Satu antisipasi agar tak jadi masalah di Tahun Kunjungan Indonesia: Dirjen Pariwisata meminta MUI mengeluarkan fatwa tentang orang bukan Islam masuk masjid. TIGA orang turis dari Inggris terheran-heran ketika mendengar cerita pemandu wisatanya tentang Masjid Demak, Jawa Tengah. Guide itu bercerita bahwa masjid yang pertama di Pulau Jawa itu dibangun oleh delapan wali, sekitar lima ratus tahun lalu, hanya dalam waktu semalam. Adegan di pekan lalu itu tak berlangsung di halaman masjid, tapi di dalam, di tempat salat. Dan hal seperti itu sudah sering berlangsung di masjid yang bersejarah ini. Legenda tentang dibangunnya masjid itu tentu tak cukup menarik bila dikisahkan tanpa para turis melihat-lihat tiang masjid dan relief yang tertempel di tempat imam berdiri. Dari dalam masjid, cerita itu akan makin terasa fantastisnya. Hal serupa juga berlangsung di Masjid Raya Medan. Masjid yang didirikan pada 1906 itu memang tak selegendaris Masjid Demak, tapi juga tergolong bangunan kuno yang interiornya pun mengundang keingintahuan turis asing. Tapi tak semua masjid yang bersejarah di Indonesia boleh dimasuki turis yang bukan beragama Islam. Masjid Menara Kudus, di Jawa Tengah, misalnya. Pada masjid yang bentuk menaranya mirip atap candi-candi di Jawa Timur itu, turis non-Islam hanya dibolehkan melihat menara masjid dan makam Sunan Kudus, salah seorang Wali Songo, yang terletak di luar bangunan masjid. "Mereka kami larang masuk masjid, karena itu tempat peribadatan orang Islam," kata Najib, ketua yayasan masjid tersebut. Perbedaan sikap terhadap turis masuk masjid ini memang tak sampai jadi masalah. Belum terdengar turis Amerika protes, misalnya, karena tak boleh masuk Masjid Kudus. Tapi apakah larangan itu bisa dipahami oleh semua turis nantinya -- terutama dalam Tahun Kunjungan Indonesia kini -- tak seorang pun berani menjawah. Untuk mengantisipasi masalah yang mungkin muncul itulah, beberapa waktu lalu Direktur Jenderal Pariwisata Joop Ave melayangkan surat pada Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Dalam surat itu, tampaknya Joop Ave mengharapkan fatwa yang menjelaskan boleh tidaknya turis yang bukan muslim masuk ke dalam masjid. Soalnya, pihak Direktorat Jenderal menduga, dalam Festival Masjid Istiqlal yang akan diadakan November nanti akan banyak turis bukan muslim yang datang karena ingin melihat-lihat masjid di Indonesia. Sampai pekan lalu belum ada jawaban. Pihak Majelis Ulama, harap dimaklumi belum mencapai kata sepakat untuk masalah yang mungkin oleh sebagian pihak dianggap bukan masalah pokok. Pada Sabtu dua pekan lalu, umpamanya, Profesor Ibrahim Hosen, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, dan enam orang anggota komisi membicarakannya di Masjid Istiqlal, Jakarta. Pembicaraan belum mencapai kata putus. Memang, dalam dunia Islam selama ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam soal ini, karena para imam besar yang empat itu pun tak seia-sekata. Imam Maliki, kata Ibrahim Hosen, melarang orang kafir masuk masjid. Sedangkan Imam Hanafi dan Syafi'i membolehkan orang kafir memasuki masjid, kecuali Masjidil Haram di Mekah. Bagi yang melarang, umumnya mereka menganalogikan orang yang bukan muslim bak muslim yang terkena hadas kecil. Orang seperti itu, kata Ibrahim Hosen pula, menurut hukum agama dianggap tak suci sehingga tak boleh salat, tak boleh memegang Quran, kecuali sudah berwudu. Bagi yang membolehkan nonmuslim masuk masjid, karena dalam Quran dan hadis larangan itu memang tak disebutkan. Bahkan kata A.R. Fakhruddin, pada zaman Nabi dulu, Rasulullah pernah menawari seorang pastor yang sedang bertamu di rumah beliau untuk melakukan ibadahnya di masjid. Meski pastor itu menolak, "Ini berarti Rasulullah tidak melarang orang yang bukan muslim masuk masjid," kata bekas Ketua Umum Muhammadiyah itu. Banyak ulama yang sependapat dengan A.R. Fakhruddin. Di antaranya Abdullah Aziz Usman dan Hamdan Abbas, masing-masing Ketua MUI Medan dan Sumatera Utara. Kata Abdullah Aziz, 62 tahun, pada Munawar Chalil dari TEMPO, turis asing masuk ke Masjid Raya Medan sudah berlangsung pada zaman Belanda. Bagi Hamdan Abbas, 70 tahun, sah-sah saja orang nonmuslim masuk masjid. Dulu, katanya, Nabi saja menerima kaum Yahudi di masjid. Benar. Dan siapa tahu mereka yang bukan Islam lalu berniat menjadi muslim, setelah terpesona oleh sebuah masjid. Memang pada zaman itu, seperti dalam tesis Drs. Sidi Gazalba, masjid itu tidak hanya berfungsi sebagai pusat ibadah, tapi juga pusat kebudayaan. Dalam buku Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaannya, pengarang Islam Indonesia terkemuka ini menekankan, tindakan Nabi yang pertama sesampai di Jathrib (Madinah), di hari pertama sesudah hijrah, adalah membangun masjid. Lalu, Nabi mendirikan Masjid Nabawi yang terkenal itu. Di masjid itulah Nabi mengumumkan hal-hal penting yang menyangkut hidup masyarakat muslim dan menerima tamu asingnya. Setelah mengkaji kasus-kasus dalam sejarah Islam, dan mendengarkan berbagai pendapat, akhirnya Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, yang diketuai oleh Ibrahim Hosen, 74 tahun, membolehkan orang bukan muslim masuk ke masjid. Ada syaratnya, tentu, yakni menutup aurat bila wanita tidak dalam keadaan haid dan tidak sampai masuk ke ruang utama masjid. Tapi Komisi Fatwa belum bisa memasyarakatkan fatwa itu sebelum ada persetujuan dari Dewan Pimpinan Majelis Ulama. Jadi, Pak Joop harap sabar. Julizar Kasiri, Wahyu Muryadi (Jakarta), dan Bandelan Amarudin (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini