Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Nostalgia 1927, Atau Apa

Beberapa tokoh pni membentuk lembaga masyarakat (LMKBM) untuk menghimpun massa marhaen serta membangkitkan kesadaran nasional berlandaskan marhaenisme.

30 Agustus 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEMBAGA baru itu lahir tepat pada hari kemerdekaan. Minggu 17 Agustus lalu belasan bekas pemimpin dan tokoh PNI (Partai Nasional Indonesia) berkumpul di rumah Iskaq Tjokrohadisurjo di Jalan Diponegoro, Jakarta. Pemrakarsa pertemuan--disamping tuan rumah, adalah Soenario (78 tahun) dan Budhyarto Martoatmodjo (82 tahun). Tiga tokoh yang lebih tua dari tokoh RRC Deng Xiao-ping ini adalah yang masih hidup dari para pendiri PNI, di samping Bung Karno pada 1927. Hasil pertemuan tertutup itu berdirinya Lembaga Musyawarah Keluarga Besar Marhaenis (LMKBM). Tujuannya 'Untuk menghimpun segenap warga Marhaen guna meningkatkan serta membangkitkan kesadaran nasional berlandaskan ajaran-ajaran Marhaenisme," kata Iskaq (84 tahun). Kesadaran nasional ini digairahkan untuk ikut serta dan mensukseskan pembangunan nasional. Para pemrakarsa, menurut Iskaq, prihatin melihat warga Marhaenis yang tercerai berai. Mereka pun berharap LMKBM akan dapat menghimpun mereka dalam satu wadah. "Tentu saja berlandaskan Marhaenisme ajaran Bung Karno," ujar Iskaq. Lembaga yang akan berbentulc yayasan ini kata Iska "tidak akan mengganggu siapa saja dan akan membantu pemerintah melaksanakan pembngunan nasional." Bekas Mentri Perekonomian pada tahun 1950-an ini menegaskan MKBM bukan suatu organisasi politik. Karena itu dalam kepengurusan organisasi ini tidak akan ada komisi politik. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga LMKBM belum disusun. Ketiga pendirinya telah menunjuk Manai Sophian, Hardi dan Soemali Prawiro Soedirdjo--ketiganya bekas pimpinan PNI -- untuk mengambil langkah-langkah lanjutan "Mereka ditugaskan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk melaksanakan cita-cita lembaga ini," kata Iskaq pada A. Margana dari TEMPO. Diharapkan awal September depan panitia ini sudah akan merampungkan tugasnya. Hari Minggu lalu ke 6 tokoh ini berunding selama 6 jam di rumah Budhyarto. Iskaq tidak menjelaskan ajaran Marhaemsme mana yang akan dijadikan landasan LMKBM. Sebab dalam perjalanan sejarah, Marhaenisme yang dicetuskan Bung Karno pada akhir 1920-an ini telah mendapat banak perumusan. Marhaenisme antara lain pernah diidentikkan dengan Pancasila dan dirumuskan sebagai ajaran yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, Sosio-Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi. Namun pernah juga dirumuskan sebagai Marxisme yang diterapkan di Indonesia. Tampaknya lahirnya LMKBM merupakan akibat samping dari kericuhan dalam kepengurusan PDI yang sampai serang belum beres. Sejak berfusinya PNI dalam PDI pada 1973, memang tampak adanya ketidakpuasan dalam kalangan bekas PNI. Berlarutnya kericuhan PDI secara tidak langsung telah menyebabkan beberapa orang yang menyebut dirinya "Marhaenis sejati" di Jawa Timur tahun lalu membentuk suatu organisasi sosial Pembangunan Nasional Indonesia (PNI). Tokoh-tokohnya antara lain bekas walikota Surabaya Doel Arnowo dan Asmiadi Tirto Utomo. Yang ingin mereka garap terutama bilang pendidikan. "PNI baru" itu ternyata bukan satu-satunya. Di Jakarta, 4 Juli lalu telah berdiri juga Paguyuban Nasional Indonesia, disingkat PNI yang diprakarsai oleh Abdul Madjid, anggota PDI DPR dari unsur PNI. Tujuannya mirip LMKBM. "Saya ingin agar massa Marhaen terhimpun kembali dalam satu jajaran Marhaen dan tidak tercerai berai seperti sekarang tanpa pegangan yang jelas," kata Abdul Madjid pada TEMPO pekan lalu. Menurutnya, perpecahan kaum Marhaenis saat ini "lebih parah dibanding 1965". Misalnya para Marhaenis yang ada di PDI, GMNI ataupun Pemuda Marhaenis berjalan sendiri-sendiri bahkan sudah kehilangan pakem ajaran Marhaenisme. Paguyuban Nasional Indonesia yang menurut Abdul Madjid juga merupakan Paguyuban Sesama Marhaenis (Paguyuban Semar) berusaha merumuskan satu pendapat tentang pakem ini. "Kalau referensinya keliru, kami bisa pecah lagi," kata Abdul Madjid. Sebagai contoh ia menyebut perpecahan PNI pada awal 1960-an, antara kelompok-kelompok yang berpegang pada perumusan Marhaenisme yang berbeda, misalnya menurut Deklarasi Marhaenis ataukah menuntut ajaran Bung Karno. Nostalgia Abdul Madjid menyambut gembira berdirinya LMKBM dan tidak berkeberatan untuk membubarkan paguyuban yang didirikannya. "Saya tidak akan ngotot untuk membentuk suatu kelompok. Yang penting adalah menghimpun kaum Marhaen dalam satu jajaran dengan pakem yang sama," ujarnya. Sedang pakem tersebut adalah ajaran Bung Karno mengenai Marhaenisme yang antara lain meliputi pidato Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945, Yudya Pratidina Marhaenis dan Pancasila Dasar dan Falsafah Negara (kumpulan kursus Bung Karno pada 1958-1959). Sambutan gembira atas lahirnya LMKBM juga datang dari Jawa Timur. "Kami akan bergabung ke sana," ujar dr. Ambio, wakil Ketua Dewan Pertimbangan Pembangunan Nasional Indonesia. Menurut Doel Arnowo, Ketua Dewan Pertimbangan, dia bahkan sudah mengirim surat pada Iskaq mendesak agar penyatuan kekuatan Marhaenis itu segera dilakukan. "Kami tidak keberatan apapun nama dan di mana pun pusatnya," ujar Doel. Ia yakin tampilnya Iskaq dan Soenari untuk memimpin kekuatan Marhaenis akan diterima. "Beliau-beliau ini kan pendiri PNI," ucapnya. Di Jawa Timur, para tokoh "PNI Baru" ini biasa menyebut organisasinya PNI-PAS (Penerus Ajaran Soekarno). Kegiatan organisasi ini belum banyak, bahkan rapat rutin pun belum ada. Namun mereka merencanakan untuk mendirikan Akademi Teknik dan Farming di Malang tahun ini. Apa komentar unsur PNI dalam PDI lainnya? Hardjantho dari F-PDI mula-mula mengatakan tidak keberatan dengan berdirinya LMKBM. "Tapi, untuk kegiatan nonpolitik kan sudah ada Lembaga Krida-Yana (Krida Kebudayaan Nasional) yang resmi ditunjuk oleh partai (PNI) sebelum fusi. Sedang kegiatan politik disalurkan lewat PDI," ujarnya. Menurut Hardjantho, banyaknya lembaga nonpolitik yang dibentuk para bekas anggota PNI justru akan mendorong adanya perpecahan. Karena itu dianggapnya lebih tepat untuk memfungsikan Lembaga Krida Yana, lagipula katanya "Apakah ada jaminan LKMBM akan berfungsi juga?" Anggota F-PDI lain, Soerjadi, sependapat kegiatan nonpolitik sebaiknya dilaksanakan melalui wadah Lembaga Krida Yana. Namun Soerjadi tidak melihat kemungkinan adanya perpecahan "Kalau memang LMKBM bersasaran untuk merangkum semua, ini sesuatu yang positif. Tapi kalau tidak, lembaga apapun tidak akan berfungsi sebagai payung bagi massa Marhaen," ujarnya LMKBM, menurutnya, akan bisa menghimpun massa Marhaen kalau mau mengadakan kerjasama dengan lembaga lain dalan PNI. Banyak kalangan yang masih menyangsikan akan berhasilnya LMKBM menghimpun massa Marhaenis. Setelah 1965 sampai berfusinya PNI dalam PDI, massa bekas partai ini telah tercerai berai dan tersedot dalam organisasi politik lain--termasuk Golkar. Kejatuhan Bung Karno pada 1966 telah ikut memporak-porandakan partai ini karena ketergantungannya yang terlalu besar pada tokoh ini. Hingga banyak yang menduga berdirinya LMKBM yang diprakarsai para tokoh tua sekedar merupakan nostalgia saja. Dan mungkin disertai "kerinduan" untuk menghidupkan lagi PNI. Beberapa bekas pimpinan PNI tidak merahasiakan keinginan mereka untuk suatu waktu bisa menghidupkan lagi PNI. Sekalipun saat ini hal itu tidak mungkin karena itu bertentangan dengan UU tentang Parpol dan Golkar. Iskaq sendiri mengakui ini. "Terserah kalau orang mengatakannya nostalgia. Yang penting kami berniat menyumbangkan diri untuk mensukseskan pembangunan nasional dengan menggerakkan massa Marhaen," tegasnya. Pihak pemerintah tampaknya menerima berdirinya LMKBM. "Kalau sekedar nostalgia saja itu tidak apa-apa," kata Pangkopkamtib Laksamana Soedomo menjawab pertanyaan TEMPO Maksudnya asal tidak bertentangan dengan ketentuan dan langkah-langkah yang diambil untuk menyelesaikan perpecahan dalam PDI. "Selama lembaga itu tidak mencampuri ketentuan itu, pemerintah tidak akan melarang atau menghalanginya," kata Soedomo Senin lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus