Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NELAYAN yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang, Banten, mengklaim pagar laut dari bambu sepanjang 30,16 kilometer yang terbentang di pesisir utara daerah itu dibangun sebagai mitigasi bencana tsunami dan abrasi.
“Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ini dilakukan untuk mencegah abrasi,” kata Koordinator JRP Sandi Martapraja di Tangerang pada Sabtu, 11 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Dia menuturkan, bila kondisi tanggul laut baik, maka area sekitar pagar bambu dan di sekitarnya dapat dimanfaatkan sebagai tambak ikan. Hal itu memberikan peluang ekonomi baru dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
Salah seorang nelayan JRP, Holid, menyebutkan pembangunan tanggul bambu ditujukan untuk memudahkan menangkap ikan dan budi daya kerang hijau serta memecah ombak.
Ombudsman Menilai Alasan JRP Tidak Logis
Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten Fadli Afriadi klaim kelompok nelayan tersebut tidak berdasar.
“Berdasarkan informasi dari ahli perikanan dan kelautan, tidak logis juga atas alasan yang disampaikan, kita bisa lihat sendiri, apa iya hasil tangkapan meningkat, tangkapan nambah ada kerang. Kayaknya itu tidak mungkin,” kata Fadli di Tangerang, Rabu, 15 Januari 2025.
Dia menilai kehadiran pagar laut itu akan mengurangi nilai tambah nelayan. Hal tersebut berdasarkan hasil diskusi dengan ahli perikanan dan kelautan.
Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika memperkirakan kerugian yang timbul akibat pembangunan pagar laut ilegal di Kabupaten Tangerang mencapai Rp 16 miliar. Jumlah tersebut adalah perhitungan awal dari kerugian yang dialami para nelayan dan petambak yang berada di pesisir tempat pagar laut berdiri.
“Total kerugian itu sekitar Rp16 miliar, selama ada kasus itu,” kata Yeka melalui sambungan telepon pada Ahad, 12 Januari 2025.
Dia menyampaikan perhitungan awal tersebut setelah sebelumnya sempat mengunjungi sejumlah kecamatan yang terdampak pemagaran laut pada Desember 2024. Yeka berujar kerugian tersebut timbul dari berbagai kesulitan yang dialami para nelayan, di antaranya karena mereka menjadi kesulitan untuk melaut.
Menurut dia, warga pesisir di Kabupaten Tangerang harus menempuh perjalanan lebih jauh untuk melaut karena keberadaan pagar tersebut. Nelayan harus mengambil jalan mengitari pagar yang menghabiskan waktu hingga 1,5 jam untuk melaut.
“Orang jadi tidak melaut, lalu juga pemborosan bahan bakar karena mau melaut harus satu jam setengah habis di jalan, akhirnya tidak produktif,” ucapnya.
Dia mengatakan, hingga saat ini, belum diketahui pasti pihak yang membangun atau memiliki pagar tersebut. Namun dia mendapat laporan sejumlah warga yang belum diketahui asal desa atau kecamatannya ikut membangun pagar itu.
Mereka dibayar oleh pihak yang belum diketahui identitasnya untuk membangun pagar dari bilah-bilah bambu tersebut. “Ada cerita dari pelapor yang menyampaikan bahwa mereka ada yang bayar. Cuma siapa dan dari warga mana, mereka enggak tahu juga,” ujar dia.
Ombudsman Heran Pagar Laut di Tangerang Dibiarkan Begitu Lama
Yeka juga merasa heran karena pembangunan pagar laut tidak ditindak lebih cepat oleh pihak berwenang. Dia menilai penyegelan yang baru terjadi pada 9 Januari 2025 cenderung terlambat.
“Itu sudah jelas-jelas mengganggu pekerjaan nelayan, kok bisa didiamkan begitu?” kata Yeka.
Dia mengatakan di lokasi tersebut seharusnya ada pihak-pihak yang memiliki wewenang menghentikan pemagaran ilegal. Dia sudah mengunjungi sejumlah desa yang terdampak pemagaran laut di Kabupaten Tangerang itu pada Desember 2024.
Yeka tidak mau berspekulasi terlalu dini soal mengapa pembiaran itu terjadi. “Tapi yang jelas, kok bisa laut dipagar terus aparat desanya diam, camatnya diam, pemerintah provinsinya diam, dinasnya diam, aparat penegak hukumnya juga diam,” ucapnya.
Dia menuturkan mendapat sejumlah laporan soal adanya intimidasi yang diterima warga karena melaporkan pembangunan pagar laut. Meski begitu, dia belum bisa mengonfirmasi kejadian tersebut atau identitas pihak-pihak yang melakukan intimidasi kepada masyarakat.
Sultan Abdurrahman dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Kata Baznas, PBNU, dan MUI Soal Usul Dana Zakat untuk Biaya Makan Bergizi Gratis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini