anggotanya, termasuk Irak. Artinya, masih lebih rendah dari perkiraan permintaan minyak OPEC tahun depan yang 19 juta barel sehari. Dampak pengumuman GCC pun kontan menyengat. Harga minyak Laut Utara di pasaran London Senin pekan ini mendadak menanjak lagi sampai US$ 13,96 sebarel di pasaran future (untuk penyerahan Desember). Padahal, pada 5 Oktober masih US$ 11,35. Besar kemungkinan usulan kuota GCC tersebut akan dibicarakan pada pertemuan gabungan Komisi Harga dan Komisi Strategi Jangka Panjang OPEC (Aljazair, Arab Saudi, Indonesia, Iran, Irak, Kuwait, Nigeria dan Venezuela), yang akan berlangsung di Kedubes Aljazair di Madrid, Spanyol, mulai 20 Oktober ini. Dua hari sebelum pertemuan GCC berlangsung, Menteri Perminyakan Arab Saudi Hisham Nazer bercakap-cakap lewat telepon dengan Menteri Pertambangan dan Energi RI Ginandjar Kartasasmita. Ginandjar, yang pada 25-26 September lalu menjadi tuan rumah pertemuan Komisi Harga OPEC di Madrid, sempat menerima TEMPO Sabtu pekan lalu di kantornya, untuk suatu wawancara khusus. Beberapa petikan: Harga minyak belakangan ini "panas dingin" terutama karena produksi yang berlebih. Mengapa demikian? Ada banyak faktor yang menyebabkan harga minyak turun. Tapi yang paling menonjol adalah produksi OPEC melebihi kebutuhan dunia. Pokok persoalannya adalah siapa yang melanggar kuota. Mula-mula Irak yang meproduksi 2,7 juta barel. Lalu Uni Emirat Arab 1,5 juta barel, kemudian Kuwait 1,9 juta barel. Maka, kelebihan produksi terjadi, dan harga cepat turun. Lantas Arab Saudi, yang berusaha patuh, merasa dirugikan, dan menyatakan tak terikat lagi dengan kuota. Arab Saudi bukanlah penyebab turunnya harga. Ia hanya penyebab makin memburuknya keadaan. Di samping itu juga pengaruh dari future trading. Para future traders ini hanya bisa mengambil keuntungan kalau ada fluktuasi harga di pasar. Mereka bekerja sama dengan para analis perminyakan yang membuat macam-macam analisa pasar. Pertautan antara future traders dan analis perminyakan inilah yang mengacaukan pasar. Ketua OPEC Rilwanu Lukman menyatakan bahwa yang lebih penting ditata kembali adalah produksi daripada harga. Pendapat Anda? Saya kira maksudnya begini. OPEC mempunyai harga patokan US$ 18. Tapi negara-negara OPEC sudah memberikan diskon-diskon. Ini tak terhindarkan. Maka daripada ribut-ribut mengurusi diskon, lebih baik mengendalikan produksi. Itu pendapat Lukman. Kita memahami dan sependapat dengan pandangan itu. Hanya kita menyatakan bahwa titik tolaknya harus tetap harga: berapa harga minyak yang kita inginkan dijadikan sasaran. Kalau kita sudah menetapkan harga minyak yang menjadi sasaran, maka produksinya kita sesuaikan supaya harga itu tercapai. Pendapat Indonesia, harga patokan US$ 18 wajar dan adil dilihat dari sisi produsen, konsumen, maupun kontraktor. Apakah itu bisa tercapai? Mungkin tidak tercapai segera, karena keadaan sekarang sudah hampir porakporanda. Bagaimana kebijaksanaan harga ini harus diambil OPEC? Tetap harga patokan seperti sekarang, ataukah harga yang tergantung pasar, atau di antaranya? Menurut saya, kok kedua-duanya. Kalau kita menentukan harga, ternyata tidak bisa dengan harga OPEC. Harga patokan OPEC US$ 18, nyatanya di pasar hanya US$ 11. Maka, OPEC dalam menentukan harga harus memperhatikan pasar. Hal-hal yang mempengaruhi pasar adalah produksi, konsumsi, dan stok. Kalau harga OPEC tak mencerminkan harga pasar, maka terjadilah distorsi-distorsi seperti sekarang. Bagaimana caranya? OPEC bisa membuat harga itu dengan mengendalikan produksi. Irak dan Arab Saudi mau kembali ke kuota. Iran ingin bekerja sama dengan negara-negara Teluk. Dan ada pertemuan GCC. Bukankah ini semua pertanda yang baik? Suasananya sekarang memberikan harapan bahwa akan tercapai kesepakatan. Tentunya kesepakatan itu tidak bisa dicapai hanya dalam satu pertemuan. Karena begitu banyak kepentingan. Mengenai GCC, saya kemarin mendapat telepon dari menteri perminyakan Arab Saudi Hisham Nazer. Hisham mengatakan kepada Uni Emirat Arab supaya tidak melanjutkan kelebihan produksi itu. Sebab, UEA tak akan memperoleh keuntungan apa pun karena Arab Saudi akan memproduksi lebih besar kalau UEA tak menurut. Kelihatannya bola sedang menggelinding ke arah yang baik. Kami dengar pertemuan di Madrid 20 Oktober ini akan lebih penting daripada sidang OPEC 21 November mendatang? Bukan berarti pertemuan ini lebih penting daripada sidang OPEC mendatang. Pertemuan ini sangat penting untuk mempersiapkan sidang OPEC di Wina. Kalau pertemuan gabungan ini tidak berhasil, sidang di Wina bisa sulit, dan dampaknya terhadap pasar akan berat. Oleh karena itu komisi-komisi inilah yang mempersiapkannya. Yang akan dibicarakan meliputi produksi, harga, dan definisi kuota dan kondensat. Minyak ringan light crudes yang di banyak negara dimasukkan kuota, oleh Venezuela dikategorikan sebagai kondensat. Dan itu di luar kuota. Soal kuota sendiri belum jelas benar: apakah itu maksudnya produksi ataukah suplai ke pasar internasional. Banyak masalahnya. Bachtiar Abdullah (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini