Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Novel Baswedan Ungkap Hasto Sudah Diusulkan sebagai Tersangka sejak 2020, tapi Pimpinan KPK Menolak

Novel Baswedan mengungkapkan, Hasto Kristiyanto sudah diusulkan menjadi tersangka dalam kasus Harun Masiku sejak 2020, namun pimpinan KPK tidak mau.

25 Desember 2024 | 14.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto memenuhi panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, 10 Juni 2024. Hasto Kristiyanto diperiksa sebagai saksi untuk dimintai keterangan dan pengetahuannya dalam penyidikan perkara dugaan suap penetapan anggota DPR RI periode 2019 - 2024 dengan tersangka politikus PDI Perjuangan, Harun Masiku, yang hingga saat ini dalam pelarian dan menjadi buronan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) KPK. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, mengungkapkan bahwa Hasto Kristiyanto sudah diusulkan menjadi tersangka dalam kasus Harun Masiku sejak 2020. Dia mengatakan, bukti-bukti yang ditemukan oleh penyidik ketika itu sudah kuat untuk menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP itu menjadi tersangka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, kata Novel, pimpinan KPK saat itu menolak. Pimpinan berdalih agar menunggu Harun Masiku tertangkap lebih dulu. Pada 2020, KPK dipimpin Firli Bahuri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saat proses pelaporan penyelidik kepada pimpinan dalam forum ekspose, pimpinan (Firli dkk) menolak proses terhadap Hasto, lalu meminta agar hal itu baru dilakukan setelah Harun Masiku tertangkap dulu," kata Novel kepada Tempo pada Rabu, 25 Desember 2024.

Akan tetapi, menurut Novel, justru tidak ada kesungguhan dari pimpinan KPK untuk menangkap Harun Masiku. Bahkan, hingga kini, Harun masih menjadi buron. 

Novel menyoroti momen ketika tim KPK dihalangi saat mengejar Harun dan Hasto. Sebelumnya, KPK telah lebih dulu menangkap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) kala itu, Wahyu Setiawan. Wahyu terjaring OTT pada 8 Januari 2020 karena menerima suap penetapan anggota DPR pengganti antarwaktu (PAW) 2019-2024. 

"Bila diteliti lebih cermat lagi, terjadinya masalah tersebut karena setelah penangkap dalam OTT terhadap Wahyu Setiawan di bandara, tiba-tiba ada pimpinan KPK, seingat saya Firli Bahuri, membuat penyataan ke media bahwa ada OTT terhadap komisioner KPU," ujar Novel. 

Pernyataan Firli itu dinilai telah memberikan bocoran, sehingga Hasto dan Harun Masiku lolos dari penangkap OTT. "Akibat dari perbuatan pimpinan KPK saat itu yang membocorkan ke media, membuat Hasto dan Harun Masiku berhasil lolos dari penangkap OTT, dan berhasil menghilangkan bukti alat komunikasi mereka," ujarnya. 

Jika dikaitkan dengan pernyataan KPK usai menetapkan Hasto sebagai tersangka pada Selasa, 24 Desember 2024, kata Novel, maka tergambar lebih urut permasalahan itu. "Apakah hal tersebut kebetulan? Rasanya terlalu nyambung bila dianggap kebetulan."

Novel menyebut bahwa jika Hasto dikenakan Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka penyidik juga harus melihat apakah pimpinan KPK era Firli Bahuri juga melakukan hal yang sama. Pasal tersebut mengatur tentang perbuatan yang menghalangi proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara korupsi.

"Saya kira kalau Hasto disangkakan Pasal 21, penyidik mesti jernih melihat apakah pimpinan KPK masa Firli dkk juga berbuat hal yang sama?" kata Novel.

Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyampaikan penetapan tersangka Hasto dan orang dekatnya, Donny Tri Istiqomah, dalam konferensi pers pada Selasa sore, 24 Desember 2024. Setyo menyatakan, Hasto dan Donny terlibat dalam pemberian suap kepada Wahyu agar KPU mengesahkan Harun Masiku sebagai anggota DPR menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal. 

"HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan melalui Tio (Agustina Tio Fridelina)," kata Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Selasa. 

Selain menyerahkan uang suap, Hasto bekerja sama dengan Donny untuk menyusun kajian hukum pelaksanaan Putusan MA No.57P/HUM/2019 tanggal 5 Agustus 2019 dan surat permohonan pelaksanaan permohonan fatwa MA ke KPU soal penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR periode 2019-2024. 

"HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk meloby anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih dari Dapil I Sumsel," kata Setyo. 

Ade Ridwan Yandwiputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus