Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUTUH voorrijder—kendaraan pembuka jalan dengan sirene yang meraung-raung—untuk pernikahan? ”Bisa,” kata polisi yang sedang berjaga di sebuah pos di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, itu. Tarifnya? ”Belum tahu, saya tanya atasan dulu.” Dari ruang tunggu terdengar dia berbincang dengan rekannya. Lima menit kemudian keduanya keluar, menemui Tempo, Kamis malam pekan lalu itu. ”Atasan yang tahu, nanti saya hubungi dulu,” kata seorang di antaranya.
Mengenai tarif, itu memang tergantung jenis pengawalan, apakah menggunakan satu atau dua sepeda motor, satu mobil, atau satu paket voorrijder, yakni dua motor dan satu mobil. Jenis paket tentu lebih mahal tarifnya, tapi paling disarankan, agar perjalanan aman dan lancar. Persyaratan lain tidaklah ribet: cukup datang esok harinya ke tempat yang sama, bertemu dengan komandan jaga.
Mendapatkan voorrijder ternyata tidaklah sulit. Tak perlu jadi pejabat. Langsung saja ke pos polisi. Bahkan bisa lewat telepon. Seperti yang dialami Tempo, Rabu malam pekan lalu. Seorang kepala regu polisi yang sedang bertugas di kawasan Jagorawi, Bogor, Jawa Barat, setuju menyewakan voorrijder tanpa persyaratan apa pun, kecuali kesepakatan tarif.
Untuk pengawalan dari Gadok ke perkebunan teh Gunung Mas, Bogor, misalnya, tarifnya hanya Rp 1 juta. Jika bolak-balik, tarifnya jadi Rp 1,5 juta. Tarif ini ternyata tidak berbeda jauh dengan di Jakarta. Seorang polisi di Jakarta menyebutkan tarif sewa dua motor voorrijder Rp 1,5 juta.
Tarif yang sama disampaikan mantan Ketua Motor Tiger Club, Firman. Empat bulan lalu, kata dia, Motor Tiger Club menyewa satu paket voorrijder untuk konvoi mereka yang sedang merayakan pernikahan salah seorang anggotanya. Dari Pos Pengumben, Jakarta Selatan, menuju Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur, mereka membayar Rp 1 juta.
Motor Tiger Club merupakan salah satu kelompok yang sering menyewa voorrijder untuk konvoi. Mereka biasanya menyewa dua motor dengan tarif Rp 400 ribu. ”Kami langsung berhubungan dengan personelnya, bukan institusi, sehingga lebih murah,” kata Firman, yang biasanya mencari polisi voorrijder di sekitar Senayan, Jakarta Pusat.
Kemudahan menyewa voorrijder sudah tentu membuat kalangan berduit Jakarta tergiur. Karena itu, tak aneh jika pada jam-jam macet, mendadak muncul voorrijder dengan kendaraan yang meraung-raung sambil sodok sana-sini, meski yang dikawal bukan pejabat. Rupanya, gejala ini sampai menarik perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Maka, ketika menerima Tim Nasional Evaluasi Keamanan dan Keselamatan Transportasi, Kamis dua pekan lalu, Presiden memerintahkan Departemen Perhubungan menertibkan voorrijder untuk kepentingan tak jelas itu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, pengawalan voorrijder memang tidak bisa dilakukan sembarangan.
Voorrijder hanya untuk kendaraan kepala negara, tamu negara, pemadam kebakaran, ambulans, kendaraan pertolongan pada kecelakaan, pengantar jenazah, konvoi pawai, kendaraan orang cacat, dan pengangkut barang khusus. Kepala Satuan Polisi Lalu Lintas Polres Bogor, Jawa Barat, Ajun Komisaris Didi Hayansyah, membantah polisi bisa menyewakan voorrijder untuk kepentingan pribadi. ”Tidak ada sewa-menyewa, itu dilarang,” katanya. ”Kalau ketahuan, pasti kami tindak.”
Sunariah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo