Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Berita Tempo Plus

Apak Beras setelah Kocar-kacir

Anak-anak yang diasuh Bruder Angelo sempat tercerai-berai. Sebagian korban masih menderita trauma.

22 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Darius Rebong memperlihatkan kondisi Panti Asuhan Fransiskus Asisi di Depok, Jawa Barat, 19 Agustus 2020. TEMPO/Raymundus Rikang
Perbesar
Darius Rebong memperlihatkan kondisi Panti Asuhan Fransiskus Asisi di Depok, Jawa Barat, 19 Agustus 2020. TEMPO/Raymundus Rikang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Anak-anak di panti asuhan yang dikelola Bruder Angelo terusir dan dipindahkan ke dua panti lain.

  • Ada 46 anak yang kini menempati rumah berukuran dua lapangan voli.

  • Komunikasi pengelola panti baru dan Keuskupan Bogor tak berjalan harmonis.

PULUHAN anak laki-laki meriung di ruang tamu rumah Darius Moa Rebong di Jalan Kamboja, Depok, pada Rabu, 19 Agustus lalu, menjelang magrib. Seorang di antaranya membagikan buku fotokopian. Anak lain memperingatkan mereka yang masih kasak-kusuk agar tenang. Bersama-sama, mereka kemudian mendaraskan ibadat penutup hari atau completorium.

Rumah Darius kini menjadi tempat penampungan anak-anak eks penghuni Panti Asuhan Kencana Bejana Rohani yang dipimpin Lukas Lucky Ngalngola alias Bruder Angelo, rohaniwan Katolik dari ordo Blessed Sacrament Missionaries of Charity, yang bermarkas di Filipina. Sebelumnya, sekitar 70 anak tinggal di panti di Perumahan Mutiara Depok, Jawa Barat, itu. “Kini tersisa 46 anak,” kata Darius kepada Tempo, Kamis, 20 Agustus lalu.

Tak ada papan petunjuk yang menandai rumah berluas dua kali lapangan voli itu sebagai panti. Bagian depan rumah digunakan Darius dan keluarganya. Ruang tamu dan teras acap dipakai sebagai tempat makan dan ibadat bersama. Menurut Darius, di ruang tamu kerap digelar kasur lipat sebagai alas tidur mereka yang masih bocah.

Mereka yang menginjak remaja menempati kamar di bagian belakang. Ranjang-ranjang bersusun ditempatkan menempel dengan tembok, dengan sedikit celah di antaranya. Hanya ada satu kipas angin di sana. Ruang itu juga digunakan untuk menyimpan lemari pendingin dan bahan pangan, seperti beras. Ada juga dipan-dipan yang ditempatkan di “kamar” darurat, tak berpintu dan berlantai tanah. “Sebagian atapnya bahkan bocor,” ujar Darius.

Sejumlah anak yang ditemui Tempo bercerita bahwa kegiatan di panti ini dimulai pada pukul enam pagi. Pada masa pandemi corona, mereka belajar secara online. Setelah itu, mereka mengerjakan kewajiban masing-masing, seperti mencuci piring, mencuci baju, dan membersihkan rumah. Menjelang sore, ada kegiatan doa bersama. Setelah itu, mereka biasanya berolahraga di luar rumah. Pada malam hari, mereka berdoa bersama dan mengerjakan tugas sekolah.

Rumah Darius digunakan sebagai tempat penampungan setelah Bruder Angelo ditangkap pada 14 September 2019. Seorang pengurus panti, Tarsisius Usnaat, bercerita bahwa penduduk di sekitar panti itu meminta rumah kontrakan yang disewa Angelo segera dikosongkan. “Harus dikosongkan hari itu juga,” katanya. Pengelola panti kelimpungan mencari tempat baru untuk sekitar 70 anak.

Uskup Bogor, Paskalis Bruno Syukur, berinisiatif memindahkan mereka ke Panti Asuhan Griya Asih di Cempaka Putih, Jakarta Timur, dan Panti Asuhan Santo Yusup Sindanglaya, Cipanas, Jawa Barat, dua hari setelah Angelo ditangkap. Ada juga anak yang kembali ke rumah keluarganya. Namun, di dua panti asuhan itu, anak-anak yang bersekolah di Depok, di sekitar rumah yang dikelola Angelo, sulit ke sekolah. Padahal mereka sedang menjalani ujian tengah semester.

Ketua Komisi Pelayanan Hukum Keuskupan Bogor Agus Setyo Purwoko lalu menghubungi Darius. Agus, kata Darius, menceritakan nasib anak-anak itu dan meminta bantuannya. “Om, minta tolong dicarikan tempat kosong karena keuskupan mau mengontrak rumah untuk anak-anak ini,” ujar Darius menirukan permintaan Agus.

Darius lalu menawarkan bagian belakang rumahnya. Keuskupan setuju mengontrak rumah tersebut untuk durasi setahun. Setelah kontrak disepakati, istri Tarsisius Usnaat, yang akrab disapa Mama Michel, memboyong empat anak pertama ke rumah itu. Secara bergelombang anak-anak ini mulai boyongan ke Jalan Kamboja. Pada 30 September 2019, sebanyak 23 anak dari Panti Asuhan Santo Yusup Sindanglaya bergabung. Setelah itu, anak-anak eks asuhan Angelo yang berada di Panti Asuhan Griya Asih berbondong-bondong ke rumah Darius.

Untuk memastikan keberlangsungan hidup dan sekolah anak-anak ini, Darius menemui Uskup Paskalis Bruno Syukur pada 26 November 2019. Dalam pertemuan itu, hadir juga Agus Setyo Purwoko dan Direktur Panti Asuhan Santo Yusup, Pater Haryo. Paskalis Bruno menanyakan perkembangan anak-anak yang ditampung di rumah Darius. Menurut Darius, Uskup Bogor mempersilakan dia menangani anak-anak ini. “Gereja mendorong awam (masyarakat biasa) untuk berkarya di bidang sosial,” kata Darius menirukan ucapan Uskup.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Wayan Agus Purnomo

Meliput isu politik sejak 2011 dan sebelumnya bertugas sebagai koresponden Tempo di Bali. Menerima beasiswa Chevening 2018 untuk menyelesaikan program magister di University of Glasgow jurusan komunikasi politik. Peraih penghargaan Adinegoro 2015 untuk artikel "Politik Itu Asyik".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus