Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Musim Semi Hajatan Virtual

Penyedia jasa penyelenggaraan acara virtual bermunculan. Ceruk bisnis potensial di masa pandemi.

22 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana ruang kontrol Vidio.com saat melakukan siaran langsung di kantornya di Jakarta, Mei 2020. /Foto-foto: Dok. Vidio

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Penyedia video on demand mulai menggarap pasar layanan virtual event.

  • Persaingan datang dari perusahaan penyelenggara acara yang membangun sistem serupa.

SEDIKITNYA tujuh pertemuan belakangan ini dilahap Dennis Alexander Sihombing saban hari. Kesibukan Dennis, Content Operation Manager PT Vidio Dot Com, bertambah. Di tengah era bekerja di rumah, pria 42 tahun ini kerap harus ke kantor untuk memastikan siaran langsung (live streaming) berskala besar di Vidio, layanan video on demand berbasis situs web dan aplikasi yang dikembangkan perusahaannya, berjalan lancar. “Sebelum pandemi enggak sebanyak ini,” kata Dennis, Kamis, 20 Agustus lalu.

Pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi Vidio, yang beroperasi sejak 2018 sebagai bagian dari kelompok usaha PT Surya Citra Media Tbk. Pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran virus mengubah perilaku konsumen. Begitu pula model pemasaran banyak perusahaan, yang kini beralih ke layanan digital.

Sebelum pandemi, Vidio lebih banyak berisi konten film dan siaran langsung olahraga. Namun sekarang manajemen Vidio dibanjiri permintaan untuk menggelar event virtual. “Bisa dibilang permintaannya melonjak lebih dari 100 persen,” tutur Adhi Maulana Mauludi, General Manager Content Operation Vidio.

Isi acara live streaming itu beragam, dari promosi yang dikemas dalam acara bincang-bincang, seminar, hingga konferensi pers jarak jauh. "Ini lebih murah ketimbang acara off-air," ujar Adhi.

Digabungkan dengan produk harian yang rutin diproduksi, Vidio bisa menggarap 27 proyek event dalam sepekan. Kebanyakan permintaan penyelenggaraan acara datang dari perusahaan sektor makanan dan minuman (food and beverages) serta telekomunikasi. Adhi mengklaim satu siaran langsung bisa menarik sedikitnya 4.000-5.000 akun penonton. Jumlahnya bisa meningkat lebih dari tiga kali lipat pada acara hiburan. "Itu existing real-time, sementara kalau menggelar acara offline pasti jauh dari itu," katanya.

Jangkauan penonton yang luas, layanan konsep kreatif, model tayangan, juga beragam skema promo menjadi nilai jual Vidio kepada para klien. Ceruk bisnis penyelenggaraan acara secara virtual dianggap potensial meski banyak layanan media sosial yang menyediakannya gratis, seperti YouTube, Facebook, dan Instagram. Vidio kini menyiapkan layanan baru berupa konser virtual berbayar. "Infrastruktur sudah ada, tinggal memperbaiki beberapa sistem," tutur Adhi.

Potensi yang sama dilihat PT Pison TicketTech. KiosTix, nama beken perusahaan penyedia layanan manajemen ticket event itu, mengembangkan platform acara virtual KiosLive yang akan berfokus menggarap pasar acara hiburan. Sejumlah konten mereka sediakan, seperti pergelaran musik, webinar, sinema, dan virtual party. Baru beroperasi pada April lalu, KiosLive sudah menggelar sekitar 150 acara virtual baik gratis maupun berbayar. Tentu saja penjualan tiketnya digarap KiosTix.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suasana ruang kontrol Vidio.com saat melakukan siaran langsung di kantornya di Jakarta, Mei 2020./Foto-foto: Dok. Vidio

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah program tayangan berbayar yang disajikan KiosLive dibanderol dengan harga beragam, sesuai dengan jenis dan isi acara. Tiket konser musik, misalnya, dihargai Rp 35-300 ribu. Adapun acara virtual party—dikemas dengan paket makanan, minuman, hingga merchandise yang dikirim ke rumah—bisa diakses dengan harga sekitar Rp 500 ribu.

Creative Manager KiosTix Caesario Ibrahim mengatakan 150 virtual event yang digarap dalam lima bulan terakhir belum ideal untuk keberlanjutan perusahaan. "Tapi kami lihat ada peningkatan karena makin banyak event yang sukses,” ucap Caesario, Rabu, 19 Agustus lalu. “Banyak yang mulai melek dengan platform seperti ini."

Menyajikan acara lewat layanan virtual yang telah banyak muncul punya risiko tersendiri. Itu sebabnya event organizer PT Visicita Imaji Semesta atau Visicomm memilih merogoh kocek untuk membangun sistem sendiri ketika akan menggelar Flavs, festival musik hip-hop dan RnB, pada 15-16 Agustus lalu.

Muhammad Riza, Presiden Director Visicita, beralasan konsep festival musik yang diusung Flavs membutuhkan sistem yang sesuai agar layanan audio-visual bisa diakses secara interaktif oleh penonton. "Hal itu enggak ada di platform yang selama ini dipakai banyak acara online, seperti YouTube, IG Live," tutur Riza, Selasa, 18 Agustus lalu.

Sebagai festival perdana, penyelenggaraan Flavs memang tak menguntungkan. Biaya yang dikeluarkan menembus Rp 8,5 miliar. Namun pemasukan tak lebih dari Rp 1 miliar dari hasil penjualan 6.000 tiket yang dihargai Rp 99 ribu per tiket.

Toh, menurut Riza, sistem untuk Flavs menjadi bagian dari investasi perusahaannya. Selain bisa dipakai untuk penyelenggaraan konser-konser berikutnya, sistem ini kelak dapat disewakan apabila ada penyelenggara acara musik lain yang berminat. Riza optimistis pergelaran konser berikutnya bakal mendulang untung seiring dengan makin banyaknya konsumen dan sponsor yang mengenal layanan acara virtual.

PT Syakira Ghyna Rajawali Indonesia Communication, perusahaan penyedia layanan strategi komunikasi dan pergelaran acara, lebih beruntung. Januari lalu, sebelum pandemi merebak, Rajawali Communication bekerja sama dengan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk untuk mengembangkan i-Konser, kanal konser musik di IndiHome. Masyarakat non-pelanggan IndiHome bisa mengakses kanal ini lewat layanan pay-per-view seharga Rp 15 ribu.

Menurut Anas Syahrul, CEO PT Syakira Ghyna Rajawali Indonesia Communication, adanya strategi menyediakan layanan konser secara virtual tak hanya disebabkan oleh pandemi, tapi juga bertujuan melebarkan jangkauan penonton sekaligus memberikan harga lebih ekonomis. "Selama ini banyak penggemar tak bisa melihat konser langsung lantaran masalah geografis, harga tiket yang mahal, belum lagi ongkos akomodasi lain," ujar Anas.

Dalam waktu dekat, Rajawali akan menyiapkan hajatan rutin Prambanan Jazz yang tahun ini mau tidak mau kudu dikemas berbeda. Acara yang rencananya digelar Juli lalu ini akhirnya digeser ke akhir Oktober nanti. Rajawali berencana menggunakan konsep konser hybrid alias bisa diakses langsung di lokasi acara sekaligus lewat live streaming. "Sampai sejauh ini masih melakukan approach pihak gugus tugas untuk mendapat surat rekomendasi," ucap Anas.

AISHA SHAIDRA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus