Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GEDE Pasek Suardika rupanya tak begitu berminat menikmati libur Natal dan tahun barunya kemarin. Lewat grup percakapan WhatsApp, anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Bali itu, di hari libur tersebut, justru sibuk mengajak kawan-kawannya di Senayan tetap satu suara: menolak revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau MD3 yang disahkan lewat Rapat Paripurna DPR pada 5 Desember lalu. Pasek yakin, gerilyanya via online berhasil.
Menurut Pasek, dari hasil percakapan antarsenator selama reses kemarin, sejumlah opsi penolakan atas revisi undang-undang ini dihasilkan. Mereka juga sepakat segera "bergerak" begitu masa reses berakhir, pekan ini. "Yang jelas, kami tak akan tinggal diam," kata Pasek kepada Tempo, Selasa tiga pekan lalu.
Terpilih sebagai ketua panitia penyusunan Undang-Undang DPD sejak November 2014, Pasek diberi mandat memperjuangkan kewenangan lembaga negara itu sejak draf revisi UU MD3 itu dibahas dalam Badan Legislasi DPR. Ada 13 pasal perubahan yang diusulkan tim yang dipimpin Pasek, yakni menyangkut otonomi daerah, perimbangan kekuasaan pusat dan daerah, penggabungan dan pemekaran daerah—termasuk keterlibatan DPD dalam mengajukan—dan membahas rancangan undang-undang yang terkait dengan daerah.
Semua kewenangan itu sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2013, ketika Irman Gusman, Ketua DPD waktu itu, mengajukan permohonan uji materi atas UU MD3 yang lama, Nomor 27 Tahun 2009. Dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa DPD bisa mengajukan RUU dan tidak boleh dibedakan dengan wewenang presiden dan DPR.
Diundang dan ikut dalam pembahasan di tingkat panitia khusus, upaya Pasek dan tiga anggota kerja DPD, yaitu John Pieris, Ahmad Muqowwam, dan Intsiawati Ayus, kandas. Pansus menganulir 13 usulan DPD dengan alasan keberadaan Pasek dan tiga koleganya dalam rapat itu tak diterima semua anggota. Oleh mayoritas politikus DPR yang hadir dalam rapat itu, para senator tersebut dianggap tak punya kewenangan lantaran revisi yang dibahas hanya berkaitan dengan urusan DPR. Mereka juga berdalih sudah ada kesepakatan bahwa revisi hanya untuk pasal yang berkaitan dengan nota perdamaian kubu pendukung Joko Widodo dan kubu pendukung Prabowo Subianto.
Saat itu Pasek berkeras punya hak untuk ikut membahas lantaran revisi berkaitan dengan DPD dan DPRD. Kehadiran mereka dalam rapat pansus itu juga sah lantaran mendapat undangan resmi. Menurut Pasek, revisi tak bisa dilakukan hanya karena mengakomodasi keinginan koalisi. "Dalam undang-undang tak ada istilah koalisi, pembahasan revisi jelas melanggar," ujar Pasek.
Puncak perdebatan itu, Pasek dan tiga anggota tim kerja yang menghadiri rapat pansus akhirnya hengkang. Mereka angkat kaki dari ruang sidang yang dipimpin Saan Mustopa dari Fraksi Partai Demokrat dan Arif Wibowo dari PDIP yang juga dihadiri Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly. "Mereka seharusnya tak bersikap konfrontatif," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengomentari langkah yang diambil Pasek. Menurut Fahri, apa yang dilakukan Pasek dan timnya itu berlebihan.
Menurut Fahri, sikap keras Pasek justru melemahkah posisi DPD. Padahal sejak awal, kata dia, DPR sudah berniat memberi kewenangan dalam menyusun undang-undang, termasuk ruang menjalankan fungsi pengawasan dan penganggaran. "Bentuknya akan kami rumuskan," ujar Fahri.
Kewenangan yang disebut Fahri itu sebenarnya adalah "janji" yang mesti dibayar kubu Prabowo, ketika sebagian suara DPD ikut menyokong paket pimpinan MPR yang diusung kubu pro-Prabowo. Mereka saat itu memilih membelot dari komitmen memenangkan Oesman Sapta sebagai Ketua MPR—yang merupakan paket pimpinan kubu pro-Jokowi—dan memilih menyokong Zulkifli Hasan. Peralihan suara itu membuat Oesman Sapta hanya meraih 330 suara. Adapun Zulkifli 347.
Ternyata, dua bulan setelah "hiruk-pikuk" pemilihan selesai, janji peran yang diberikan untuk DPD tak terealisasi. Karena itu, menurut Bambang Sadono, anggota DPD asal Jawa Tengah, mereka akan mengajukan usul revisi UU MD3 pada DPR dalam masa sidang kedua yang dimulai pekan ini. "Kami menyiapkan alternatif mengajukan beleid sendiri," kata Bambang. Beleid yang dimaksud tak lain rancangan undang-undang khusus DPD yang disiapkan sejak 2009-2014. Di situ diatur fungsi dan kewenangan senator lebih rinci. "Supaya tak perlu lagi ribut dengan revisi UU MD3," ujar Bambang.
Wakil Ketua DPD Faroukh Muhammad mengaku pihaknya sudah bersiap melobi pimpinan DPR sebagai jalan tengah. Namun, kata Faroukh, jika rencana ini gagal, DPD bakal mengajukan uji formal terkait dengan mekanisme pembuatan undang-undang. "Kami melihat revisi UU MD3 yang sudah diketuk DPR cacat prosedur," kata Faroukh.
Ira Guslina Sufa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo