LEMBAGA baru itu lahir tepat pada hari kemerdekaan. Minggu 17
Agustus lalu belasan bekas pemimpin dan tokoh PNI (Partai
Nasional Indonesia) berkumpul di rumah Iskaq Tjokrohadisurjo di
Jalan Diponegoro, Jakarta. Pemrakarsa pertemuan--disamping tuan
rumah, adalah Soenario (78 tahun) dan Budhyarto Martoatmodjo (82
tahun). Tiga tokoh yang lebih tua dari tokoh RRC Deng Xiao-ping
ini adalah yang masih hidup dari para pendiri PNI, di samping
Bung Karno pada 1927. Hasil pertemuan tertutup itu berdirinya
Lembaga Musyawarah Keluarga Besar Marhaenis (LMKBM).
Tujuannya 'Untuk menghimpun segenap warga Marhaen guna
meningkatkan serta membangkitkan kesadaran nasional berlandaskan
ajaran-ajaran Marhaenisme," kata Iskaq (84 tahun). Kesadaran
nasional ini digairahkan untuk ikut serta dan mensukseskan
pembangunan nasional.
Para pemrakarsa, menurut Iskaq, prihatin melihat warga Marhaenis
yang tercerai berai. Mereka pun berharap LMKBM akan dapat
menghimpun mereka dalam satu wadah. "Tentu saja berlandaskan
Marhaenisme ajaran Bung Karno," ujar Iskaq.
Lembaga yang akan berbentulc yayasan ini kata Iska "tidak akan
mengganggu siapa saja dan akan membantu pemerintah melaksanakan
pembngunan nasional." Bekas Mentri Perekonomian pada tahun
1950-an ini menegaskan MKBM bukan suatu organisasi politik.
Karena itu dalam kepengurusan organisasi ini tidak akan ada
komisi politik.
Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga LMKBM belum disusun.
Ketiga pendirinya telah menunjuk Manai Sophian, Hardi dan
Soemali Prawiro Soedirdjo--ketiganya bekas pimpinan PNI -- untuk
mengambil langkah-langkah lanjutan "Mereka ditugaskan
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk melaksanakan
cita-cita lembaga ini," kata Iskaq pada A. Margana dari TEMPO.
Diharapkan awal September depan panitia ini sudah akan
merampungkan tugasnya. Hari Minggu lalu ke 6 tokoh ini berunding
selama 6 jam di rumah Budhyarto.
Iskaq tidak menjelaskan ajaran Marhaemsme mana yang akan
dijadikan landasan LMKBM. Sebab dalam perjalanan sejarah,
Marhaenisme yang dicetuskan Bung Karno pada akhir 1920-an ini
telah mendapat banak perumusan. Marhaenisme antara lain pernah
diidentikkan dengan Pancasila dan dirumuskan sebagai ajaran yang
berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, Sosio-Nasionalisme dan
Sosio-Demokrasi. Namun pernah juga dirumuskan sebagai Marxisme
yang diterapkan di Indonesia.
Tampaknya lahirnya LMKBM merupakan akibat samping dari kericuhan
dalam kepengurusan PDI yang sampai serang belum beres. Sejak
berfusinya PNI dalam PDI pada 1973, memang tampak adanya
ketidakpuasan dalam kalangan bekas PNI. Berlarutnya kericuhan
PDI secara tidak langsung telah menyebabkan beberapa orang yang
menyebut dirinya "Marhaenis sejati" di Jawa Timur tahun lalu
membentuk suatu organisasi sosial Pembangunan Nasional Indonesia
(PNI). Tokoh-tokohnya antara lain bekas walikota Surabaya Doel
Arnowo dan Asmiadi Tirto Utomo. Yang ingin mereka garap terutama
bilang pendidikan.
"PNI baru" itu ternyata bukan satu-satunya. Di Jakarta, 4 Juli
lalu telah berdiri juga Paguyuban Nasional Indonesia, disingkat
PNI yang diprakarsai oleh Abdul Madjid, anggota PDI DPR dari
unsur PNI. Tujuannya mirip LMKBM.
"Saya ingin agar massa Marhaen terhimpun kembali dalam satu
jajaran Marhaen dan tidak tercerai berai seperti sekarang tanpa
pegangan yang jelas," kata Abdul Madjid pada TEMPO pekan lalu.
Menurutnya, perpecahan kaum Marhaenis saat ini "lebih parah
dibanding 1965". Misalnya para Marhaenis yang ada di PDI, GMNI
ataupun Pemuda Marhaenis berjalan sendiri-sendiri bahkan sudah
kehilangan pakem ajaran Marhaenisme.
Paguyuban Nasional Indonesia yang menurut Abdul Madjid juga
merupakan Paguyuban Sesama Marhaenis (Paguyuban Semar) berusaha
merumuskan satu pendapat tentang pakem ini. "Kalau referensinya
keliru, kami bisa pecah lagi," kata Abdul Madjid. Sebagai contoh
ia menyebut perpecahan PNI pada awal 1960-an, antara
kelompok-kelompok yang berpegang pada perumusan Marhaenisme yang
berbeda, misalnya menurut Deklarasi Marhaenis ataukah menuntut
ajaran Bung Karno.
Nostalgia
Abdul Madjid menyambut gembira berdirinya LMKBM dan tidak
berkeberatan untuk membubarkan paguyuban yang didirikannya.
"Saya tidak akan ngotot untuk membentuk suatu kelompok. Yang
penting adalah menghimpun kaum Marhaen dalam satu jajaran dengan
pakem yang sama," ujarnya. Sedang pakem tersebut adalah ajaran
Bung Karno mengenai Marhaenisme yang antara lain meliputi pidato
Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945, Yudya Pratidina Marhaenis dan
Pancasila Dasar dan Falsafah Negara (kumpulan kursus Bung Karno
pada 1958-1959).
Sambutan gembira atas lahirnya LMKBM juga datang dari Jawa
Timur. "Kami akan bergabung ke sana," ujar dr. Ambio, wakil
Ketua Dewan Pertimbangan Pembangunan Nasional Indonesia.
Menurut Doel Arnowo, Ketua Dewan Pertimbangan, dia bahkan sudah
mengirim surat pada Iskaq mendesak agar penyatuan kekuatan
Marhaenis itu segera dilakukan.
"Kami tidak keberatan apapun nama dan di mana pun pusatnya,"
ujar Doel. Ia yakin tampilnya Iskaq dan Soenari untuk memimpin
kekuatan Marhaenis akan diterima. "Beliau-beliau ini kan pendiri
PNI," ucapnya.
Di Jawa Timur, para tokoh "PNI Baru" ini biasa menyebut
organisasinya PNI-PAS (Penerus Ajaran Soekarno). Kegiatan
organisasi ini belum banyak, bahkan rapat rutin pun belum ada.
Namun mereka merencanakan untuk mendirikan Akademi Teknik dan
Farming di Malang tahun ini.
Apa komentar unsur PNI dalam PDI lainnya? Hardjantho dari F-PDI
mula-mula mengatakan tidak keberatan dengan berdirinya LMKBM.
"Tapi, untuk kegiatan nonpolitik kan sudah ada Lembaga
Krida-Yana (Krida Kebudayaan Nasional) yang resmi ditunjuk oleh
partai (PNI) sebelum fusi. Sedang kegiatan politik disalurkan
lewat PDI," ujarnya.
Menurut Hardjantho, banyaknya lembaga nonpolitik yang dibentuk
para bekas anggota PNI justru akan mendorong adanya perpecahan.
Karena itu dianggapnya lebih tepat untuk memfungsikan Lembaga
Krida Yana, lagipula katanya "Apakah ada jaminan LKMBM akan
berfungsi juga?"
Anggota F-PDI lain, Soerjadi, sependapat kegiatan nonpolitik
sebaiknya dilaksanakan melalui wadah Lembaga Krida Yana. Namun
Soerjadi tidak melihat kemungkinan adanya perpecahan "Kalau
memang LMKBM bersasaran untuk merangkum semua, ini sesuatu yang
positif. Tapi kalau tidak, lembaga apapun tidak akan berfungsi
sebagai payung bagi massa Marhaen," ujarnya LMKBM, menurutnya,
akan bisa menghimpun massa Marhaen kalau mau mengadakan
kerjasama dengan lembaga lain dalan PNI.
Banyak kalangan yang masih menyangsikan akan berhasilnya LMKBM
menghimpun massa Marhaenis. Setelah 1965 sampai berfusinya PNI
dalam PDI, massa bekas partai ini telah tercerai berai dan
tersedot dalam organisasi politik lain--termasuk Golkar.
Kejatuhan Bung Karno pada 1966 telah ikut memporak-porandakan
partai ini karena ketergantungannya yang terlalu besar pada
tokoh ini.
Hingga banyak yang menduga berdirinya LMKBM yang diprakarsai
para tokoh tua sekedar merupakan nostalgia saja. Dan mungkin
disertai "kerinduan" untuk menghidupkan lagi PNI. Beberapa bekas
pimpinan PNI tidak merahasiakan keinginan mereka untuk suatu
waktu bisa menghidupkan lagi PNI. Sekalipun saat ini hal itu
tidak mungkin karena itu bertentangan dengan UU tentang Parpol
dan Golkar.
Iskaq sendiri mengakui ini. "Terserah kalau orang mengatakannya
nostalgia. Yang penting kami berniat menyumbangkan diri untuk
mensukseskan pembangunan nasional dengan menggerakkan massa
Marhaen," tegasnya.
Pihak pemerintah tampaknya menerima berdirinya LMKBM. "Kalau
sekedar nostalgia saja itu tidak apa-apa," kata Pangkopkamtib
Laksamana Soedomo menjawab pertanyaan TEMPO Maksudnya asal tidak
bertentangan dengan ketentuan dan langkah-langkah yang diambil
untuk menyelesaikan perpecahan dalam PDI. "Selama lembaga itu
tidak mencampuri ketentuan itu, pemerintah tidak akan melarang
atau menghalanginya," kata Soedomo Senin lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini